Raja Belanda Willem-Alexander tiba di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Selasa (10/3). Bersama sang istri, Ratu Maxima, rombongan Kerajaan Belanda tiba sekira pukul 10.30 WIB. Raja dan Ratu Belanda disambut langsung oleh Presiden Joko Widodo dan Ibu Negara Iriana. Pada kesempatan tersebut, Ratu Maxima menerima karangan bunga dari cucu presiden, Sedah Mirah.
Mengutip pemberitaan yang dilansir oleh laman milik pemerintah Indonesia setkab.go.id, setelah diperdengarkan lagu kebangsaan kedua negara, presiden dan raja saling mengenalkan para menteri dan delegasi yang mendampingi kunjungan kenegaraan kali ini. Acara lalu dilanjut sesi foto bersama. Kemudian seluruh rombongan menuju beranda Istana Bogor untuk berbincang dan menyampaikan keterangan pers bersama.
“Merupakan tanda yang sangat menjanjikan bahwa dua negara yang pernah berada di pihak yang berlawanan dapat menjalin hubungan yang semakin erat dan mengembangkan sebuah hubungan baru berdasarkan rasa hormat, saling percaya, dan persahabatan. Ikatan di antara kita semakin erat dan beragam. Ini sungguh menggembirakan saya,” ungkap Raja Willem.
Sementara menurut presiden, Belanda merupakan salah satu mitra penting Indonesia di Eropa. Kedudukan negara itu cukup strategis di bidang perdagangan, investasi, dan pariswisata.
Baca juga: Hilang Ratusan Tahun, Keris Diponegoro Ditemukan di Belanda
“Di kawasan Eropa, Belanda merupakan mitra dagang Indonesia terbesar kedua, mitra investasi terbesar pertama, dan mitra pariwisata terbesar keempat. Saya menyambut baik kunjungan Sri Baginda yang juga disertai pengusaha Belanda dalam jumlah yang besar,” kata presiden.
Rencananya rombongan kerajaan Belanda ini akan berada di Indonesia selama empat hari. Meski hanya memiliki waktu yang singkat, ia menyampaikan keinginannya mengenal lebih dalam Indonesia. “Kami akan melakukan yang terbaik untuk bertemu dan berbicara dengan orang sebanyak mungkin,” imbuhnya.
Kunjungan Raja Willem ini merupakan kunjungan ketiga penguasa Belanda ke Indonesia pasca proklmasi. Lantas kapan kunjungan pertama penguasa Belanda ke negeri ini?
Kedatangan Ratu
Bangsa Belanda diketahui pertama kali datang ke Indonesia pada 23 Januari 1595. Diceritakan sejarawan Universitas Leiden Femme Simon Gaastra dalam De Geschiedenis van de VOC, melalui delegasi dagang yang dipimpin Cornelis de Houtman, orang-orang Belanda berhasil mendaratkan kapal layarnya di Banten. Perjalanan itu menjadi pembuka bagi kehidupan baru bangsa Belanda di Hindia.
Namun selama 350 tahun petualangan orang-orang Belanda, tidak pernah sekalipun raja ataupun ratu Belanda menginjakkan kakinya di tanah Hindia. Para penguasa dari Eropa bagian barat itu hanya mengandalkan seorang gubernur jenderal, serta menteri-menteri negeri jajahan sebagai kepanjangan tangan bagi segala keperluan mereka akan negeri yang sedang dijajahnya.
Bahkan ketika tahun 1945 Republik Indonesia (RI) resmi berdiri, belum ada pemimpin Kerajaan Belanda yang bersedia hadir. Barulah pada masa kepemimpinan Ratu Juliana (1909-2004), Belanda mulai membuka diri kepada Indonesia. Dijelaskan Majalah Tempo 28 Agustus 1971, jalinan kerjasama antara Indonesia dan Belanda dimulai sejak 1966. Pemerintah Indonesia kala itu menerima bantuan dana sebesar 573.300 juta rupiah dari Belanda.
Hubungan keduanya semakin harimonis manakala rombongan Presiden Soeharto untuk pertama kalinya menginjakkan kaki di Belanda pada 1970. Lawatan kenegaraan tersebut menjadi salah satu momen terpenting dalam sejarah hubungan kedua negara. Sebagai balasan dari kunjungan itu, Ratu dan Raja Belanda pun datang ke Indonesia pada 26 Agustus 1971.
“Permadani merah sehalus beludru dan bunga-bunga anggrek juga harus semerbak akan menyambut Ratu Juliana dan Pangeran Bernhard pada saat pasangan tamu agung itu menginjakkan kaki di bumi Indonesia,” demikian menurut pemberitaan Pikiran Rakjat 26 Agustus 1971.
Baca juga: Raja Nusantara di Penobatan Ratu Belanda
Pesawat jet Constellation DC-8 yang membawa Ratu dan Raja Belanda mendarat aman di Bandara Kemayoran pukul 13.00 WIB. Diberitakan Harian Kompas 27 Agustus 1971, ribuan orang datang memadati Kemayoran, termasuk para pejabat pemerintah dan pemuka agama yang hadir menyambut kedatangan Ratu Juliana. Presiden Soeharto bersama ibu negara menyambut langsung keduanya di kaki tangga pesawat. Putri Soeharto, Siti Hardijanti Hastuti, kemudian menyerahkan sebuah karangan bunga kepada Ratu Juliana.
Dari Kemayoran, rombongan bergerak ke Wisma Negara. Iring-iringan mobil yang dijaga begitu ketat tidak mengurangi antusiasme masyarakat untuk melihat Ratu Juliana dan Pangeran Bernhard. Mereka yang sedari pagi sudah berkumpul akhirnya dapat menyaksikan secara langsung para penguasa Belanda itu menginjakkan kakinya di Indonesia.
Di Istana Merdeka, acara dilanjutkan dengan pertemuan santai antara keluarga presiden dan rombongan ratu. Kemudian disusul acara saling tukar tanda mata sebagai kenang-kenangan atas kunjungan tersebut. Untuk Ratu Juliana dan Pangeran Bernhard, Soeharto memberi empat gelang emas dan ukiran emas buatan Kendari, serta patung garuda buatan Bali. Sementara Belanda memberi benda-benda kristal sebagai hadiah.
“Ini adalah untuk pertama kali seorang Ratu (Raja) yang juga memegang tampuk pimpinan pemerintahan dari Keluarga Oranje (Huis van Oranje) mengadakan kunjungan ke Indonesia, sejak hubungan Indonesia-Belanda hampir 375 tahun yang lalu,” tulis Pikiran Rakjat. “Baik kalangan resmi Belanda maupun Indonesia melihat kunjungan Ratu Juliana ke Indonesia ini sebagai suatu peristiwa yang sangat penting dalam proses saling dekat mendekati dari kedua bangsa.”
Safari Ratu
Selama berada di Indonesia, Ratu Juliana dan Pangeran Bernhard berkunjung ke banyak tempat. Keduanya pergi ke Kebun Raya dan Istana Bogor, Bandung, Kawah Tangkuban Parahu, Yogyakarta, Candi Borobudur, Candi Prambanan, Tampaksiring, Ubud, dan beberapa objek wisata di Bali. Selain tempat wisata, Ratu dan Raja Belanda juga mengunjungi tempat-tempat penampungan anak, rumah penyandang disabilitas, dan tempat-tempat sosial lainnya. Menurut Pikiran Rakjat 27 Agustus 1970, mereka bahkan menyempatkan waktu berziarah ke Taman Makam Pahlawan Kalibata dan Pemakaman Belanda di Menteng Pulo.
Sebelum melanjutkan safari ke beberapa tempat di luar Jakarta, Jumat pagi, 27 Agustus 1970, pasangan Tamu Agung dari Belanda itu melakukan kunjungan ke Universitas Indonesia. Mahasiswa-mahasiswa dari seluruh Jakarta diperkenankan untuk hadir dan mendengarkan pidato dari sang ratu. Rektor bersama Dewan Mahasiswa UI kala itu menyambut kedatangan mereka setiba di kompleks kampus.
“Jika kalian masih muda dan sudah tidak percaya pada hari-hari esok, itu tidak baik. Demikian pula, kalau kalian sudah lanjut usia, tapi tidak lagi percaya akan masa depan, itupun suatu kekeliruan,” ucap Ratu Juliana sebagimana diberitakan Harian Kompas 28 Agustus 1971.
Rombongan ratu tiba di Bandung pukul 16.22 (29/08) dari Bogor. Mereka baru saja menyelesaikan kunjungan di Istana dan Kebun Raya Bogor. Di Bandung, ratu disambut oleh Walikota Bandung R. Otje Djunjunan dan Ketua DPRD Kodya Bandung Irawan Sarpingi. Keduanya mengenakan pakaian adat Sunda. Rombongan lalu diarahkan ke Kantor Gubernuran.
Baca juga: Pasukan Bumiputera Pembela Ratu Belanda
Di Kantor Gubernuran, Ratu Juliana dan Pangeran Bernhard menyaksikan pertunjukan tari dan pawai kesenian khas Priangan yang dibawakan oleh para seniman dari kabupaten-kabupaten di Jawa Barat. Ratu terlihat senang melihat berbagai sajian yang dipersiapkan pemerintah kota Bandung dan Gubernur Jawa Barat Solihin GP. Namun tidak sedikit masyarakat yang kecewa karena tidak sempat bertatap muka dengan rombongan tamu agung dari Belanda itu.
“Masyarakat Bandung banyak yang kecewa karena ternyata Ratu Juliana tidak melewati jalan di mana mereka menunggu sejak siang. Sementara itu masyarakat yang berjejal di sepanjang jalan yang dilalui ratu juga banyak yang menyatakan rasa tidak puasnya karena mobil ratu dan rombongan dijalankan terlalu cepat,” tulis Pikiran Rakjat 30 Agustus 1970.
Ketika berada di Bandung, ratu menyempatkan waktu mengunjungi Tangkuban Parahu di Subang, Jawa Barat. Keesokan harinya (30/08) rombongan Ratu Belanda sudah berada di Yogyakarta. Pesawat Jet Fokker dari Bandung yang membawa ratu diterima langsung Sri Sultan Hamengkubuwono di Bandara Adi Sucipto. Dari sana, rombongan langsung bergerak menuju Gedung Agung.
Sama seperti di Jakarta dan Bandung, di Yogyakarta pun rakyat telah berkumpul di sepanjang jalan untuk memberi sambutan secara langsung kepada Ratu Juliana dan Pangeran Bernhard. Malam harinya, jamuan makan telah disiapkan Sri Sultan di Gedung Kepatihan. Kemudian dilanjutkan dengan pameran pakaian pengantin khas keraton Yogyakarta dan Solo.
“Selasa sore tamu negara beserta rombongan meninjau Candi Borobudur dan Selasa malam menyaksikan Sendra Tari Ramayana di Prambanan. Ratu Juliana akan berada di Yogyakarta hingga Rabu untuk kemudian meneruskan perjalanan ke Bali sebagai tahap terakhir kunjungan kenegaraan di Indonesia,” tulis Pikiran Rakjat edisi 1 September 1971.