Masuk Daftar
My Getplus

Lobang Maut Saudara Tua

Dibangun dengan melibatkan ribuan romusha dari Pulau Jawa, Kalimantan dan Sulawesi, Goa Jepang Bukittinggi menjadi bukti kekejaman balatentara Saudara Tua.

Oleh: Hendi Jo | 27 Okt 2015
Goa Jepang di Bukittinggi. Foto: Tatan Agus RST.

SELINTAS lubang besar di dinding tanah merah laiknya terowongan pertahanan gerilyawan Viet Cong. Saat menuruni tangganya yang berjumlah 132, situasi rapat dan terlindungi sangat terasa. Begitu rapatnya hingga saat memasuki lebih dalam, bau lembab tanah yang mendominasi udara pengap pun menyeruak tajam di rongga hidung.

Menurut pemandu Jefry (45), di goa yang panjangnya 1470 meter tersebut –sisanya 4730 meter belum tereksplorasi– ribuan pekerja paksa (romusha) mati menggenaskan. Bukti kisah horor tersebut terekam dari banyaknya ruangan mirip penjara yang difungsikan sebagai tempat penyiksaan. Dengan rongga berbentuk setengah lingkaran yang rata-rata tingginya dua meter – kecuali beberapa rongga memaksa para pengunjung membungkuk– goa ini ditujukan untuk pertempuran gerilya panjang melawan Sekutu.

“Lihat saja dari bentuk arsitekturnya, goa ini sengaja diciptakan oleh tentara Jepang dengan ujung-ujung terowongan rahasia yang menembus punggung lain dari bukit itu,” ungkap Jefry.  Tujuannya saat musuh masuk lewat pintu utama, para serdadu Jepang bisa cepat keluar dari ujung-ujung goa itu, untuk berbalik mengepung musuh yang terjebak di dalam. Jadi, selain sebagai benteng pertahanan, goa ini juga berfungsi sebagai penjebak musuh.

Advertising
Advertising

Laiknya benteng pertahanan, goa ini terbagi dalam beberapa ruang untuk rapat, sidang, makan, tahanan, enam ruang amunisi, 12 ruang tidur, 12 barak militer, dan dua ruang tidur romusha.

Untuk ventilasi, lorong gua memiliki beberapa saluran lubang ke atas tanah. Di beberapa sudut, terdapat lorong yang menembus bukit ke arah jalan raya untuk menangkap penduduk yang biasa menggunakan jalan tersebut untuk mengangkut hasil panen.

“Selain merampas hasil tani penduduk, para tentara Jepang itu menangkapi orang-orang setempat untuk menambah jumlah romusha di goa itu,” ujar Jefry.

Kekejaman serdadu Jepang terhadap para romusha dibuktikan lewat sebuah lubang yang mengarah ke bibir jurang Ngarai Sianok. Fungsi lubang tersebut, kata Jefry, sebagai pembuangan mayat romusha yang melawan. Sebelum menjadi mayat, biasanya korban diisolasi terlebih dahulu dalam tempat sempit dalam goa tanpa diberi makan dan minum.

”Di sini mereka buang mayatnya,” kata Jefry sambil menunjuk sebuah lubang seukuran tubuh manusia yang saat ini sudah ditutup oleh semen.

Sejak didirikan tahun 1942, goa ini tetap menjadi rahasia. Hingga pada sekitar September 1946, sekelompok pencari kayu bakar menemukan goa ini di balik semak belukar yang lebat. Ketika ditelusuri lebih lanjut memang tak ada yang tersisa di goa itu, kecuali beberapa pucuk pistol dan batok-batok kelapa –tempat makan dan minum romusha– yang berserakan.

Menurut Sukidi, beberapa senjata yang ditemukan tersebut, diabadikan di Museum Tri Daya Ekadarma. “Sepertinya sebelum meninggalkan goa ini, tentara Jepang sempat mengangkut amunisi mereka,” ungkap pegawai museum yang terletak berhadapan dengan Taman Wisata Panorama Ngarai Sianok.

Pada 11 Maret 1986, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Fuad Hassan meresmikan goa peninggalan tentara Jepang itu sebagai tempat wisata sejarah di Bukittinggi. Sejak resmi menjadi tempat wisata inilah, Goa Jepang mengalami berbagai renovasi. Dinding-dindingnya yang semula asli dari cadas, kemudian ditempeli semen.

Menurut Jefry, hal tersebut terpaksa dilakukan sebagai antisipasi pengurangan kadar kelembaban dan mencegah dirusaknya dinding goa oleh tangan-tangan jahil. Tentu saja, upaya itu banyak menimbulkan protes, terutama dari kalangan peneliti dan pecinta sejarah. Mereka menyebut penyemenan itu sebagai suatu kecerobohan karena menghancurkan kondisi asli Goa Jepang Bukittinggi.

[pages]

TAG

ARTIKEL TERKAIT

Ibu Negara dari Masa ke Masa Ranah Rantau Rumah Makan Padang Pahlawan Berbulu di Perang Dunia II Bos Sawit Tewas di Siantar Sambil Berhaji Menimba Ilmu Bung Karno di Meksiko Susahnya Bisnis Karet di Zaman Gerombolan Mengelola Jamaah Haji dari Masa ke Masa Peristiwa PRRI Membuat Rumah Makan Padang Ada di Mana-mana Desa Bayu Lebih Seram dari Desa Penari