Ibu Negara Ani Yudhoyono meninggal dunia di National University Hospital, Singapura, Sabtu, 1 Juni 2019, pukul 11.50 waktu setempat, setelah menjalani perawatan penyakit kanker darah sejak Februari 2019.
Kristiani Herrawati lahir pada 6 Juli 1952 di Yogyakarta, sebagai anak ketiga dari pasangan Sarwo Edhie Wibowo dan Sunarti Sri Hidayah.
Ada kisah di balik nama Kristiani Herrawati. Saat dia lahir, Sarwo ditugaskan di Batalyon Kresna di Yogyakarta. Ini suatu kebetulan karena dia mengagumi tokoh pewayangan yang berkarakter baik itu.
“Begitu aku lahir, Papi langsung mendapat ilham untuk menyematkan ‘Kresna’ dalam namaku,” kata Ani dalam biografinya, Kepak Sayap Putri Prajurit karya Alberthiene Endah. Tentu saja tidak mungkin diberi nama Kresna karena identik dengan laki-laki. Ditambahi “wati” pun terdengar lucu: Kresnowati. “Akhirnya Papi memberi nama Kristiani.”
Sedangkan nama Herrawati dipilih dari penggalan kisah yang pernah diceritakan ayahnya. Herrawati memiliki makna kekuatan yang bisa menyapu bersih halang rintang saat terjadi huru-hara.
Baca juga: Jejak Karier Sarwo Edhie Wibowo Sebelum G30S
Ani tumbuh seiring penugasan ayahnya. Setelah Yogyakarta, Sarwo ditugaskan di Gombong, kemudian Magelang. Di sini lahir Pramono Edhie Wibowo pada 5 Mei 1955. Kelak menjabat posisi strategis: Danjen Kopassus, Pangdam Siliwangi, Panglima Kostrad, dan Kepala Staf TNI.
Dari Magelang, Sarwo pindah tugas ke Sekolah Para Komando Angkatan Darat di Batujajar, pada 1959. Dia kemudian menjabat komandan RPKAD (Kini Kopassus) yang memimpin penumpasan PKI pasca Gerakan 30 September 1965.
Setelah itu, Sarwo menjabat Pangdam II Bukit Barisan dan Pangdam XVII Cenderawasih. Dianggap menyaingi pamor Presiden Soeharto, Sarwo kemudian ditugaskan menjabat Gubernur Akademi Militer di Magelang. Di sinilah dia mendapat menantu, siswa Akmil, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Ketika menghadap Sarwo, SBY bertemu Ani yang tengah mengunjungi ayahnya. Saat itu, Ani tinggal di Jakarta karena kuliah kedokteran di Universitas Kristen Indonesia. Sayangnya, dia gagal menyelesaikan pendidikannya.
Baca juga: Alasan Sarwo Edhie Memimpin Operasi Penumpasan PKI
Hubungan SBY dan Ani berlanjut. Keluarga merestui hubungan mereka. SBY dan Ani tunangan pada 1974 karena Ani ikut ayahnya tugas sebagai duta besar di Seoul, Korea Selatan. Ketika Ani kembali ke Indonesia, giliran SBY yang tengah mengikuti pendidikan militer di Amerika Serikat. Setelah kembali dari Negeri Paman Sam, SBY menikahi Ani pada 30 Juli 1976. Mereka dikaruniai dua orang putra: Agus Harimurti Yudhoyono dan Edhie Baskoro Yudhoyono.
Ani mengikuti jejak ibunya yang bersuami tentara. Ibunya berpesan: “begitu masuk ke dalam kehidupan tentara, Ani, kamu harus belajar dua hal: kuat mendampingi suami dalam berbagai kondisi tugasnya, serta harus pandai beradaptasi. Tiada lain.”
“Pengalaman menjadi anak tentara membuat saya tak kaget setelah menjadi istri tentara. Saya bisa mendampingi SBY menempuh karier militernya dengan corak kehidupan yang berubah-ubah,” kata Ani dalam 10 Tahun Perjalanan Hati karya Alberthiene Endah.
Karier militer SBY sampai puncak dengan pangkat jenderal. Dia menjalani pendidikan militer di dalam dan luar negeri. Begitu pula penugasannya. Jabatan terakhir di militer sebagai Kepala Staf Teritorial (Kaster) ABRI. Sedangkan penugasan ke luar negeri sebagai Chief Military Observer United Nation Peace Forces di Bosnia-Herzegovina.
Baca juga: Wangsit Sarwo Edhie Wibowo
SBY pensiun dari militer karena ditunjuk menjadi menteri. Dia menjabat Menteri Pertambangan dan Energi kemudian Menteri Koordinator Politik, Sosial, dan Keamanan (Menko Polsoskam) di era pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid. Dia kembali menjabat Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam) pada masa pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri. Setelah itu, dia mendirikan Partai Demokrat pada 9 September 2002.
“Hal yang terasa beda, ketika SBY akhirnya terjun ke dunia politik. Inilah penyesuaian diri saya yang memerlukan mental lebih tangguh. Karena flavour politik beda dengan tempaan dalam kehidupan tentara. Kelihatannya memang tidak sekeras di barak, tapi politik itu 'makan dalem'. Batin dan pikiran digerus,” kata Ani.
Baca juga: SBY Mengaku Keturunan Raden Wijaya
Walau begitu, Ani mendukung SBY memilih jalan politik untuk mengabdi kepada negara. “Dari istri menteri saya kemudian ikut menyibukkan diri mendampingi SBY membangun Partai Demokrat. Hingga akhirnya dia diantar ke posisi puncak. Menjadi seorang presiden,” kata Ani.
Selama mendampingi SBY, Ani dengan semangat menjadi anak-anak tangga yang dilintasi SBY. "Dan sepanjang itu saya berada di sisinya.” Kini, dia berada di sisi-Nya.