Masuk Daftar
My Getplus

CIA Gagalkan KAA II di Aljazair

KAA II di Aljazair gagal karena gedungnya dibom. Pelakunya diduga CIA.

Oleh: Hendri F. Isnaeni | 13 Jul 2020
Presiden Sukarno menyampaikan pidato pembukaan Konferensi Asia Afrika di Bandung, Jawa Barat, pada 18 April 1955. (IPPHOS).

Pada 19 Juni 1965 dini hari yang sepi terdengar berondongan senapan mesin, mungkin ke udara. Deru panser bergerak membawa tentara yang bertugas memutus semua kawat telepon yang terhubung ke istana presiden.

Pasukan bersenjata menyerbu istana dan membawa Presiden Aljazair Ahmed Ben Bella yang sedang tertidur lelap. Gerakan militer itu hanya berlangsung sepuluh menit.

Sejak saat itu berakhirlah kekuasaan Ben Bella. Dia dikudeta oleh Kolonel Houari Boumediene, Panglima Tentara Pembebasan Aljazair. Alasannya Ben Bella berkuasa dengan sewenang-wenang, seorang diktator yang meninggalkan dasar musyawarah.

Advertising
Advertising

Tidak ada perlawanan dari penjaga istana maupun pasukan lain. Setelah itu pun tidak ada perlawanan. Ini membuktikan semua pasukan telah dikuasai Boumediene.

Kudeta itu terjadi kurang dari sepekan sebelum Konferensi Asia Afrika II dimulai di ibu kota Algier. Boumediene menjamin KAA II akan tetap diselenggarakan sesuai rencana.

Baca juga: Patung Bung Karno Berdiri di Aljazair

Sejarawan John Roosa dalam Dalih Pembunuhan Massal: Gerakan 30 September dan Kudeta Suharto, mempertanyakan, apakah Boumediene seorang boneka CIA, seperti halnya kebanyakan para pelaku kup di Afrika, ataukah dia seorang nasionalis independen yang bisa diterima menurut prinsip-prinsip nonalignment (ketidakbersekutuan) Konferensi Asia Afrika?

"Para pejabat Sukarno tidak tahu dengan pasti siapa sebenarnya Boumediene, tapi mereka bersedia membebaskan Boumediene dari kecurigaan, terutama karena dia tetap berkeinginan menjadi tuan rumah konferensi. Sukarno memutuskan untuk hadir," tulis Roosa.

Keputusan itu diambil setelah mempertimbangkan penilaian positif dari Duta Besar Indonesia untuk Aljazair, Asa Bafagih.

Baca juga: Djamila Bouhired Srikandi Aljazair

Menurut Manai Sophiaan dalam Kehormatan bagi yang Berhak: Bung Karno tidak Terlibat G30S/PKI, Asa Bafagih melaporkan bahwa kudeta di Aljazair tanpa keributan. Semua tenang dan terkendali, pemerintahan berjalan normal, demonstrasi justru mendukung Boumediene.

"Politik yang dianut Boumedienne mengenai gerakan Asia Afrika tidak berbeda dengan Ben Bella," tulis Manai yang saat itu menjabat duta besar Indonesia di Moskow, Uni Soviet.

Kabinet segera bersidang membahas laporan dari duta besar dan memutuskan untuk mengakui rezim Boumediene. Indonesia menjadi negara kedua setelah Syria (Suriah) yang mengakui rezim Boumediene. Pengakuan ketiga dari Republik Rakyat China (RRC).

Pada 23 Juni 1965, Sukarno memimpin delegasi berangkat menggunakan pesawat Garuda Convair Jet 990-A. Pesawat singgah di Karachi untuk mengisi bahan bakar. Pejabat Pakistan menyambut dan memberi tahu Sukarno bahwa gedung yang akan digunakan untuk KAA II di Algier diledakkan dengan bom dan belum diketahui pelakunya.

Baca juga: Membebaskan Tjakrabirawa di Aljazair

Salah satu saksi adalah Tan Sing Hein, dokter pribadi Sukarno yang tergabung dalam advanced team (tim pendahuluan) Resimen Tjakrabirawa. Dia mengatakan bahwa sekitar lima menit setelah mereka pergi dari memeriksa gedung tempat konferensi, terjadi ledakan dan bola api di gedung itu.

"Konferensi nahas itu tidak pernah terjadi," kata Tan Sing Hein dalam Memoirs of Indonesian Doctors and Proffesionals 2 suntingan Tjien Oei.

Diduga Diledakkan CIA

Amerika Serikat berusaha menggagalkan KAA pertama di Bandung, Jawa Barat, dengan membentuk SEATO (South East Asia Treaty Organization atau Pakta Pertahanan Asia Tenggara) yang terdiri dari Amerika Serikat, Prancis, Inggris, Australia, Pakistan, Thailand, dan Filipina. SEATO mengadakan konferensi di Bangkok, Thailand pada 23 Februari 1955.

Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, John Foster Dulles, mendekati Indonesia dan Burma (Myanmar) agar bergabung dengan SEATO. Indonesia dan Burma tidak tertarik dengan ajakan itu. Malahan anggota SEATO, yaitu Pakistan, Thailand, dan Filipina, mengirim delegasinya ke KAA.

Upaya Amerika Serikat menggagalkan KAA bahkan dengan pembunuhan. CIA meledakkan pesawat yang mengangkut delegasi RRC. Menteri Luar Negeri Zhou Enlai selamat karena mengetahui rencana itu. Dia naik pesawat lain dan mengubah rute penerbangannya.

Baca juga: Upaya CIA Membunuh Pemimpin China di Bandung

CIA kemudian berusaha meracun Zhou Enlai, tapi rencana itu dibatalkan. KAA pertama yang dihadiri 29 negara Asia dan Afrika berhasil diselenggarakan.

Peringatan dasawarsa KAA di Jakarta pada April 1965 memutuskan Algier, ibu kota Aljazair, sebagai tuan rumah KAA II, yang rencananya akan digelar pada 25 Juni 1965. Tentu saja CIA tidak tinggal diam dan KAA II gagal karena gedungnya diledakkan.

"Rencana penyelenggaraan KAA II di Aljazair juga dikacaukan oleh CIA. Bertepatan dengan saat-saat persiapan akhir, tiba-tiba terjadi ledakan di gedung konferensi," tulis Manai.

Dugaan CIA berada di balik pengeboman gedung konferensi itu terungkap dalam biografi Supeni, salah satu anggota delegasi KAA II. Sebagai duta besar keliling, Supeni mengunjungi berbagai negara. Dia mengakhiri safarinya di Aljazair untuk mengikuti KAA II.

Baca juga: Supeni, Kim Il-sung, dan Ganefo

Supeni dihubungi oleh Guy Pauker, ahli Asia Tenggara di RAND Corporation yang menjadi penasihat Dewan Keamanan Nasional Amerika Serikat (NSC) dan konsultan CIA. Dia ingin meninjau tata ruang gedung konferensi untuk mengetahui tempat delegasi Indonesia. Dia kurang lebih dua jam berputar-putar di kompleks gedung itu.

"Gedung konferensi dibangun dengan bantuan Uni Soviet. Bangunannya megah dan luas," tulis Paul Tista dalam Supeni: Wanita Utusan Negara.

Menurut Paul, sebelum konferensi dimulai, Supeni selalu muncul di gedung itu. Pauker ingin bicara dan memang kemudian dia datang. Pembicaraannya biasa saja, sekadar memberitahukan bahwa dia berada di Aljazair untuk memantau KAA II secara langsung. Maklum, peristiwa ini penting bagi Amerika Serikat.

"Tanpa terduga-duga, 2 jam setelah meninggalkan kompleks gedung konferensi, tiba-tiba gedung induknya diledakkan orang dengan bom. Kejadian ini tentu saja menimbulkan kegemparan dan akhirnya memastikan kegagalan KAA II," tulis Paul.

Ditunda tapi Gagal

Dari Karachi, Pakistan, rombongan Sukarno melanjutkan perjalanan ke Kairo, Mesir. Di sana telah ditunggu oleh Presiden Republik Persatuan Arab (Mesir) Gamal Abdul Nasser dan Perdana Menteri RRC Zhou Enlai. Sedangkan Presiden Pakistan Ayub Khan menugaskan Menteri Luar Negeri Zulfikar Ali Buttho ke Kairo.              

Menurut Manai, Pertemuan Kairo yang disebut Konferensi Tingkat Tinggi Kecil itu menyetujui keputusan beberapa delegasi yang sudah berada di Algier, termasuk delegasi Aljazair, supaya KAA II ditunda.

Menteri Luar Negeri RRC Chen Yi yang pertama kali mengusulkan agar KAA II ditunda. "Masa kita datang di sini untuk dibom dan terus mati?" kata Chen Yi.

KTT Kecil memutuskan menunda KAA II selama empat bulan dengan tempatnya tetap di Algier.

KAA II gagal dilaksanakan karena terjadi kudeta di Indonesia. Gerakan 30 September 1965 mengakhiri kekuasaan Sukarno. Inilah yang diinginkan Amerika Serikat di mana CIA berperan dalam peristiwa berdarah itu.

TAG

intelijen cia kaa aljazair

ARTIKEL TERKAIT

Sebelum Jenderal Symonds Tewas di Surabaya Bos Sawit Tewas di Siantar Melihat Tentara Hindia dari Keluarga Jan Halkema-Paikem Plus-Minus Belajar Sejarah dengan AI KNIL Jerman Ikut Kempeitai Dewi Dja Memperjuangkan Kemerdekaan Indonesia di Amerika Kakek Marissa Haque dan Kemerdekaan Indonesia Pejuang Tua dari Aceh dalam Perang Kemerdekaan Foto di Warung Padang Ini Dianggap Orang Sakti Gerilyawan RI Disergap Sewaktu Mandi