PADA 7 Februari 1831, kapal dagang berbendera Amerika Serikat, Friendship, berlabuh di Kuala Batu, Aceh Barat Daya, untuk mengangkut lada. Kehadiran kapal-kapal dagang Amerika di pantai barat Sumatra sudah menjadi pemandangan biasa sejak pergantian abad ke-19. Namun kegiatan transaksi jual beli yang semestinya berjalan seperti biasa tersebut, lantas menjadi malapetaka bagi awak Friendship.
Friendship melepas jangkarnya dari kota Salem, Massachusetts, salah satu kota pelabuhan terpenting Amerika dalam urusan perdagangan di Timur Jauh kala itu. Dalam misinya membeli lada ke Kuala Batu, Friendship dipimpin oleh Kapten Charles M. Endicott. Friendship berlabuh dan Endicott beserta beberapa anak buahnya turun untuk menegosiasikan harga. Situasi mulai terasa aneh ketika tiga perahu kayu penuh dengan penduduk yang bersenjata mengerubungi Friendship, dan kemudian menyerangnya.
Awak kapal Friendship berhamburan, dan beberapa lainnya tewas. Friendship dirampas. “Melihat kekacauan tersebut dari pantai, Endicott dan awaknya yang tersisa melarikan diri dengan sampan ke Muki, meminta bantuan dari tiga kapten kapal lain di sana (yang juga berasal dari Salem) untuk merebut kembali Friendship,” tulis David Foster Long dalam Gold Braid and Foreign Relations: Diplomatic Activities of U.S. Naval Officers 1798-1883.
Friendship dapat direbut kembali, namun kargonya yang terdiri dari lada, opium, dan lain-lain senilai US$50.000 lenyap. Protes keras dilayangkan kepada uleebalang (kaum bangsawan) di Kuala Batu, namun tak digubris. Perampasan Friendship ini menjadi sensasi di Amerika, yang direspons oleh Presiden Andrew Jackson dengan mengirim ekspedisi militer untuk menghukum penduduk Kuala Batu. Maka, dikirimlah Komodor John Downes, dengan menahkodai Potomac beserta lebih dari 300 prajuritnya ke Aceh pada 28 Agustus 1831. Ini menjadi intervensi militer Amerika Serikat pertama di Asia.
Potomac berlabuh di Kuala Batu pada 5 Februari 1832, menyamarkan dirinya sebagai kapal dagang Denmark. Penduduk Kuala Batu tidak curiga. Downes dan 282 prajuritnya tiba-tiba menyerang. Kuala Batu dibombardir dan terbakar hebat, dan meski penduduknya telah melawan sekuat tenaga, perbedaan teknologi senjata membuat mereka akhirnya menyerah.
Lebih dari 450 penduduk Kuala Batu, termasuk wanita dan anak-anak, tewas. Di pihak Amerika, dua prajurit tewas dan sebelas orang luka-luka. Potomac pun berlayar pulang setelah memberi peringatan keras terhadap penduduk yang menyerah untuk tidak lagi menyerang kapal-kapal Amerika. Nantinya, meski mendapat kritik keras publik di kampung halaman, keputusan Downes dianggap tepat oleh Presiden Andrew Jackson sendiri.
Mengapa penduduk Kuala Batu menyerang Friendship?
Salah satu sebab khususnya adalah karena mereka muak dengan pedagang Amerika yang suka mencurangi takaran timbangan. “Endicott menghabiskan banyak waktu dengan Po Adam, uleebalang setempat, yang memperingatkannya bahwa raja-raja lokal tengah marah karena turunnya harga lada dan kapten-kapten kapal yang kabur dengan tidak membayar penuh,” tulis Robert Booth dalam Death of an Empire: The Rise and Murderous Fall of Salem, America’s Richest City.
Setelahnya, arus kapal-kapal dagang dari Salem ke Aceh kian intensif. Pada 1839, pemerintah kota Salem kemudian memutuskan untuk membuat logo kota bergambarkan sosok penduduk dengan pakaian khas Aceh dan kalimat berbahasa Latin: “Ke pelabuhan terjauh yang kaya di Timur.”
“Logo tersebut merupakan contoh bagaimana Salem memaknai aktivitas dagangnya di Hindia sebagai simbol kejayaan dan keterlibatannya dalam dunia komersial internasional,” tulis Jessica Lanier, “Salem’s China Trade: Pretty Presents and Private Adventures,” termuat dalam Global Trade and Visual Arts in Federal New England suntingan Patricia Johnston dan Caroline Rank.