Masuk Daftar
My Getplus

Misteri Pembela Omar Dani

Dalam menghadapi sidang di Mahmilub, Omar Dani mendapat pembela yang janggal. Menggantikan nama-nama yang diajukannya tapi ditolak dengan alasan janggal pula.

Oleh: M.F. Mukthi | 07 Nov 2020
Omar Dani sedang menyampaikan pembelaannya di sidang Mahmilub. (Repro Menyingkap Kabut Halim 1965).

Sehari sebelum sidang perkaranya di Mahmilub (Mahkamah Militer Luar Biasa) yang dijadwalkan pada 1 Desember 1966, mantan Men/Pangau Laksdya TNI Omar Dani akhirnya bertemu dengan R. Soenario, yang dipilih Teperpu untuk menjadi pembelanya. Dani berharap Soenario akan memberi banyak masukan hukum untuk persiapan sidang. Namun, Dani ternyata salah berharap.

“Pembela tersebut dalam pertemuan pertamanya dengan Omar Dani hanya menyibukkan diri dengan segala macam cerita yang tidak ada hubungannya dengan tuduhan yang telah ditujukan kepada Omar Dani, kliennya,” tulis Benedicta Surodjo dan J.M.V. Soeparno dalam Pledoi Omar Dani: Tuhan, Pergunakanlah Hati, Pikiran, dan Tanganku.

Selain membanggakan diri dengan menceritakan kesuksesannya ketika menangangi kasus Jungschlager, mantan tentara Belanda yang mendukung Gerakan APRA-Westerling, Soenario hanya bercerita tentang hal-hal remeh yang sama sekali tak berkait dengan permasalahan hukum yang dihadapi kliennya. Ketika diminta Dani membicarakan soal hukum, Soenario dengan enteng menjawab belum sempat membaca tuduhan, terlebih berita acaranya Dani.

Advertising
Advertising

Baca juga: Omar Dani, Sukarno Kecil dari AURI

Soenario tak sedikitpun menunjukkan simpatinya. Sebelum berpisah, Soenario menyarankan agar Dani mengatakan di persidangan semua yang diketahuinya dan Soenario paling banter hanya bisa menolong Dani dengan menurunkan vonis dari hukuman mati ke hukuman seumur hidup.

Perkataan dan perbuatan Soenario jelas mengecewakan Dani. Lebih jauh, hal itu juga janggal dalam sebuah hubungan antara pengacara dengan kliennya. Bila pada umumnya pengacara akan selekasnya menemui klien untuk mendapatkan keterangan selengkap mungkin mengenai perkara yang membelit kliennya, Soenario sejak awal ditunjuk membela Dani tak menyediakan waktu untuk menemui Dani.

Baca juga: Omar Dani, Kisah Tragis Panglima Sukarnois

“Dia bukan pembela pilihan Omar Dani, melainkan pembela yang diberikan, ditugaskan untuk bertindak sebagai pembela Omar Dani. ‘Penugasan’ itu tentu mengandung muatan-muatan yang hanya diketahui oleh pemberi tugas,” sambung Benedicta dan Soeparno.

Tak jelas siapa orang yang menunjuk Soenario sebagai pembela Dani. Penunjukan Soenario dan perilaku yang diperlihatkannya sama-sama menunjukkan kejanggalan seperti yang terjadi pada sidang-sidang Mahmilub.

“Pada Desember 1966, mantan Men/Pangau Laksdya Omar Dani diajukan ke muka Mahmilub. Mahmilub ini ternyata bukan untuk membuktikan kesalahan Omar Dani semata, lebih dari itu digunakan untuk membuktikan keterlibatan dan dukungan Presiden Sukarno kepada G30S. Akibatnya, sidang yang dipublikasi secara luas ini menimbulkan dorongan kuat bagi para penentang Presiden Sukarno untuk melakukan aksi-aksi penggulingan terhadap dirinya,” tulis Benny G. Setiono dalam Tionghoa dalam Puasaran Politik.

Baca juga: Omar Dani, Kisah Tragis Panglima Sukarnois

Yang pasti, penunjukan Soenario terjadi setelah permohonan Dani untuk mengajukan pembelanya ditolak. Pada Oktober 1966, ditanyai Teperpu apakah ingin mengajukan pembela sendiri atau tidak dalam persidangannya kelak. Mendapat secercah harapan itu, Dani lalu mengajukan nama Oei Tjoe Tat, mantan Menteri Negara Diperbantukan pada Presiden, sebagai pembelanya. Karena nama Oei ditolak dengan alasan sedang ditahan juga, Dani lalu mengajukan nama Mr. Sartono, pengacara Bung Karno di masa penjajahan, dan Mr. Iskak Tjokroadisurjo. Kedua nama tersebut dikenal sebagai ahli hukum sejak zaman kolonail dan bersama Bung Karno mendirikan PNI.

Baca juga: Omar Dani, Panglima yang Dinista

Sekira dua pekan sebelum sidang perdananya (1 Desember 1966), Dani mendapat pemberitahuan bahwa dua nama yang diajuakannya sebagai pembela ditolak. Pihak Teperpu beralasan penolakan Sartono dan Iskak diambil karena keduanya telah mengajukan persayarakat yang sudah patut diketahui bahwa persyaratan tersebut tidak akan mungkin dipenuhi Teperpu. Dani yang penasaran pun mengejar dengan pertanyaan, persyaratan apa yang membuat Sartono dan Iskak jadi ditolak. Dani tak mendapatkan jawabannya karena Teperpu bungkam. Alhasil, Dani pun terpaksa menerima Soenario.

Sebelum memasuki ruang sidang pada 15 Desember 1966 dengan agenda pembacaan tuntutan, Soenario menemui Dani di ruang tunggu gedung Mahmilub (kini Gedung Bappenas). Dia mengutarakan sesuatu. “Dia tidak mau membicarakan mengenai tuduhan dengan alasan bahwa dia juga diminta bertemu oleh ayah Omar Dani, di samping dia menyatakan masih belum siap mempelajari berkas-berkas perkara,” ujarnya sebagaimana ditulis Benedicta-Soeparno.

Baca juga: Omar Dani Tak Gentar Pulang

 

 

Pernyataan janggal Soenario itu tentu menimbulkan tanda tanya besar di benak Dani. Namun, Dani tak melanjutkan. Dia terus menjalani sidang demi sidang hingga akhirnya dijatuhi vonis hukuman mati oleh Mahmilub pada 23 Desember 1966. Dalam perjalanan, Dani akhirnya menjalani hukuman penjara seumur hidup meski pada suatu periode dia sempat tiap malam menunggu regu tembak yang akan mengakhiri hidupnya.

Dalam masa penahanan panjang itu, Dani yang mulanya tak diizinkan mendapat besuk dari keluarga akhirnya bisa mendapat besukan istri dan anak-anaknya kendati jarang. Dalam pertemuan pertama dengan istri dan anaknya itulah Dani mendapatkan informasi yang sedikit menguak “permainan” di balik persidangannya.

Baca juga: Omar Dani Menunggu Hari Eksekusi

Ternyata, tak pernah sekali pun orangtua Dani meminta seperti apa yang dikatakan Soenario. Pun dengan Sri Wuryanti istri Dani. Sebaliknya, Wuryanti malah memberi informasi yang membuka tabir misteri adanya "permainan" di balik pemilihan Sonario sebagai pembela Dani.

“Teperpu telah bohong. Aku datang kepada Pak Sartono dan beliau mengatakan, ‘Jeng, katakan pada suamimu, Mas Omar Dani, bahwa saya dan Iskak tidak hanya mau, tetapi ingin membela suamimu, tetapi Teperpu tidak mengijinkan kami berdua bertemu dengan Mas Omar Dani sebelum sidang. Lha, itu namanya hukum apa??” kata Wuryanti menirukan perkataan Sartono, dikutip Benedicta-Soeparno.

TAG

omar dani auri tni au

ARTIKEL TERKAIT

Dari Pemberontakan ke Pemberontakan (Bagian II – Habis) Dari Pemberontakan ke Pemberontakan (Bagian I) Pelaut Madura dalam Sejarah Indonesia Komandan AURI Pantang Kabur Menghadapi Pasukan Gaib Lika-liku Opsir Luhukay Kisah Pasukan Gabungan AURI-ALRI Menahan Gempuran Belanda Koes Plus dan Mantan Perwira AURI Wardiman Menyambut Kemerdekaan Seragam Batik Tempur Sosok Sukarno dan Pak Dirman dalam Kadet 1947