Pada 11 Februari 2020, harian Washington Post, stasiun televisi Jerman ZDF, dan stasiun televisi Swiss SRF, merilis laporan hasil penyelidikan terhadap Crypto AG di Swiss, perusahaan komersial yang menawarkan jasa menjaga kerahasiaan data.
Ternyata, secara diam-diam, CIA (Dinas Intelijen Amerika Serikat) dan BND (Dinas Intelijen Jerman), selama puluhan tahun melakukan pengintaian terhadap negara-negara di seluruh dunia yang menggunakan jasa Crypto AG. Mulai dari pasca Perang Dunia II hingga kini, lebih dari 120 negara menggunakan perangkat pengkodean komunikasi Crypto AG.
Voaindonesia.com melaporkan bahwa pemerintahan negara-negara itu tidak mengetahui bahwa Crypto AG secara diam-diam dimiliki oleh CIA dan BND. Dw.com menyebut kepemilikan CIA dan BND di perusahaan itu disamarkan sedemikian rupa sehingga tidak diketahui publik. Hingga otoritas Swiss menginvestigasi dugaan bahwa Crypto AG hanyalah perusahaan terselubung yang dioperasikan CIA dan BND.
CIA dan BND menamakan operasi pengintaian lewat perangkat Crypto AG dengan sandi Thesaurus dan Rubicon.
Mantan pejabat BND, dikutip dw.com, mengatakan bahwa BND telah menarik diri dari Crypto AG pada 1993 dan selanjutnya perusahaan itu dioperasikan sendiri oleh CIA. Namun BND masih menjaga hubungan baik dengan Crypto AG dan CIA. BND menarik diri setelah Hans Buehler, seorang perwakilan Crypto AG, ditahan di Iran pada 1992, sehingga beberapa negara mencium keterlibatan intelijen di Crypto AG.
Hans Buehler Ditahan Iran
Menurut Nelson McAvoy dalam Coded Messages: How the CIA and NSA Hoodwink Congress and the People, Hans Buehler merupakan penjual Crypto AG tekemuka yang telah bekerja selama 13 tahun. Ketika melakukan perjalanan yang ke-25 ke Iran atas nama Crypto AG, dia ditangkap pada 18 Maret 1992. Dia ditahan di sel isolasi di penjara Evin, yang terletak di utara Teheran. Dia diinterogasi hampir setiap hari selama lima jam.
“Saya tidak pernah dipukuli, tetapi saya diikat ke bangku kayu dan diberi tahu bahwa saya akan dipukuli. Saya diberi tahu bahwa Crypto AG adalah pusat mata-mata yang bekerja dengan badan intelijen asing (Amerika Serikat dan Jerman, red.),” kata Buehler.
McAvoy menyebut Buehler tidak pernah mengakui kesalahan apa pun di pihaknya atau di pihak Crypto AG. Tampaknya dia bertindak dengan iktikad baik dan orang-orang Iran memercayainya. “Saya tidak tahu bahwa peralatan itu disadap; sebaliknya, [kalau Buehler tahu] orang Iran akan mengeluarkan [informasinya] dari saya dengan berbagai metode,” kata Buehler.
Setelah sembilan bulan ditahan, Buehler dibebaskan pada Januari 1993. Crypto AG menebusnya US$1 juta kepada Iran. Tak lama setelah kembali ke Zurich, dia dipecat Crypto AG. Bahkan, menurut McAvoy, Crypto AG menuntutnya mengembalikan US$1 juta yang diberikan kepada Iran untuk membebaskannya.
Baca juga: Menyadap Tahanan Perang Nazi
Menurut Wayne Madsen dalam National Security Agency Surveillance: Reflections and Revelations 2001-2013, bingung dengan perubahan perusahaannya, Buehler mulai mencari tahu alasan mengapa dia dipecat. Pegawai dan mantan pegawai tampaknya sangat marah dengan perlakukan Crypto AG terhadap Buehler. Mereka mulai bercerita kepada Buehler tentang peralatan sandi dimanipulasi.
Seorang mantan insinyur tingkat atas Crypto AG menguatkan kecurigaan Buehler. Dia berkata, “Saya memegang bukti dari kecurangan mesin kode. Bukti ini berada di tempat yang aman. Lima belas tahun yang lalu, saya melihat insinyur Amerika dan Jerman memalsukan mesin kita.”
Mantan insinyur Crypto AG yang tidak diungkapkan identitasnya itu mengatakan kepada televisi Swiss: “Butuh waktu lama sampai saya yakin tentang manipulasi. Buktinya: dokumen teknis... Saya menyimpannya di brankas bank. Lalu saya memberi tahu kantor kejaksaan federal di Berne. Ada banyak percakapan. Tiba-tiba, kontak ini terputus dan masalahnya mereda.” Ketika ditanya mengapa tidak mempublikasikan buktinya secara terbuka, dia takut akan konsekuensinya. “Hal yang sama dapat terjadi pada saya seperti yang terjadi pada Hans Buehler.”
Insinyur itu mengatakan kepada wartawan lain, “skema dan kunci sandi dibuat oleh mereka [NSA dan BND]. Saya segera, diam-diam, memberi tahu kantor kejaksaan Swiss. Ada penyelidikan. [Namun] Saya tidak pernah bisa mengetahui hasilnya. Hari ini, peristiwa Buehler membuat semuanya terbuka lagi. Dan, saya khawatir. Apa yang terjadi pada Hans Buehler dapat terjadi pada tenaga penjualan Crypto AG lainnya. Ini bukan masalah menyerang perusahaan ini, ini masalah menyelamatkan jiwa...”
Indonesia dan Crypto AG
Menurut Masden, ketika media Swiss mulai mengungkap latar belakang kisah Buehler, Crypto AG merespons dengan menggugat mantan karyawannya itu. Manajemen Crypto AG takut kerja samanya dengan intelijen asing akan terungkap. Mereka jelas berkepentingan untuk menghentikan cerita dan memberangus pemain utamanya, Buehler.
Namun demikian, lanjut Masden, kerusakan kredibilitas Crypto AG sudah terjadi. Banyak pelanggan Crypto AG mulai menjauhkan diri dari perusahaan. Akibatnya, manajemen Crypto AG mulai meyakinkan pelanggannya tentang stabilitas dan independensi dari dinas intelijen Barat.
“Pada musim gugur 1994, sebuah delegasi yang risau dari Indonesia diundang, atas biaya Crypto AG, untuk mengunjungi kantor pusat perusahaan di Steinhausen,” tulis Masden.
Baca juga: CIA Menyadap Angkatan Darat
Indonesia juga disebut dalam dokumen sangat rahasia (top secret) yang dibuat William F. Friedman, asisten khusus direktur National Security Agency Amerika Serikat, yang berisi laporan kunjungannya ke Crypto AG pada 21-28 Februari 1995. Friedman menyebut Indonesia dalam informasi mengenai penjualan mesin C-line.
Dari 30 negara yang telah membeli atau masih negosiasi, Indonesia berada di nomor 20: “kami melakukan korespondensi bisnis yang berantakan, bolak-balik, tetapi sekarang mereka akhirnya memutuskan untuk memesan 20 atau 30 C-52. Pesanan belum tegas –mereka sedang menunggu untuk mendapatkan apropriasi (pengambilan untuk keperluan sendiri, red.) dan juga izin impor.” “Saya gagal bertanya mengapa izin impor,” kata Friedman.
Tidak diketahui apakah 20 atau 30 mesin C-52 itu jadi dibeli atau tidak. Mungkinkah pemesanan itu terkait kredit Export Risk Guarantee (ERG) yang resmi secara prinsip diberikan kepada Crypto AG untuk mengekspor mesin penyandi (coding machine)?
Menurut George Junus Aditjondro dalam Korupsi Kepresidenan, mesin penyandi itu digunakan untuk menulis pesan sandi ke pimpinan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI). Kontrak ini senilai Sfr6,1 juta (US$4 juta). Menurut salah seorang sumber, tampaknya kontrak tersebut belum pernah diwujudkan. Harapannya, pemerintah Swiss –dengan mendengarkan rakyatnya dan sejumlah organisasi hak asasi manusia– akan meninjau dan kemungkinan akan membatalkan kredit yang diajukan.
Baca juga: Kode Partikelir Bung Hatta dan Ali Sastroamidjojo
Terungkapnya kembali hubungan Crypto AG dengan intelijen (CIA dan BND), membuat perusahaan itu kembali menghadapi masalah seperti setelah peristiwa penangkapan Hans Buehler. Mungkinkah kali ini Crypto AG akan mendapat tekanan lebih besar dari negara-negara yang menggunakan perangkatnya?
Dari lebih dari 120 negara yang menggunakan jasa Crypto AG, Indonesia termasuk di dalamnya. Ini diakui oleh juru bicara BSSN (Badan Siber dan Sandi Negara), Anton Setiyawan. Kepada suara.com, dia mengatakan bahwa beberapa jenis produk Crypto AG hingga kini masih digunakan oleh BSSN. Namun, seiring perkembangan teknologi dan riset yang dikembangkan oleh BSSN, peralatan keamanan informasi mengalami pembaruan dan beberapa telah menggunakan produk karya mandiri.
Mengenai kemungkinan disadap, Anton mengatakan bahwa BSSN telah melakukan kostumisasi dan modifikasi terhadap peralatan-peralatan enkripsi yang digunakan baik dari segi kunci enkripsi maupun algoritma yang digunakan. Sehingga seandainya terjadi penyadapan, tidak mudah untuk mengetahui informasi rahasia yang telah dienkripsi.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri, Teuku Faizasyah, kepada suara.com, juga mengatakan bahwa salah satu alat komunikasi rahasia yang digunakan pemerintah Indonesia memang buatan Swiss. Namun, dia tak ingat apakah perangkat tersebut buatan Crypto AG atau bukan.