Masuk Daftar
My Getplus

AU di Tengah AD

Dua perwira AU melerai pertempuran dua pasukan AD di Pangkalan AU Halim Perdanakusuma.

Oleh: M.F. Mukthi | 11 Des 2014
Komodor Udara Ignatius Dewanto.

PAGI, 2 Oktober 1965. Pilot Komodor Udara Ignatius Dewanto dan kopilot Kapten Udara Willy Kundimang mendaratkan Cessna L-180 tanpa pemandu di Pangkalan Angkatan Udara Halim Perdanakusuma. Setelah memarkir pesawat, keduanya turun.

Tiga anggota Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) –kini Komando pasukan Khusus atau Kopassus– menghampiri sembari menodongkan senjata AK-47. Begitu tahu mereka berhadapan dengan seorang perwira tinggi, mereka segera memberi hormat. Setelah menjelaskan tujuannya, mereka minta izin melucuti senjata –kecuali Dewanto.

Toto, sapaan akrab Dewanto, dan Kundimang tak melawan sesuai perintah Laksda Sri Moelyono Herlambang, petinggi AU yang menjadi menteri negara tanpa portofolio dalam Kabinet Dwikora I, agar sedapat mungkin menghindari kontak senjata.

Advertising
Advertising

Kelima orang tersebut lalu menuju hangar dan bergabung dengan prajurit Yon-1/RPKAD lainnya. Tuan rumah menjamu dengan ramah. Maklum, banyak di antara mereka saling kenal dan pernah menjalani operasi militer bersama dari Trikora hingga konfrontasi Indonesia-Malaysia. Di tengah obrolan santai, terdengar rentetan senjata. Baku tembak terjadi antara pasukan Batalyon 454 Banteng Raiders dan RPKAD.

Baca juga: Baret Merah (Kopassus) vs Baret Ungu (KKO/Marinir)

Wakil komandan Yon 454 Kapten Inf. Koentjoro mendapat perintah dari atasannya, Mayor Sukirno, untuk mempertahankan Halim dan tak boleh ada pasukan manapun masuk kecuali AU. Di sisi lain, RPKAD di bawah Kolonel Inf. Sarwo Edhie Wibowo diperintahkan Pangkostrad Mayjen Soeharto untuk menduduki Halim. Perintah itu keluar menyusul kekhawatiran Soeharto akan terjadinya serangan AU terhadap Makostrad. Dalam pandangan Soeharto, AU mendukung G30S pimpinan Letkol Untung.

“Kalau pertempuran itu kita biarkan, habis Halim. Kamu tahu Willy, di Halim ada aset negara yang sangat berharga, yaitu pesawat. Selain itu banyak keluarga AURI,” kata Toto kepada Kundimang, sebagaimana dimuat dalam Menyingkap Kabut Halim 1965 yang disunting Aristides Katoppo.

Toto dan Kundimang berinisiatif melerai. Dengan jip Nissan Patrol, mereka menembus hujan peluru menuju posisi pasukan Raiders. Kundimang menemui Koentjoro dan memintanya menghadap Toto. Koentjoro sempat marah. Setelah dijelaskan Dewanto ingin bertemu untuk menyelesaikan pertempuran, Koentjoro mengajak dua anak buahnya.

Baca juga: Misteri Insiden Kwini

Di depan Dewanto, Koentjoro menjelaskan alasan penempatan pasukannya di Halim. Toto mengapresiasi profesionalitasnya, tapi memerintahkan Koentjoro agar menahan tembakan. Pertempuran mereda.

Kundimang, dikawal seorang prajurit Pasukan Gerak Tjepat (PGT), lalu ditugaskan menyerahkan surat yang ditujukan untuk Sarwo Edhie. Berbekal kain putih sebagai lambang perdamaian dan pita merah-hijau di bahu kiri –tanda pengenal dari Raiders– Kundimang dan prajurit PGT berjalan ke tempat pasukan RPKAD.

Sesampai di sana, karena Sarwo Edhie masih dalam perjalanan ke Halim, mereka ditemui Mayor Inf. Goenawan Wibisono. Setelah menyerahkan surat, mereka kembali. Pita pengenal dari RPKAD tersemat di bahu kanan.

Di tengah penantian kedatangan Sarwo Edhie yang hampir sejam, dua dentuman keras tiba-tiba terdengar dan diikuti rentetan senjata. Pasukan Raiders bahkan melepaskan bazoka begitu melihat kedatangan panser Ferret Mk-1/1 dari arah RPKAD. Padahal panser itu berbendera putih dan dikirim untuk menindaklanjuti upaya perundingan. Koentjoro, atas perintah Toto, akhitnya memerintahkan pasukannya menahan tembakan.

Baca juga: Ketika Resimen Pelopor Menyerang Markas RPKAD

Kundimang kembali ke posisi RPKAD. Goenawan mengatakan Sarwo Edhie minta Toto yang datang. Setelah mendapatkan pinjaman mobil, Kundimang menjemput Toto.

“Sebagai yang empunya Halim, saya akan menjemput tamu saya,” kata Toto.

Ketegangan sempat terjadi antara Toto dan Koentjoro yang bersikeras menjaga Halim. “Saya mengerti sikap Kapten, tapi untuk apa Kapten melaksanakan perintah dengan harus menutup pintu rumah saya?” kata Toto.

Toto dan Kundimang bertemu Sarwo Edhie yang setuju mengakhiri pertempuran. Maka, jip Kundimang dan Toto kembali ke posisi Raiders. Goenawan ikut bersama mereka. Sesampai di tujuan Koentjoro memberi hormat kepada Toto dan berpelukan dengan Goenawan. Koentjoro mengatakan kepada Toto bahwa dia akan menarik pasukan Raiders ke arah timur menuju Bekasi.

Pertempuran yang menewaskan seorang prajurit RPKAD itu berhenti. Mission accomplished.

TAG

auri tni au tni ad kopassus

ARTIKEL TERKAIT

Saat Brigjen Djasmin Dikata Pengkhianat Kisah Kaki Prabowo Muda Pelaut Madura dalam Sejarah Indonesia Komandan AURI Pantang Kabur Menghadapi Pasukan Gaib Lika-liku Opsir Luhukay Kisah Pasukan Gabungan AURI-ALRI Menahan Gempuran Belanda Koes Plus dan Mantan Perwira AURI Wardiman Menyambut Kemerdekaan Yusman Sudah Komando Sebelum Sekolah Perwira Dari Banteng Raiders ke Baret Merah