BUKAN saja kena kritik keras karena mengenakan pakaian mirip petinggi Nazi-Jerman, Ahmad Dhani juga melanggar hak cipta karena menggunakan lagu “We Will Rock You” tanpa izin pemiliknya, grup band Queen.
Lagu menjadi bagian penting dari alat kampanye dalam setiap pemilihan umum, baik sekarang maupun dulu. Lagu-lagu itu bisanya sederhana; yang penting menggugah orang untuk memilih partai tertentu.
Pada pemilihan umum 1955, partai-partai menciptakan berbagai slogan dan nyanyian untuk mengingatkan para pendukung agar memilih. Sayangnya, belum ada data lengkap mengenai lagu-lagu tersebut dan apakah partai-partai politik memakai jasa artis musik. Dalam Mengislamkan Jawa, M.C. Ricklefs merekam beberapa lirik lagu yang dijadikan alat kampanye partai-partai peserta pemilu 1955. Partai Nasional Indonesia (PNI) punya sebuah lagu yang liriknya unik: berupa tanya-jawab dan dalam bahasa Jawa. Berikut liriknya:
Pilihanmu apa, aku kandhanana (Pilihanmu apa, beritahukan aku)
Pilihanku mung siji, ora liya mung PNI (Pilihanku hanyalah satu, tak lain adalah PNI)
Aku apa kena melu milih kuwi (Apakah aku boleh ikut pilih itu?)
Ya luwih utama yen kok pilih siji iki (Ya, lebih baik jika engkau memilih yang satu ini)
Tengarane apa, aku durung ngerti (Tandanya apa, aku belum tahu)
Banteng segi tiga, Ngunjung drajad bangsa (Banteng di dalam segi tiga, menjunjung derajat bangsa)
Partai kang sejati, pembela Ibu Pertiwi (Partai sejati, pembela Ibu Pertiwi)
Sementara Masyumi, dalam slogan dan lagu kampanyenya, menekankan karakter Islaminya, dan ditulis dalam bahasa Indonesia. Ini mencerminkan modernisme Masyumi, basis urbannya, dan daya tariknya bagi pemilih non-Jawa.
Bismillah sudah mari memilih
Gambar bulan bintang putih
Atas dasar hitam nan bersih
Tanda gambar Masyumi
Partai berjasa nusa dan bangsa
Demi setia agama
Berbeda dari Masyumi, Nahdlatul Ulama (NU) menggunakan frasa-frasa Islami dalam versi yang mereka Jawakan. “Tak lupa, memakai sistem penanggalan Jawa untuk menarik simpati dari khalayak tradisionalisnya,” tulis Ricklefs.
Allah huma sali salim alla, sayidinia wa maulana Muhammadin (Ya Allah, berilah berkat dan keselamatan bagi Nabi dan junjungan kami Muhammad)
Tanggal 13 Sapar tahun ngajeng (Tanggal 13 Sapar tahun depan)
Kemis legi aja lali nyoblos Jagad-gad (Hari Kamis Legi, janganlah lupa mencoblos bola dunia)
Penggunaan jasa artis untuk kali pertama dilakukan pada Pemilu 1971, pemilu pertama di masa Orde Baru. Terutama oleh Golkar, partai penguasa. Sebagai partai baru, Golkar harus menyosialisasikan lambang beringin. Maka, mereka mengajak para artis musik untuk ikut berkampanye.
“Kami berhasil dalam pengerahan massa, menyertakan bintang film, penyanyi, dan model,” kata Jusuf Wanandi dalam Menyibak Tabir Orde Baru. “Hiburan musik menarik orang-orang untuk datang, sementara pidato dari pimpinan Golkar diselipkan di antaranya.”
Selama kampanye pemilihan umum 1971, Golkar mengedarkan kaset bertajuk Souvenir Pemilu 1971. Antara lain berisi lagu “Pohon Beringin” karya Yan Suwandi, yang dibawakan Bing Slamet. Berikut penggalan liriknya:
Di bawah pohon beringin
Riwayatnya yang termasyhur
Tempat yang suci
Untuk para siapapun
Liriknya memang tak berisi ajakan mencoblos Golkar, tapi setidaknya mengingatkan orang akan keberadaan partai baru ini. Terbukti, lagu itu juga muncul dalam album Golkar-ku Golkar-mu! Lagu-lagu Pop Golkar yang merupakan persembahan Artis Safari dengan koordinator Edy Sud pada 1980-an. Di album ini, sejumlah penyanyi papan atas terlibat dan membawakan lagu-lagu bertema Golkar maupun ajakan memilihnya.