TAK rela negeri bekas jajahannya lepas, yang tentu bakal merugikan kepentingan Belanda, pemerintah Belanda mengirimkan Gubernur Jenderal Hindia Belanda Hubertus Johannes van Mook ke Indonesia. Dia dianggap orang yang tepat. Lahir di Indonesia (Semarang), intelektual, dekat dengan sejumlah cendekiawan Indonesia yang relatif progresif.
Namun, situasi sudah berubah. Van Mook pun menyiasatinya dengan menawarkan konsep negara federal. Sejak lama, dia mengidamkan Hindia Belanda lepas dan tak diperintah dari Belanda tetapi dari Batavia. Dia juga ingin gubernur jenderal memiliki kekuasaan yang kuat.
Kali ini, Van Mook punya pertimbangan lain. Akibat perang, Jawa menjadi miskin sedangkan luar Jawa punya peluang memulihkan ekonomi. Politik kesatuan akan membebani luar Jawa yang harus menanggung pemulihan Jawa, tetapi di sisi lain luar Jawa akan tertulari (nasionalisme) Jawa.
Baca juga: Van Mook, Tokoh Belanda Kontroversial dalam Memori Orang Indonesia
Van Mook memulainya dengan Konferensi Malino, yang membuka jalan bagi munculnya sejumlah negara bagian. Langkah politiknya melalui perundingan dengan Republik Indonesia juga berujung pada pembentukan Republik Indonesia Serikat. Namun, dia harus menelan pil pahit karena berseberangan jalan dengan pemerintahnya dan kelompok federalis yang dia bentuk.
Gagasan Van Mook bukan hanya gagal tetapi juga mematikan alternatif dari bentuk negara kesatuan. Setiap kali wacana federalisme muncul, ia langsung tenggelam dengan alasan ia alat devide et impera (politik pecah belah atau adu domba) Belanda. Selain itu, sejarah federalisme di Indonesia selalu dikait-kaitkan dengan kekuasaan kaum feodal.
Bagaimana pengalaman masa-masa negara federal dijalankan? Berikut ini laporan khusus jalan terjal negara federal.
Langkah Van Mook di Tengah Amok
Dalam Bayang-bayang Unitarisme
Eksperimen Pertama Negara Federal
Presiden Negara Indonesia Timur dari Bali
Jalan Hidup Perdana Menteri Negara Indonesia Timur