Masuk Daftar
My Getplus

Kesalahan Teknis dalam Kamus Sejarah Indonesia Jilid I

Sejarawan Ayang Utriza Yakin paparkan beberapa kesalahan teknis dalam penyusunan Kamus Sejarah Indonesia Jilid I terbitan Kemendikbud.

Oleh: Andri Setiawan | 23 Apr 2021
Ilustrasi Kamus Sejarah Indonesia Jilid I. (Betaria Sarulina/Historia).

Tidak dicantumkannya nama KH Hasyim Asy’ari dalam Kamus Sejarah Indonesia Jilid I yang disusun Kemendikbud RI memunculkan diskusi baru mengenai pembuatan kamus sejarah. Kamus yang dibuat pada 2017 ini memiliki beberapa kesalahan teknis dan terkesan disusun secara buru-buru.

Sejarawan Ayang Utriza Yakin dalam Dialog Sejarah “Kisruh Kamus Sejarah” di saluran Youtube dan Facebook Historia, Jumat, 23 April 2021 menyebut bahwa Kamus Sejarah Indonesia Jilid I tidak dibuat dengan dengan metodologi sejarah yang ketat. Selain itu, kamus juga tidak ditulis oleh orang yang ahli pada tiap-tiap lema.

“Artinya karena ini berbicara mengenai sejarah, seharusnya juga disusun, ditulis oleh para ahli di bidangnya masing-masing. Secara sederhananya kamus ini menunjukkan satu: keterbatasan pengetahuan para penulis, penyusun, dan penyunting,” kata Ayang.

Advertising
Advertising

Baca juga: Kamus Sejarah Indonesia Jilid I Segera Direvisi

Ayang juga menyoroti perihal teknis penulisan kamus. Pertama, sampul kamus cenderung membingungkan karena menggunakan dua bahasa, yakni bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Judul Kamus Sejarah Indonesia Jilid I, Nation Formation (1900-1950) menimbulkan pertanyaan apakah kamus ini disusun untuk pembaca berbahasa Inggris atau Indonesia.

Kesalahan kedua terletak pada ketidakjelasan periode dan tema sejarah dalam kamus. Penyusun tidak menjelaskan mengapa tertulis periode 1900 hingga 1950. Padahal, lanjut Ayang, sejarah Indonesia dimulai antara abad ke-4 dan 5 sesuai dengan temuan bukti tertulis dari Kerajaan Tarumanegara dan Kutai Kertanegara.

Selain itu, lanjut Ayang, penyebutan Indonesia pada kamus ini juga menjadi pertanyaan. Jika merujuk pada Indonesia sebagai sebuah negara-bangsa, sejarahnya baru dimulai sejak Proklamasi 17 Agustus 1945. Bahkan jika merujuk pada kata “Indonesia” yang digunakan dalam organisasi sebelum Indonesia merdekapun, tidak dimulai pada tahun 1900.

“Terlihat tidak ada metodologi ilmu sejarah dalam penyusunan ini secara ketat,” ujar profesor tamu Kajian Islam Ghent University Belgia itu.

Baca juga: Scarecrow Press, Penerbit Kamus Sejarah Indonesia

Menurut Ayang, kesalahan teknis juga meliputi bentuk kamus itu sendiri yang lebih menyerupai ensiklopedia. Pertama, kamus biasanya lebih singkat dan padat. Sementara ensiklopedia lebih panjang dan lengkap materinya sehingga bisa menjadi rujukan penulis. Lema dalam kamus juga memiliki informasi yang berdiri sendiri.

“(Dalam kamus) tidak ada yang namanya saling rujuk atau bahasa Inggrisnya cross references. Kalau di ensiklopedia itu ada saling rujuk atau cross references,” terangnya.

Kemudian, kamus harus memiliki jumlah kata yang pasti dalam setiap lema-nya. Misalnya dijelaskan bahwa setiap lema hanya terdiri dari 25 sampai 50 kata. Sementara dalam Kamus Sejarah Indonesia Jilid I, jumlah kata tiap lema tidak memiliki aturan pasti.

“Ada tokoh yang ditulis cuma lima baris, enam baris, satu halaman. Ada tokoh yang ditulis sampai lima halaman,” ungkap Ayang.

Kamus biasanya juga hanya satu jilid, berisi lema-lema dari abjad A hingga Z. Hal ini karena kamus hanya bersifat sebagai referensi singkat mengenai topik yang hendak dicari seseorang. Sementara informasi lebih lengkap bisa merujuk pada ensiklopedia maupun buku-buku terkait.

“Jadi kamus itu hanya pengantar,” jelas Ayang.

Baca juga: Kisah Kamus Sejarah Mengenai Indonesia

Ayang menambahkan bahwa kekurangan lain dalam penyusunan kamus sejarah ini dan penulisan sejarah Indonesia pada umumnya adalah kecenderungan berfokus pada sejarah tokoh, organisasi, dan peristiwa politik. Sementara, sejarah kehidupan orang biasa di berbagai daerah di Indonesia jarang sekali dituliskan.

“Lagi-lagi, kamus sejarah atau yang ditulis sejarah itu isinya cuma tokoh, organisasi, peristiwa. Rakyat di mana?” kata Ayang.

Menurut Ayang, daripada merevisi kamus sejarah yang telah menjadi polemik ini, lebih baik Kemendikbud membuat kamus baru. Kamus baru diharapkan dapat mengangkat sejarah kehidupan orang biasa. Penyusunannya hendaknya juga melibatkan Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), jurusan sejarah lintas kampus serta sejarawan-sejarawan dari berbagai daerah di Indonesia.

 “Saran saya satu, harus dilakukan penulisan ulang kamus sejarah ini,” ujarnya.

TAG

kamus sejarah kemendikbud

ARTIKEL TERKAIT

Guyonan ala Bung Karno dan Menteri Achmadi Percobaan Pembunuhan Leon Trotsky, Musuh Bebuyutan Stalin Serangkaian Harapan dari Mahkamah Rakyat Mahkamah Rakyat sebagai Gerakan Moral Mencari Keadilan Permina di Tangan Ibnu Sutowo Selintas Hubungan Iran dan Israel Eks Pemilih PKI Pilih Golkar Rencana Menghabisi Sukarno di Berastagi Kematian-kematian Sekitar Pemilu 1971 Melawan Sumber Bermasalah