Masuk Daftar
My Getplus

Hamka dan Tongkatnya

Pernah pada suatu masa, para pemuda gandrung memakai tongkat. Jalan pakai tongkat terlihat gagah dan ganteng.

Oleh: Hendri F. Isnaeni | 28 Jan 2015
Hamka dalam KTT Islam di Thaif, Mekah, Arab Saudi, 1981 (kiri). Hamka sebagai mubalig Muhammadiyah di Makassar, 1931 (kanan). Foto: koleksi keluarga Hamka.

DALAM karyanya Lembaga Budi, Hamka mengingatkan bahwa hobi bisa membuat kita “bodoh” atau tanpa berpikir panjang rela merogoh kocek besar demi memuaskan kegemaran. Namun Hamka sendiri punya hobi: mengoleksi tongkat.

Hamka sudah membawa tongkat pada masa revolusi. Kala itu, sebagai ketua Front Persatuan Nasional (FPN) dan Badan Pembela Negara dan Kota (BPNK) di Sumatra Barat, dia bergerilya masuk-keluar hutan, mengelilingi hampir seluruh nagari di Sumatra Barat dan Riau, untuk mengobarkan semangat perjuangan. Dia ditemani muridnya, Ichsanuddin Ilyas, dan sesekali anaknya, Rusydi Hamka, yang baru berusia sebelas tahun. “Dalam perjalanan itu tongkat benar-benar sangat membantu,” tulis Rusydi Hamka dalam Pribadi dan Martabat Buya Prof. Dr. Hamka

Hamka menggunakan tongkat untuk menopang langkah ketika mendaki, menahan keseimbangan bila turun, juga senjata untuk menghalau binatang berbisa. Barang bawaan, berupa bekal perjalanan atau buah tangan, juga bisa digantungkan pada tongkat. “Tongkat adalah salah satu hobby ayah sejak masih muda,” kata Rusydi.

Advertising
Advertising

Kepada Rusydi, Hamka bercerita, di zaman mudanya banyak orang yang sepertinya, hobi mengumpulkan tongkat. “Jalan pakai tongkat kelihatan ganteng, sampai pernah diadakan pertandingan raja tongkat. Seperti yang kita kenal sekarang dengan pertandingan raja dan ratu kacamata, tapi ayah tidak ikut.”

Beberapa mubalig muda Muhammadiyah dari Minangkabau membawa tongkat ketika menghadiri Kongres Muhammadiyah ke-20 di Yogyakarta pada 1931. Hal yang sama dilakukan Hamka ketika jadi mubalig Muhammadiyah di Makassar pada 1931. Sebuah foto mengabadikan Hamka dalam usia menjelang 30 tahun, berkacamata dengan jas putih dan bersarung, dan di tangan kirinya tergantung sebuah tongkat. Baca juga: Buya Hamka di Bawah Panji Muhammadiyah

Orang-orang tahu Hamka mengoleksi tongkat. Setiap berkunjung ke berbagai daerah dia dihadiahi tongkat. Koleksi tongkatnya lumayan banyak. Namun dia suka menghadiahkannya lagi ke orang-orang tertentu sehingga hanya tersisa sebelas tongkat. Salah satunya, yang terbuat dari gading gajah, hadiah dari Rahmi Hatta ketika Hamka ta’ziah di hari ketiga wafatnya Mohammad Hatta.

Hatta mendapatkan tongkat itu dari seorang teman yang memberikan kepadanya disertai harapan semoga lekas sembuh. “Tongkat sebaik itu menurut Ny. Rahmi harus diwarisi oleh teman terbaik Bung Hatta, dan jatuhlah pilihan itu pada Buya Hamka. Bung Hatta menyebut Buya sebagai ‘guru agama’ beliau,” demikian dikutip dari Bung Hatta Kita dalam Pandangan Masyarakat.

Ketika pindah ke Jakarta pada 1950, Hamka tidak lagi menggunakan tongkat. “Pagi-pagi keluar rumah berebutan naik oplet atau trem, dia tidak membawa tongkat,” kata Rusydi. Begitu pula ketika melawat ke Amerika Serikat untuk memberikan ceramah di beberapa universitas pada 1952.

Hamka kembali memakai tongkat setelah terjatuh di tangga Masjid Al-Azhar usai salat magrib pada 1960. Tulang di sekitar ruas tumitnya patah. Sejak itu, kalau berceramah atau berpidato, Hamka selalu minta disediakan kursi. “Tongkat pun tak pernah ketinggalan ke manapun dia pergi,” kata Rusydi.

Suatu waktu Sukarno pernah menyuruh Hamka supaya tidak memakai tongkat. “Kelihatan lebih tua,” katanya. Sukarno sendiri memiliki dan membawa tongkat, tapi tongkat komando.

Di usia senjanya, Hamka memakai tongkat dalam berbagai kegiatan, di dalam maupun di luar negeri. Bahkan sampai di pengujung usia, tongkat berada di sampingnya. “Ketika takdir kematiannya tiba, tongkat yang paling sering dibawanya, yaitu sejenis kayu dari Pakistan, tersandar di bagian kepala pembaringannya di ruangan ICU Rumah Sakit Pertamina,” kata Rusydi. Hamka wafat pada 24 Juli 1981.*

TAG

buya hamka 1931 tongkat

ARTIKEL TERKAIT

Menyibak Warisan Pangeran Diponegoro di Pameran Repatriasi Tongkat Kiai Cokro Diponegoro Sosok Itu Bernama Hamka Memamerkan Negeri Jajahan Memburu Kapal Hantu Perdebatan Gelar Pahlawan untuk Presiden Soeharto Paris Palsu di Masa Perang Dunia I Arsip Foto Merekam Jakarta di Era Bung Karno Presiden Bayangan Amerika Serikat Park Chung Hee, Napoleon dari Korea Selatan