HALAMAN kamp tahanan transit Augsburg suatu siang medio Mei 1945. Albert Goering (dalam bahasa Jerman ditulis Göring) sedang cari angin di saat waktu rehat sembari memikirkan nasibnya jelang dikirim ke Pengadilan Nuremberg itu. Rona mukanya sontak berbinar kala dari kejauhan sang kakak menyapa. Siapa lagi kalau bukan Hermann Goering.
Sang kakak merupakan orang nomor dua di rezim Nazi setelah Adolf Hitler. Hermann juga tinggal menunggu waktu dikirim ke Pengadilan Nuremberg untuk mempertanggungjawabkan pecahnya Perang Dunia II dan holocaust yang menelan korban sekira enam juta nyawa Yahudi dan sejumlah ras lain yang dianggap Nazi sebagai ras rendahan.
“Saya sangat menyesal, Albert, bahwa Engkau juga harus amat menderita karena aku. Engkau akan segera bebas. Lalu jagalah istri dan anakku. Selamat tinggal!” cetus Hermann, dikutip sejarawan William Hastings Burke dalam Thirty Four: The Keys to Göring’s Last Secret.
Itu kali terakhir adik-kakak Albert dan Hermann, yang bertolakbelakang soal politik, bertemu. Meski keduanya dikirim ke Pengadilan Nuremberg, rangkaian persidangan untuk mengadili para kaki-tangan Nazi 19 November 1945-1 Oktober 1946, keduanya dipisahkan kamar tahanan. Di akhir pengadilan pun hanya ada satu Goering yang keluar hidup-hidup.
Beda Jalan
Tak banyak yang aware bahwa selain Adolf Hitler, Reichsmarschall Hermann Goering juga punya keluarga penentang Nazi. Dalam keluarga Hitler, penentang itu ada pada sosok William Patrick Hitler. Anak dari adik tiri sang diktator, Alois Hitler Jr., itu di Perang Dunia II mengabdi di Angkatan Laut Amerika Serikat sebagai prajurit medis. Pasca-perang, pria kelahiran Liverpool, Inggris itu mengganti namanya menjadi William Patrick Stuart-Houston.
Kisah Willy Hitler mengemuka lantaran ia menulis memoar bertajuk My Uncle Adolf. Tetapi berbeda bagi Albert Goering. Nama Goering baik ini justru jarang terdengar pasca-dibebaskan dari segala tuduhan oleh Pengadilan Nuremberg. Ia mati dalam sepi tanpa diketahui sumbangsihnya sebagai aktivis anti-Nazi, hingga pada 2006 kisahnya digali dan diangkat Burke.
Albert Günther Göring merupakan anak bungsu Heinrich Ernst Göring, seorang eks Reichkommissar (setara gubernur jenderal) koloni Kekaisaran Jerman di Afrika Barat Daya (kini Namibia) dan Konsul Jenderal Jerman di Haiti, dari istri keduanya, Franziska ‘Fanny’ Tiefenbrunn. Albert lahir di distrik Friedenau, Berlin pada 9 Maret 1895.
Berbeda dari Hermann sang kakak yang juga anak Heinrich dan Fanny, tiga kakak Albert yang lain: Karl Ernst, Olga, dan Paula, lahir dari rahim istri pertama Heinrich, Caroline Maria de Neree. Caroline meninggal pada 1901.
Lantaran tugasnya di luar Jerman, Heinrich jarang ada di rumah. Keluarganya dititipkan pada Dr. Hermann von Epenstein, pebisnis Yahudi yang bersahabat dengan Heinrich sejak jadi gubernur jenderal di Afrika.
Baca juga: Hermann Goering, Sang Tiran Angkasa Nazi Jerman
Sebagaimana sang kakak, Albert juga memenuhi panggilan tugas kala Perang Dunia I pecah. Jika Hermann berkiprah sebagai penempur udara, Albert jadi opsir teknik komunikasi dan sinyal di parit-parit perlindungan pasukan darat Jerman.
Pasca-Perang Dunia I, Hermann memilih bergabung dengan Partai Nazi bareng Hitler, sementara Albert melanjutkan pendidikan dengan kuliah di jurusan teknik mesin Technische Universität München. Albert lantas bekerja sebagai salah satu direktur Sascha-Filmindustrie AG milik Oskar Pilzer di Wina, Austria. Sejak itu, hubungan Albert dan Hermann tak lagi dekat.
Nepotisme Menyelamatkan Korban Nazi
Hubungan keduanya membaik pasca-Jerman mencaplok Austria pada 1938. Di tempat tinggalnya di Grinzig, Albert sering dikunjungi Hermann dan ini dijadikan “modal” oleh Albert untuk menjalankan misi menyelamatkan ratusan orang Yahudi yang ditahan Schutzstaffel (SS) atau Gestapo, polisi rahasia Nazi yang didirikan Hermann.
“Sejak Swastika pertama muncul di Wina, ia tak kenal lelah mengatur visa dan sokongan dana untuk teman-teman Yahudinya. Dia mendatangi langsung pejabat-pejabat Nazi di Wina, membela wanita-wanita lansia Yahudi yang dipermalukan dan dipaksa menyikat jalanan berbatu,” sambung Burke.
Salah satu sosok penting yang diselamatkannya adalah mantan bosnya, Oskar Pilzer, beserta keluarganya. Meski saat Perang Dunia II sudah pecah dan Albert sudah pindah tempat kerja ke pabrik Škoda Works di Cekoslovakia, ia masih sudi membebaskan Pilzer yang ditahan Gestapo keluar dari Jerman.
“Albert secara rutin meminta bantuan kakaknya demi teman-teman Yahudinya atau para tahanan politik lainnya dengan memanipulasi ego Hermann dan memanfaatkan kedekatan hubungan keluarga. Hermann adalah jaring pengaman bagi Albert. Walau muncul empat perintah penahanan terhadapnya, Albert tak pernah betul-betul ditahan karena sang kakak selalu datang menolongnya,” kata Burke.
Baca juga: Heinrich Himmler, Arsitek Genosida Nazi
Selain Pilzer, sosok penting yang juga pernah diselamatkan Albert adalah mantan Kanselir Austria Kurt Schuschnigg dan Putra mahkota terakhir Wangsa Habsburg-Tuscany Pangeran Joseph Ferdinand. Keduanya diseret ke Kamp Konsentrasi Dachau bersama 70 ribu Yahudi dan para tahanan politik Nazi pada 1938. Dengan dibantu kakak perempuannya, Olga, Albert sukses membujuk Hermann untuk membebaskan keduanya.
“Hermann malunya bukan main (mendengar permintaan bantuan Albert, red.). Tetapi keesokan harinya bangsawan Habsburg itu dibebaskan,” tutur Albert kepada teman lamanya, Ernst Neubach.
Suatu kali, Albert berhasil menyelamatkan ratusan Yahudi dengan cara mirip dengan yang dilakukan Oskar Schindler, industriawan sohor Jerman. Ia mendatangi kamp konsentrasi menggunakan sejumlah truk dan meminta para tahanan untuk dijadikan buruh di pabrik Škoda. Setelah itu, truk-truk itu berhenti di tengah jalan dan Albert diam-diam memerintahkan mereka melarikan diri.
“Tapi kemudian kakak saya mengatakan itu terakhir kali dia bisa membantu saya, karena posisi dia juga sedang goyah, dan dia juga terpaksa minta tolong kepada (Heinrich) Himmler secara pribadi untuk melupakan perintah itu,” kata Albert di salah satu sesi persidangan Pengadilan Nuremberg.
Toh, aktivitas Albert yang dibantu para anggota perlawanan bawah tanah Cekoslovakia itu akhirnya terlacak Gestapo. Perintah gantung Albert dikeluarkan pada 1944. Albert pun kabur dari Austria dan bersembunyi di Praha.
Antitesis Hermann
Usai perang, gembong-gembong Nazi dikumpulkan Sekutu untuk disidang. Albert pun ditahan di Nuremberg nyaris dua tahun. Mulanya, para penyidik Amerika ragu akan kisah Albert. Tetapi dewi fortuna berpihak padanya, pengakuan tertulis datang dari 34 korban yang ia selamatkan. Salah satunya dari Pilzer, yang meminta pengadilan mencabut dakwaan-dakwaan terhadap Albert. Ia pun dibebaskan.
“Namun masalah tak selesai di situ. Aparat di Praha juga ingin mendakwanya sebagai kolaborator Nazi. Akan tetapi sejumlah anggota perlawanan bawah tanah Ceko yang juga bekerja di pabrik Škoda, di mana Albert sebagai manajernya, bersaksi bahwa Albert menolong mereka melarikan diri dari Nazi,” kata jurnalis investigasi Gavin Esler di BBC Radio 4, 27 Januari 2016.
Pada 1947, Albert benar-benar bebas. Namun nama Goering yang melekat padanya membuat kehidupan pascaperangnya ambyar. Semua istrinya: Maria von Ummon, Erna von Miltner, dan Mila Klazarova, minta cerai. Albert sukar mendapat pekerjaan.
“Setelah sekian lama akhirnya dia dapat pekerjaan sebagai desainer di sebuah firma konstruksi di Munich dan menyambi sebagai penulis serta penerjemah. Ia juga menikah lagi untuk keempat kali dengan asisten rumah tangganya, Brunhilde Seiwaldstätter, sampai akhirnya Albert meninggal pada 20 Desember 1966,” tulis Paul R. Bartrop dalam Resisting the Holocaust: Upstanders, Partisans, and Survivors.
Baca juga: Joseph Goebbels, Setia Nazi Sampai Mati
Sebelum meninggal pada 1966, Albert sempat membuka tabir rahasia hidupnya. Rahasia itu kemudian diungkapkan Elizabeth, putri Albert dari istri ketiganya Mila Klazarova kepada Esler, jurnalis investigasi BBC yang menemuinya di Klasa, Peru.
“Ayahnya, Albert, mengaku pada ibunya (Mila) bahwa dia bukanlah adik Hermann Goering dari orangtua yang sama. Dia hanyalah adik tirinya (Hermann). Albert mengatakan bahwa dia adalah putra dari Hermann von Epenstein. Dia lahir sebagai Yahudi tapi kemudian menganut agama Katolik,” ungkap Esler, menerangkan bahwa Albert merupakan anak hasil perselingkuhan Fanny ibunya dengan Von Epenstein.
Faktor itu diyakini sebagai motif di balik aktivitas Albert menyelamatkan ratusan orang Yahudi dari kebengisan rezim Nazi sejak berkuasanya Hitler pada 1933. Faktor itu pula yang membuat penampilan fisik maupun sifat Albert dan Hermann bak langit dan bumi. Albert bermata coklat gelap dan ciri wajah khas Eropa Tengah, sementara Hermann bermata biru dan ciri wajah khas Arya. Saat bocah, Albert lebih senang menyendiri dengan buku-bukunya, sementara Hermann adalah bocah pemberontak yang hobi main perang-perangan.
“Dia selalu menjadi antitesis dari diri saya sendiri. Dia tak pernah tertarik pada politik atau militer, seperti saya di waktu kecil. Saya senang keramaian dan punya banyak teman. Sedangkan dia pendiam dan tertutup. Dia juga orangnya melankolis dan sering pesimis pada banyak hal, sementara saya seorang yang optimis. Tetapi Albert bukan adik yang buruk,” kata Hermann pada Leon Goldensohm, psikiater Amerika yang mewawancarainya di sela Pengadilan Nuremberg, dikutip Burke.
Albert meninggal dalam “sepi” di Neuenbürg lantaran sosoknya sebagai anti-Nazi dan Holocaust tak diakui pemerintah dan masyarakat Jerman Barat selama puluhan tahun. Kisahnya pertamakali diangkat oleh Anthony Read dalam The Devil’s Disciples: Hitler’s Inner Circle yang rilis 1987. Meski biografinya yang ditulis James Wyllie, The Warlord and the Renegade, muncul pada 2006, nama Albert tetap terkubur tanpa pengakuan publik. Kisah Albert baru viral setelah Burke, yang menulis Thirty Four di tahun 2006, mengusulkan ke Yad Vashem di Israel agar menganugerahi Albert Goering penghargaan “Righteous Among the Nations”, pengakuan terhadap aktivis anti-Nazi laiknya Oskar Schindler.
Baca juga: Stauffenberg, Opsir "Judas" Kepercayaan Hitler