Di hari yang cerah itu, 20 April 1945, segenap pejabat dan perwira terdekat Adolf Hitler berkumpul di aula Kekanseliran, Berlin. Kebetulan tak ada teror pemboman Uni Soviet saat itu, sehingga pesta ulangtahun ke-56 sang führer bisa digelar meriah. Dengan menyembunyikan tangan kirinya yang menderita tremor ke punggungnya, Hitler tiba di ruangan disambut semua hadirin dengan salam Nazi yang dikomando SS-Reichsführer Heinrich Himmler. Heil!
Semua calon suksesor Hitler turut hadir. Selain Himmler, ada Reichsmarschall Hermann Goering (ejaan Jerman: Göring), orang nomor dua paling berkuasa di Jerman Nazi setelah Hitler. Dikisahkan Ian Kershaw dalam Hitler: 1936-1945 Nemesis, sementara Goering langsung pergi setelah menyalami Hitler, Himmler mencoba membujuk Hitler untuk mau keluar dari Berlin, ibukota Jerman Nazi yang sedang dicecar ofensif Soviet.
Dibantu diplomat Walther Hewel, Himmler menyarankan Hitler bernegosiasi politik dengan Sekutu. “Aku muak dengan politik. Tak apa, temanku Himmler yang setia. Pergilah (keluar dari Berlin),” tutur Hitler, dikutip Kershaw.
Itu jadi pertemuan terakhir Hitler dengan Himmler dan Goering.
Ultimatum Goering
Di antara kaki tangan terdekat Hitler, Goering paling banyak mengoleksi titel sejak Hitler naik jadi kanselir pada 1933 dan pemimpin absolut Jerman setahun kemudian. Titelnya Reichsmarschall des Grossdeutschen Reiches (Marsekal Jerman Raya), sementara jabatannya Präsident des Reichstags (Presiden Perwakilan Rakyat), Menteri-Presiden, Gubernur Prusia, Menteri Penerbangan Jerman, serta tentunya Panglima Luftwaffe (AU Jerman).
Goeringlah calon terkuat suksesor Hitler. Kans tersebut diperkuat dengan Dekrit 29 Juni 1941 yang dikeluarkan Hitler.
“Dekrit itu menetapkan bahwa, jika Hitler meninggal, Goering menjadi suksesor; dan jika Führer tidak mampu jadi pemimpin langsung, Goering yang mewakili sebagai deputinya,” tulis J.C. Boone dalam Hitler at the Obersalzberg: With Perceptions.
Baca juga: Hermann Goering, Sang Tiran Angkasa Nazi Jerman
Dua hari setelah menghadiri hari ulangtahun Hitler (20 April), Goering di markasnya di Obersalzberg terkejut mendengar perkembangan situasi di bunker Hitler dari wakilnya, Kepala Staf Luftwaffe General der Flieger Karl Koller. Hitler, kata Koller, menyatakan bahwa Jerman telah kalah perang dan ia akan bertahan di Berlin untuk kemudian bunuh diri.
Sebagai wakil Hitler, Goering merasa dialah yang berhak untuk memutuskan nasib Jerman ke depannya. Termasuk opsi negosiasi dengan Sekutu. Namun Goering masih takut dicap pengkhianat jika langsung bertindak tanpa sepengetahuan dan seiizin Hitler di bunkernya.
Goering mesti hati-hati mengambil langkah berikutnya. Selain berkonsultasi dengan Koller, Goering juga berdiskusi dengan Men Sekretaris Hans Lammers. Kesimpulannya, Hitler dan semua pejabat yang bertahan di Berlin sudah pasti akan menghadapi kematian dan oleh karenanya Hitler tidak mampu menjalankan lagi pemerintahan. Artinya, Goering merasa berhak menggantikannya.
Tapi sebelum itu, lanjut Boone, Goering mengirim telegram pada dini hari 23 April untuk mengonfirmasi bahwa Goering akan melanjutkan kepemimpinan Jerman berpegangan pada dekrit 1941. Goering juga mengeluarkan ultimatum bahwa jika Hitler tak mengirim telegram balasan pada pukul 10 malam, diasumsikan Hitler telah kehilangan kebebasan bertindak alias meninggal.
Baca juga: Adik Goering Anti-Nazi dan Penyelamat Yahudi
Hal itu jelas meluapkan amarah Hitler. “Hermann Goering telah berkhianat dan meninggalkan aku dan tanah airnya. Di belakangku dia membuka kontak dengan musuh. Tindakannya menandakan sikap pengecut. Melawan perintahku dia memilih menyelamatkan diri di Berchtesgaden!” kata Hitler, dikutip William L. Shirer dalam Rise and Fall of the Third Reich: A History of Nazi Germany.
“Ultimatum? Ultimatum bodoh! Sekarang tiada lagi yang tersisa. Tiada kesetiaan yang dijaga, kehormatan yang dirawat. Segera aku perintahkan Goering ditangkap sebagai pengkhianat negara. Lucuti jabatannya!” seru Hitler kepada Generalfeldmarschall Robert Ritter von Greim, orang yang ditunjuk Hitler menggantikan Goering sebagai panglima Luftwaffe.
Pada 25 April, Hitler mengirim balasan telegram yang berisikan perintah penangkapan terhadap Goering. Goering diberi pilihan: dieksekusi atau mundur dari semua jabatannya dengan alasan kesehatan. Goering memilih opsi terakhir. Meski begitu, Goering lantas memilih menyerahkan diri ke Sekutu dan ditahan di Radstadt pada 6 Mei. Ia lantas diajukan ke Persidangan Nuremberg dan divonis mati. Goering memilih bunuh diri dengan kapsul sianida di selnya ketimbang dihukum mati di tiang gantung.
Himmler yang (Tak) Setia
Malam itu, 28 April 1945, Hitler makan malam di bunker bersama orang-orang terdekatnya, di antaranya Menteri Propaganda Joseph Goebbels, Bormann, dan Marsekal Greim. Seraya bersantap, Hitler mengoceh tiada henti tentang pengkhianatan Goering. Hitler juga membandingkan Goering dengan Himmler, panglima SS yang sejak lama dijulukinya “Der Treue Heinrich” atau “si loyal Heinrich”.
Namun di momen makan malam itu, Hitler kemudian menerima laporan dari Deputi Sekretaris Pers Heinz Lorenz. Laporan itu merupakan tangkapan staf operator radio dan komunikasi Oberscharführer (sersan) Rochus Misch terhadap siaran radio BBC dan Reuters tentang upaya Himmler mencoba bernegosiasi dengan Sekutu. Hitler pun terhenyak.
“Untuk sejenak Hitler kehilangan kendali. Kemarahannya begitu lantang terdengar dari tempat saya di bawah ruangan makannya: ‘Himmler. Dari semua orang, Himmler!’ Kemarahannya mengingatkan saya terkait reaksinya ketika (Deputi Hitler di Partai Nazi, Rudolf) Hess melarikan diri ke Inggris pada 1941,” kenang Misch dalam memoarnya, Hitler’s Last Witness.
Baca juga: Heinrich Himmler, Arsitek Genosida Nazi
Sejatinya Himmler sudah memikirkan negosiasi dengan Sekutu sejak Januari 1945 atau empat bulan sebelum bertemu Hitler di pesta ulangtahun, 20 April 1945. Himmler memulainya dengan mengirim terapis kesehatan pribadinya, Felix Kersten, sebagai perantara negosiasi dengan diplomat Swedia Count Folke Bernadotte.
Dari pertemuannya dengan Bernadotte, Kersten lantas mempertemukan Himmler dengan Norbert Masur, wakil Swedia di Kongres Yahudi Dunia. Di belakang Hitler, Himmler dan Masur sepakat menegosiasikan pembebasan tahanan Yahudi di kamp-kamp konsentrasi.
Diam-diam, Himmler dengan bantuan pemerintah Denmark dan Palang Merah Swedia lalu menggelar operasi “Bita Bussarna” guna membebaskan 20 ribu tahanan Yahudi pada musim semi 1945. Himmler sendiri baru bertatap muka dengan Bernadotte di Konsulat Swedia di Lübeck pada 23 April atau hari yang sama ketika Goering mengirim ultimatum ke Hitler.
“Ia (Himmler) memperkenalkan diri sebagai pemimpin sementara Jerman. Ia mengklaim Hitler akan mati dalam beberapa hari ke depan. Himmler berharap Bernadotte bisa jadi perantara negosiasi dengan Jenderal Dwight Eisenhower (Panglima Tertinggi Sekutu di Eropa), di mana Jerman bersedia menyerahkan Eropa Barat. Bernadotte meminta Himmler mengajukan proposalnya secara tertulis,” sambung Shirer.
Baca juga: Reinhard Heydrich Tangan Kanan Himmler
Proposal itulah yang disiarkan radio-radio Sekutu dan ditangkap Hitler sehingga tahu Himmler telah mengkhianatinya. Sebagai langkah preventif terhadap potensi percobaan pembunuhan, Hitler memerintahkan agar Hermann Fegelein, wakil penghubung Himmler di bunker, ditangkap dan dieksekusi.
Kesialan Himmler mencapai puncak saat menerima kenyataan Sekutu menolak bernegosiasi. Ia tetap jadi orang yang diburu sebagai penjahat perang dan arsitek holocaust pasca-kapitulasi Jerman. Pada 23 Mei, ia tertangkap dan ditahan pasukan Inggris di kamp interogasi dekat Lüneburg. Saat tengah diperiksa tim medis, Himmler menggigit kapsul sianida dan 15 menit kemudian nyawanya melayang.
Doenitz Pilihan Hitler
Panglima Kriegsmarine (AL Jerman) Großadmiral Karl Doenitz (ejaan Jerman: Dönitz) ibarat plot twist dalam kisah Hitler setelah dikhianati Goering dan Himmler. Dialah yang dipilih Hitler sebagai suksesornya.
Meski namanya tak termasuk di lingkaran dalam kekuasaan seperti Himmler atau Goering, Doenitz mendapat respek dari Hitler berkat upayanya membangun Kriegsmarine yang berujungtombakkan kapal selam. Doenitz pula yang merancang Rudeltaktik (taktik kawanan serigala kapal-kapal selam Jerman) yang sohor di Pertempuran Atlantik (3 September 1939-8 Mei 1945).
Di samping reputasi Doenitz, alasan pemilihan Hitler dilatarbelakangi oleh fakta tak ada satupun perwira Kriegsmarine aktif yang terlibat dalam Plot 20 Juli. Satu-satunya yang terlibat, Laksamana Wilhelm Canaris, saat itu bertugas sebagai kepala Abwehr (Dinas Intelijen Angkatan Bersenjata Jerman).
Baca juga: Laksamana Canaris dan 11 Jenderal yang Disingkirkan Hitler
Bukan hanya Doenitz, sejumlah perwira angkatan darat terkejut akan keputusan Hitler di hari-hari terakhirnya itu. “Siapa Tuan Doenitz ini? Pasukan saya tak terikat sumpah kepadanya. Saya akan bernegosiasi sendiri dengan pasukan Inggris di belakang saya,” ujar Obergruppenführer (letjen) Felix Steiner, salah satu jenderal SS di Pertempuran Berlin (16 April-2 Mei 1945), dikutip Ian Kershaw dalam The End: The Defiance and Destruction of Hitler’s Germany 1944-1945.
Doenitz menjabat Reichspräsident merangkap menteri perang dan panglima Kriegsmarine. Dia kemudian mendirikan pemerintahan di Flensburg, sebagaimana dimuat dalam wasiat Hitler yang ditandatangani di bunker, 29 April 1945.
“Führer meninggal kemarin (30 April 1945) pada pukul 15.30. Wasiat pada 29 April menunjuk Anda sebagai Reichpräsident (terlampir nama-nama anggota kabinet). Wasiat perintah Führer akan dikirimkan kepada Anda oleh Bormann. Waktu dan dan bentuk pengumuman kepada pers dan pasukan diserahkan pada Anda,” tulis Goebbels dalam telegramnya kepada Doenitz tertanggal 1 Mei 1945, dikutip Shirer.
Doenitz sadar bahwa negaranya sudah di ambang keruntuhan. Opsi menyerah kepada Sekutu jadi harga mati ketimbang menyerah pada Soviet. Maka perintah pertamanya sebagai presiden adalah menggenjot upaya evakuasi sisa-sisa pasukan Jerman di front timur lewat Operasi Hannibal yang sudah ia rintis pada Januari 1945.
Evakuasi pasukan dari koridor Polandia dan Prusia Timur dilakukan dengan mengerahkan kapal-kapal Kriegsmarine. Mengingat Soviet kian menguasai Berlin, Doenitz mempercayakan pada wakilnya, Laksamana Hans-Georg von Friedeburg, agar mengulur waktu kapitulasi di markas Jenderal Eisenhower di Rheims. Tujuannya agar ketika kapitulasi disepakati dan ditandatangani, semua sisa pasukan Jerman lebih dulu diselamatkan dari front timur ke front barat.
Praktis Doenitz hanya menjabat sebagai presiden selama 22 hari lantaran pada 23 Mei 1945 ia ditahan resimen RAF (AU Inggris). Pemerintahannya di Flensburg pun otomatis bubar. Satu-satunya keberhasilan pemerintahannya, lewat Operasi Hannibal Doenitz menyelamatkan 2,2 juta pasukan Jerman dari penangkapan pasukan Soviet di front timur.
Di Pengadilan Nuremberg, Doenitz dihadapkan pada tiga dakwaan: konspirasi terhadap kejahatan terhadap perdamaian dan kemanusiaan, merencanakan dan menginisiasi agresi perang, dan kejahatan terhadap hukum perang. Ia divonis hukuman 10 tahun penjara karena dianggap bersalah pada dakwaan kedua dan ketiga. Doenitz tutup usia pada 24 Desember 1980 akibat serangan jantung. Walau tak dimakamkan dengan upacara militer di Pemakaman Waldfriedhof, banyak mantan anak buahnya hadir untuk memberi penghormatan terakhir.
Baca juga: Wolfpack, Taktik Kapal Selam Jerman Buah Pikiran Doenitz