Masuk Daftar
My Getplus

Kisah Partai Pohon Kelapa

Partai Rakyat Indonesia pimpinan Bung Tomo kena gusur kebijakan politik Sukarno.

Oleh: Hendri F. Isnaeni | 15 Apr 2014
Kampanye Partai Rakyat Indonesia pada Pemilu 1955. (Repro Sulistina Soetomo, Bung Tomo Suamiku).

SIAPA tak kenal Sutomo alias Bung Tomo? Dia dikenang dengan aksi heroiknya dalam Pertempuran Surabaya, 10 November 1945. Setelah Indonesia merdeka, dia tertarik mendirikan partai politik. Maka, pada 20 Mei 1950, berdirilah Partai Rakyat Indonesia (PRI). Kantor pusatnya di Jalan Gondangdia Lama 18 Jakarta.

Menurut Sulistina Soetomo, istri Bung Tomo, PRI adalah perubahan wajah dari Barisan Pemberontakan Rakyat Indonesia (BPRI), yang didirikan dan dipimpin Bung Tomo selama masa revolusi. “Inilah satu-satunya partai di saat itu yang berlandaskan Pancasila. Lambangnya adalah pohon kelapa,” ujarnya dalam Bung Tomo Suamiku

Sejarawan AB Lapian menyebut, PRI didirikan karena adanya pertentangan di antara berbagai kepercayaan agama, aliran golongan, dan gejala-gejala lain yang membahayakan keselamatan rakyat dan negara. “Dengan maksud menghentikan gejala-gejala tersebut, maka para pejuang ‘45 menyatukan diri dalam suatu organisasi yang diberi nama Partai Rakyat Indonesia (PRI). PRI berdasarkan Pancasila dan bertujuan mempertahankan dan menegakkan kedaulatan negara kesatuan RI,” tulis Lapian dalam Terminologi Sejarah 1945-1950 & 1950-1959.

Advertising
Advertising

Untuk membesarkan partai, Bung Tomo kerap bolak-balik Malang-Jakarta. “Bung Tomo sibuk bukan main dengan partainya. Jarang di rumah,” kata Sulistina.

Baca juga: Bung Tomo Menikah Saat Perjuangan Kemerdekaan

Dalam Menembus Kabut Gelap: Bung Tomo Menggugat, Bung Tomo mengklaim partainya mendapat sambutan hangat dari rakyat. “Dalam waktu singkat kita berkembang di seluruh Indonesia. Dari Sumatera sampai ke Bandaneira (Maluku). Cabang-cabangnya tumbuh dengan pesatnya, beribu-ribu ranting timbul secara spontan.”

Ketika Kabinet Burhanuddin Harahap (Agustus 1955-Maret 1956) terbentuk, Bung Tomo ditunjuk sebagai menteri negara. Kabinet Burhanuddin merupakan kabinet koalisi dari berbagai partai. Namun karena wakil dari Masyumi mendominasi, banyak yang menyebutnya sebagai Kabinet Masyumi.

Keikutsertaan PRI dalam Kabinet Burhanuddin malah merugikan. Ia kerap mendapat serangan dari partai oposisi: PNI dan PKI. Dampaknya terasa di Bali. Made Geria dan Oka Dewangkara, pemuka PRI, memperhitungkan Bali akan menyumbang tiga kursi untuk DPR. Namun, PNI dan PKI menebar kampanye negatif bahwa Bung Tomo sudah dipimpin orang Masyumi dan hendak mengislamkan rakyat Bali.

“Rakyat yang semula sudah berketetapan untuk memilih ‘pohon kelapa’ ternyata lalu meninggalkannya,” kata Bung Tomo.

Baca juga: Riwayat Radio Pemberontakan Bung Tomo

Pada pemilu parlemen 1955, PRI meraih suara 206.161 (0,55%) dan hanya berhak atas dua kursi di DPR –salah satunya untuk Bung Tomo. Dalam pemilihan anggota Konstituante, PRI meraih suara 134.011 (0,35%) dan beroleh dua kursi untuk Purboningrat dan Basuki Resobowo.

Dalam evaluasinya, Bung Tomo menyebut beberapa faktor penyebab kegagalan partainya: anasir-anasir infiltrasi yang menggerogoti partai, kawan-kawan seperjuangan yang tak bisa menyesuaikan diri dengan kehidupan kepartaian dan perkembangan masyarakat, tidak adanya “organisasi-organisasi imbangan” (organisasi sayap), tidak adanya pendidikan kader, dan tidak adanya alat-alat penerangan partai (corong partai seperti media massa). 

Daya hidup PRI kian melemah setelah Presiden Sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959. UUD 1945 diberlakukan kembali. DPR dan Konstituante dibubarkan, dan sebagai gantinya dibentuklah MPRS dan DPR Gotong Royong, yang anggotanya ditunjuk atau ditetapkan presiden. PRI tidak dilibatkan dalam DPR Gotong Royong.

Baca juga: Saat Bung Tomo Dilarang Bicara

Bung Tomo pun menggugat Presiden Sukarno ke Pengadilan Negeri Istimewa Jakarta pada 24 Agustus 1960. Hakim Rochjani Su’ud memutuskan pembubaran DPR oleh Presiden Sukarno itu merupakan soal politik, sehingga gugatan Bung Tomo ditolak.

Setelah Dekrit Presiden, muncul pula aturan baru kepartaian. Tak semua partai bisa meneruskan kegiatannya; hanya partai-partai yang disahkan presiden setelah memenuhi syarat-syarat tertentu. PRI termasuk partai yang tak diakui, sehingga tulis Lapian, “PRI hilang dari gelanggang partai politik.”

Tamatlah riwayat partai berlambang pohon kelapa.

TAG

Pemilu

ARTIKEL TERKAIT

Mimpi Pilkada Langsung Jejak Ali Moertopo dalam Kerusuhan Lapangan Banteng Perkara Tombol Panggil di Kantor DPP Golkar Serangkaian Harapan dari Mahkamah Rakyat Mahkamah Rakyat sebagai Gerakan Moral Mencari Keadilan Eks Pemilih PKI Pilih Golkar Kematian-kematian Sekitar Pemilu 1971 PPP Partai Islam Impian Orde Baru Sudharmono Bukan PKI Ketika Komedian Mencalonkan Diri Jadi Presiden