Masuk Daftar
My Getplus

Balada Telik Sandi Putri

Bagaimana sekelompok perempuan Republik berjuang dalam kesenyapan.

Oleh: Hendi Jo | 06 Apr 2018
Seorang babu di tengah prajurit-prajurit Belanda. Foto: Fleep Piters

Kapten R.J. Rusady W selalu terkenang aksi-aksi Marie Zoemariah. Ketika tinggal di Garut pada 1946-1947, perempuan cantik -yang kemudian dinikahinya- tersebut kerap terlibat dalam upaya penyelundupan senjata dan granat dari wilayah pendudukan ke wilayah Republik. Benda-benda berbahaya itu biasanya diletakan di bawah satu tempat yang cukup tersembunyi dalam keranjang sayuran. Entah bagaimana caranya, Marie selalu lolos dari pemeriksaan.

“Itu pekerjaan yang sangat berbahaya, hingga jika terketahui oleh orangtua dan kakaknya, Marie selalu kena marah. Tapi dia terus melakukannya…” kenang Rusady dalam Tiada Berita Dari Bandung Timur.

Perempuan-perempuan seperti Marie memang tidak sedikit di zaman itu. Tanpa gembar-gembor, mereka melakukan aksi-aksi senyapnya bahkan jauh sampai ke garis belakang musuh. Roekojah misalnya. Perempuan sepuh itu sudah sejak berumur 11 tahun terlibat aktif, hilir mudik dari satu pos militer Belanda di kota Sumedang ke hutan Rancakalong yang dikuasai TNI pimpinan Kapten Sentot Iskandar Dinata.

Advertising
Advertising

“Tugas saya mengantarkan peluru dan granat yang disimpan dalam kaleng mentega atau kaleng sardencis,” ungkap perempuan kelahiran Sumedang pada 1936 itu.

Roekojah tidak bekerja sendirian. Ia memiliki tiga mitra lain yang merupakan para seniornya. Mereka adalah Oeta, Itjih dan Isjah. Ketiga gadis itu merupakan babu di dapur markas Belanda. Selain bertugas sebagai pengolah makanan, mereka pun dipercaya sebagai pembersih perlengkapan-perlengkapan para prajurit Belanda, termasuk memberisihkan senjata.

“Saya juga tidak tahu pasti bagaimana persisnya mereka mendapatkan itu pelor dan granat, tapi yang saya tahu kakak-kakak saya itu, terutama Ceu Oeta memang lihai sekali. Saya mah taunya cuma nganterin saja,” tutur Roekojah kepada Historia.

Lain Roekojah, lain juga yang dilakukan oleh Utoh. Nenek yang baru saja meninggal beberapa waktu lalu itu sempat bercerita kepada Historia bahwa dirinya pada era revolusi di wilayah Cianjur Selatan sempat bertugas sebagai “tukang gambar”. Tentunya yang digambar bukanlah gambar sembarangan, melainkan sejenis pemetaan yang menggambarkan seluk beluk atau situasi di suatu markas pasukan Belanda.

“Kebetulan saya ini dipercaya sama dua pos tentara Belanda untuk jadi babu, jadi bisa tahu banyak,” ujarnya sambil terkekeh.

Sebagai petugas teliksandi, Utoh tak jarang dilibatkan langsung dalam suatu operasi penyerbuan. Seperti saat kawan-kawannya akan menyerang sebuah pos tentara Belanda di kawasan dekat Sukanagara. "Saya ingat, saya didandani laiknya prajurit laki-laki dan dibekali sebilah pisau belati untuk berjaga-jaga," kenang Utoh.

Operasi itu terbilang sukses karena selain berhasil menghancurkan pos militer Belanda juga mereka mendapatkan rampasan senjata yang banyak. Keberhasilan ini menjadikan nama Utoh selalu dikenang oleh anggota pasukan TNI tersebut, hingga beberapa tahun yang lalu namanya diajukan oleh mantan komandannya dan diterima sebagai penerima tunjangan veteran untuk tiap bulan.

"Alhamdulillah, nasib Emak bagus, tidak seperti yang lain-lainnya. Tadinya Emak tidak percaya karena sebelumnya kebanyakan orang yang datang hanya menghasilkan janji-janji saja," katanya.

Adakah peristiwa yang sampai saat ini tak bisa ia lupakan dari zaman perang dulu? "Ya, saat saya memberitahu 6 prajurit muda untuk tidak pergi menyeberang rel kereta api di Cibeber karena saya tahu di sana sering ada tentara Belanda yang kerap mengintip keberadaan tentara kita..." kenang Utoh.

Namun merasa informasi itu datangnya dari seorang perempuan, keenam prajurit muda itu tak menurut pada himbauan sang telik sandi itu. Akibatnya, saat berjalan di sisi rel, mereka habis dimangsa peluru-peluru senjata otomatis dari tentara-tentara Belanda yang bersembunyi di bukit-bukit sekitar tempat itu.

“Itu memang bukan salah saya, tetapi kalau saya waktu itu memberitahu komandan mereka langsung mungkin saja mereka masih hidup sampai sekarang …” ujarnya..

Sejarawan asal Australia Robert B. Cribb mengkonfirmasi soal keterlibatan kaum perempuan di era revolusi ini. Dalam Gangters and Revolutionaries: The Jakarta People’s Militia and the Indonesian Revolution 1945-1949, Cribb menyatakan penyelundupan senjata ke pihak Republik juga melibatkan para pelacur di Pasar Senen.

TAG

kartini

ARTIKEL TERKAIT

R.A. Kartini Elizabeth Latief dan Semangat Kartini Patung Kartini Pemberian Jepang Mimpi Merdeka Raden Ajeng Kaida Kartini dan Sekolah Bidan Benarkah R.A. Kartini Dipengaruhi Freemason? Romansa Bung Karno dan Kartini Manoppo Kartini yang Pluralis Kala Ulama Perempuan Melawan Usaha Belanda Menyingkirkan Dukun Beranak