R.A. Kartini sohor karena surat-suratnya. Goresan pena kepada para sahabat di Belanda memperlihatkan beragam pemikiran yang modern pada zamannya. Namun, tak sedikit pula yang mencemoohnya bahwa ia hanyalah alat politik kolonial. Bahkan, belakangan ia juga disebut dipengaruhi oleh Freemason.
Misalnya pada 2011, terbit buku berjudul Kartini Mati Dibunuh: Membongkar Hubungan Kartini dan Freemason yang ditulis oleh Efatino Febriana. Buku ini berawal dari kecurigaan mengenai kematian mendadak Kartini dua hari setelah melahirkan anaknya. Pertanyaan-pertanyaan seperti “Apakah Kartini mati dibunuh? Bagaimana hubungan Kartini dengan Freemason dan Yahudi?” pun muncul.
Peneliti sejarah Freemason, Sam Ardi, menyebut bahwa beragam tuduhan memang muncul dan berawal dari surat-surat Kartini yang diterbitkan.
“Orang kan memandang bahwa ini ada semacam tanda kutip pemberontakan. Baik dari sisi pemikiran, maupun kadang Kartini dalam suratnya juga menyinggung masalah agama. Nah, poin ini yang dihubungkan dengan Freemason,” kata Sam Ardi dalam live instagram @Historiadotid, pada Selasa, 21 April 2020.
Baca juga: Radermacher, Pendiri Freemason di Hindia Belanda
Sepanjang penelusuran Ardi, belum ada dokumen bahwa Abendanon, kawan bersurat Kartini adalah anggota Freemason. Sementara itu, sahabat Kartini lainnya, Estella Zeehandelaar juga sering dikaitkan dengan Freemason. Hal ini juga diragukan Ardi yang menyebut bahwa Freemason didominasi laki-laki.
“Kita perlu tahu bahwa Stella adalah seorang perempuan. Dan Fremasonry yang mayoritas di Indonesia itu anggotanya adalah laki-laki. Memang ada sempalan –sempalan ini adalah bahasa dari Freemasonry yang maskulin– bahwa memang ada kelompok Freemasonry yang mix antara pria dan wanita. Tetapi itu tidak begitu besar dan saya juga belum menemukan bahwa Stella terafiliasi di sana,” terangnya.
Ardi justru mengungkapkan bahwa adik ipar Kartini yaitu Sosrohadikusumo adalah anggota Freemason. Sosrohadikusumo adalah suami dari adik Kartini yakni R.A. Soemantri. Ia tercatat sebagai anggota dari De Ster in het Oosten atau Loji Agung Bintang Timur. Ardi menyebut Sosrohadikusumo menjabat sekretaris.
Baca juga: Gedung Bappenas Bekas Loji Freemason
Th Stevens dalam Tarekat Mason Bebas dan Masyarakat di Hindia Belanda dan Indonesia 1764-1962 juga menyebut bahwa Sosrohadikusumo adalah anggota loji De Ster in het Oosten. Stevens menuliskan sedikit kisah Sosrohadikusumo dalam bukunya.
Pada masa pendudukan Jepang, Sosrohadikusumo yang tinggal di Salatiga, diawasi ketat oleh Kempetai (polisi rahasia Jepang). Hal ini membuat ia tidak bisa berhubungan dengan loji Fraternitas Salatiga. Ia juga terpaksa membakar buku notulen dari loji Fraternitas.
“Untung saja, sebab beberapa hari kemudian Politieke Inlichtingen Dienst (Dinas Intelijen Politik) datang berkunjung ke rumahnya (PID Hindia Belanda sudah diambil alih oleh orang Indonesia) dan menyita semua buku Masonik yang ada di rumahnya,” sebut Stevens.
Baca juga: Akhir Riwayat Freemason di Indonesia
Stevens menambahkan, pada 1947 diadakan musyawarah untuk memilih Pengurus Besar Provinsial yang baru. Sosrohadikusumo bersama Loa Sek Hie dan Wisaksono Wirjohardjo merupakan anggota-anggota terpilih yang bukan orang Belanda.
Meskipun demikian, belum ada bukti hubungan antara Sosrohadikusumo dengan Kartini terkait Freemason. Juga lebih jauh apakah pikiran-pikiran Kartini yang tertuang dalam surat-suratnya dipengaruhi Freemason.
“Apakah ada hubungan antara Raden Ahmad Sosrohadikusumo dengan Kartini dalam surat-suratnya itu, perlu penelusuran lebih lanjut. Sampai sekarang saya belum menemukan ada koneksi Raden Ahmad Sosrohadikusumo dengan surat-surat yang ditulis oleh Kartini,” kata Ardi.