Masuk Daftar
My Getplus

Jejak Langkah Sang Pengikut Tan Malaka

Dia bergerak dari Jong Java hingga Murba. Semula bersama Hatta-Sjahrir kemudian menjadi pengikut Tan Malaka.

Oleh: Martin Sitompul | 24 Mar 2017
Kiri-kanan: Bonnie Triyana, Bambang Sulistomo, Harry A. Poeze, dan Ridwan Saidi dalam bedah buku "Ayahku Maroeto Nitimihardjo: Mengungkap Rahasia Gerakan Kemerdekaan" di Gedung Joang '45, Menteng, Jakarta, 24 Maret 2017. (Nugroho Sejati/Historia).

Pada dekade 1970-an, Harry A. Poeze bertandang ke Menteng, Jakarta Pusat. Sejarawan Belanda itu tengah mengadakan riset tentang perjuangan Tan Malaka dalam revolusi Indonesia. Poeze bersua dengan Maroeto Nitimihardjo, tokoh Partai Murba, partai yang dibentuk Tan Malaka tahun 1948.

“Dia adalah informan yang penting,” ujar Poeze dalam acara bedah buku Ayahku Maroeto Nitimihardjo karya Hadijojo Nitimihardjo yang diselenggarakan Tan Malaka Institute di Gedung Joang, Menteng, Jakarta Pusat, 24 Maret 2017.

“Sepintas dia terlihat moderat tapi nyatanya sangat radikal,” ungkap Poeze menggambarkan sosok Maroeto.

Advertising
Advertising

Maroeto Nitimihardjo lahir di Cirebon dari keluarga aristokrat, pada 26 Desember 1906. Persinggungannya dalam pergerakan diawali tatkala menjadi anggota Jong Java. Dia kemudian tergabung dalam Perhimpunan Pemuda Pelajar Indonesia (PPPI), salah satu organisasi pemuda yang menginisiasi Sumpah Pemuda.

Menurut sejarawan Bonnie Triyana, kesaksian Maroeto yang dituturkan kepada putranya yang kelima, Hadidjojo dalam buku ini merupakan sumber sejarah yang bisa menjadi alternatif dalam memahami perjalanan sejarah kemerdekaan Indonesia.

Baca juga: Hikayat Tan Malaka, Sang Buronan Abadi

Jejak langkah Maroeto, menurut pemimpin redaksi majalah Historia ini, punya aspek menarik dan memberikan gambaran sejarah pada zamannya. Maroeto lahir di zaman kolonial dari kalangan status sosial menengah ke atas dan mendapat pendidikan ala Barat. Kemudian turut dalam gelanggang pergerakan nasional dan berjuang di zaman Jepang. Bersama Adam Malik, Maroeto turut membidani lahirnya Antara, cikal bakal kantor berita Indonesia.

“Pergerakan Maroeto menjadi menarik karena di masa menjelang kemerdekaan, dalam buku ini dia menyatakan pemuda di kubunya adalah ‘kelompok tertutup,” tutur Bonnie.

Dalam buku ini, Maroeto menyaksikan dan melakoni kisah lain di balik sejarah kemerdekaan Indonesia. Mulai dari langgam keroncong dalam lagu Indonesia Raya yang dialunkan WR Soepratman dalam Sumpah Pemuda hingga hingga kesakian tentang adanya testamen politik Bung Karno kepada Tan Malaka yang bertempat di kediaman Suharto, dokter pribadi Bung Karno, di Jalan Kramat raya, Jakarta Pusat.

Baca juga: Tan Malaka dan Logika Mistika Kaum Sebangsa

Sebagai seorang Murbais, persinggungan Maroeto dengan Tan Malaka tak serta merta. Muhammad Yamin-lah yang memperkenalkan Maroeto terhadap gagasan Tan Malaka. Saat Kongres Pemuda II, Yamin memberikan risalah Tan Malaka berjudul Massa Actie (Aksi Massa) dan Naar de Republiek Indonesia (Menuju Republik Indonesia). Kendati demikian, sebagai seorang elite terdidik, Maroeto lebih memilih menjadi kader PNI Pendidikan yang dibentuk Mohammad Hatta dan Sutan Sjahrir hingga kedatangan Jepang.

Di masa revolusi, Maroeto justru berseberangan dengan Sukarno-Hatta yang memilih berdiplomasi dengan Belanda. Program “Merdeka 100 persen” yang diserukan Tan Malaka pada Persatuan Perjuangan tahun 1946 menarik Maroeto menjadi pengikut Tan Malaka. Partai Rakyat yang dipimpinnya berfusi menjadi Musyawarah Orang Banyak atau Murba pada 7 November 1948 yang diketuai oleh Sukarni namun dipromotori oleh Tan Malaka.

Di Partai Murba, Maroeto lebih banyak diam dan mengendalikan partai dari dalam. Pada dekade 1950-an, Maruto menjadi yang pertama mengeluarkan mosi menolak Konferensi Meja Bundar (KMB). Dia menjabat Wakil Ketua Partai Murba antara 1952-1963 sebelum kemudian dibekukan pemerintahan Sukarno pada 1964.

Baca juga: Murba Dukung Tan Malaka Jadi Pahlawan Nasional

Hingga akhir hayatnya, Maroeto seorang Murbais yang konsisten ketika banyak tokoh Murba beralih haluan seturut dengan penguasa, seperti Adam Malik.

Dia meninggal pada 17 Januari 1989. Kini, Maroeto yang telah menjadi perintis kemerdekaan diusulkan menjadi Pahlawan Nasional.

Ridwan Saidi yang juga turut sebagai pembicara mengapresiasi buku ini karna memperkaya perspektif sejarah. Kendati demikian, budayawan Betawi ini juga mengkritisi isi buku karena subjektivisme yang begitu kuat di dalamnya, terutama mengenai peran dan perjuangan kelompok Islam yang dipinggirkan.

TAG

tan malaka murba

ARTIKEL TERKAIT

Dirikan Media, Cara Murba Tangkis Komunis Ekstradisi dari Hong Kong? Tentara Rakyat Ikut Murba Murba Dukung Demokrasi Terpimpin, Tan Malaka Jadi Pahlawan Nasional Percobaan Pembunuhan Leon Trotsky, Musuh Bebuyutan Stalin Serangkaian Harapan dari Mahkamah Rakyat Mahkamah Rakyat sebagai Gerakan Moral Mencari Keadilan Permina di Tangan Ibnu Sutowo Selintas Hubungan Iran dan Israel Eks Pemilih PKI Pilih Golkar