Masuk Daftar
My Getplus

Cerita Mega Tentang Upaya Pembunuhan Ayahnya

Megawati Sukarnoputri menjadi saksi upaya pembunuhan terhadap ayahnya.

Oleh: Nur Janti | 30 Nov 2017
Presiden kelima Republik Indonesia Dr. (HC). Hj. Megawati Sukarnoputri ketika memberi sambutan dalam peluncuran buku Seri Historia di Museum Nasional, Jakarta, 30 November 2017. Foto: Nugroho Sejati/Historia

SEBAGAI alumni Perguruan Cikini, Megawati Sukarnoputri tak pernah lupa momen ketika sekolahnya merayakan hari jadi ke-15 dengan menggelar malam amal dan bazar pada 30 November 1957.

“Bersama kakak, saya mendapat tugas menjaga pameran, kakak saya jaga permainan,” kata Megawati ketika memberi kesaksian di acara peluncuran buku Seri Historia yang dihelat Penerbit Buku Kompas dan majalah Historia di Museum Nasional, Jakarta, 30 November 2017.

Suasana meriah kala itu makin semarak dengan kehadiran Presiden Sukarno, yang datang bukan sebagai presiden tapi wali murid Mega dan Guntur. Banyak teman Mega dan murid-murid lain sekolah itu bercengkerama akrab dengan Sukarno.

Advertising
Advertising

Namun, seketika suasana berubah pilu begitu Sukarno hendak menuju mobilnya untuk pulang. Enam granat dilemparkan pemuda-pemuda asal Bima, Nusa Tenggara Timur, ke arah Sukarno. Korban berjatuhan. “Tidak terlupa karena korbannya dari kawan saya ada 100-an orang, baik meninggal, luka parah, atau luka kecil. Ada beberapa yang cacat seumur hidup,” kata Mega.

Sukarno sendiri selamat dari kejadian yang kemudian disebut Peristiwa Cikini itu. Selain kesigapan para personel Detasemen Kawal Pribadi (DKP), pasukan pengawal Sukarno yang dipimpin Komisaris Besar Mangil Martowidjojo, kata Mega, ayahnya bisa selamat karena ada granat yang meleset. Hal itu terjadi karena granat yang berpotensi tepat mengenai Sukarno telat beberapa detik dilemparkan. Keterlambatan itu terjadi karena si pelempar ragu.

“Karena lihat Bung Karno begitu ceria tertawa bersama teman-teman sekolah saya, detik-detik itu terlewat. Jadi, korban banyak teman saya di Cikini,” sambung Mega.

“Dalam pengadilan, mereka sangat menyesal. Mereka hanya diberitahu Bung Karno akan datang ke suatu tempat,” kata Mega, menjelaskan ketidaktahuan pelaku terhadap sosok Sukarno yang mereka kira jahat.

Upaya pembunuhan terhadap Sukarno itu menewaskan 10 orang dan melukai 100-an lainnya. Peristiwa itu bukan satu-satunya upaya pembunuhan terhadap Sukarno. Peristiwa lain yang diingat Mega terjadi pada 9 Maret 1960. Daniel Maukar, pilot tempur AURI, memberondong Istana Negara menggunakan pesawat Mig-17. Peluru senapan mesin pesawatnya langsung menembus dinding istana dan mengenai ruang makan.

“Kalau diteliti, ada satu peluru yang berbahaya. Satu peluru itu dinyatakan akan mengenai tepat kepala ayah bila sedang ada di ruang makan,” kata Mega. Sukarno selamat karena saat kejadian sedang rapat di Dewan Nasional yang juga berkantor di kompleks Istana Merdeka (kini kantor Dewan Nasional jadi kantor Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila).

Selain dua upaya pembunuhan tersebut, ada lima upaya pembunuhan lain yang pernah dialami Sukarno. Ketujuh upaya pembunuhan itu diulas mendalam dalam buku Mengincar Bung Besar. Dua buku lainnya yaitu Kennedy & Sukarno dan Ho Chi Minh & Sukarno.

Mega menyambut baik penerbitan buku Seri Historia itu. “Buku tentang kisah Bung Karno berguna bagi generasi muda dan para calon pemimpin bangsa. Kita jadikan sejarah sebagai cermin agar bisa memahami masa kini dan meneropong masa depan kita sebagai bangsa yang terhormat, serta bermartabat di antara bangsa-bangsa lain di dunia,” kata Mega.

TAG

60 tahun peristiwa penggranatan cikini 60-tahun-peristiwa-penggranatan-cikini

ARTIKEL TERKAIT

Dari Kursus Hingga Percik Ketika Jepang Tertipu Mata-mata Palsu Presiden Korea Selatan Park Chung Hee Ditembak Kepala Intelnya Sendiri Aksi Spionase Jepang Sebelum Menyerang Pearl Harbor Mimpi Pilkada Langsung Keluarga Jerman di Balik Serangan Jepang ke Pearl Harbor Insiden Perobekan Bendera di Bandung yang Terlupakan Memburu Kapal Hantu Perdebatan Gelar Pahlawan untuk Presiden Soeharto Paris Palsu di Masa Perang Dunia I