Masuk Daftar
My Getplus

Tembok Tebal Bernama Sudarno

Pengawal mistar Persija dan Timnas Indonesia era 1970-an. Pernah terlibat suap?

Oleh: Randy Wirayudha | 06 Feb 2021
Sudarno, kiper legendaris Persija & Timnas Indonesia era 1970-an (Ilustrasi: Betaria Sarulina/Historia)

KABUT duka kembali menghinggapi persepakbolaan Indonesia pekan ini. Sudarno, salah satu kiper legendaris Persija dan Timnas Indonesia, berpulang. Dedikasinya pada sepakbola dikenang tak hanya oleh klub berjuluk Macan Kemayoran itu tapi juga oleh PSSI.

Sudarno mengembuskan nafas terakhirnya pada Rabu (3/2/2021) dalam usia 64 tahun. Hingga tulisan ini dimuat, belum diketahui penyebab wafatnya kiper era 1970-an itu.

“Innalillahi wa innailaihi rojiun. Keluarga besar Persija mengucapkan bela sungkawa atas berpulanganya salah satu mantan penjaga gawang Tim Nasional dan Persija era Perserikatan, Sudarno. Doa terbaik untuk almarhum dan keluarga yang ditinggalkan,” demikian pernyataan Persija di akun Twitter-nya @Persija_Jkt.

Advertising
Advertising

Ketua Umum PSSI Komjen Pol. Mochamad Iriawan alias Iwan Bule melayangkan ungkapan dukanya di akun Twitter-nya, @iriawan84. “Turut berduka cita yang sedalam-dalamnya atas wafatnya Sudarno (Legenda Penjaga Gawang Timnas). Semoga almarhum mendapat tempat yang mulia di sisiNYA dan keluarga yang ditinggalkan diberi ketabahan dan kesabaran,” cuitnya.

Baca juga: Obituari: Gol Terakhir Ricky Yacobi

Sepenelusuran Historia, hanya sedikit sumber yang menyebutkan bagaimana kiper kelahiran 1953 itu pertamakali terjun ke persepakbolaan nasional. Hanya jamak diketahui, sebelum berdiri di bawah mistar Persija, Sudarno acap jadi andalan PS Jayakarta, satu klub yang acap jadi langganan juara di kompetisi Divisi I Persija.

Menjelang kompetisi Perserikatan 1975, nama Sudarno turut dipanggil untuk memperkuat Persija. Diungkapkan Ario Yosia dkk. dalam Gue Persija, Sudarno bersaing dengan tiga kiper lain dari delapan klub yang dinaungi Persija, yakni: Husein (Hercules), Ronny Pasla (UMS), dan AA Rake (Angkasa). Jayakarta sendiri jadi klub penyumbang pemain terbanyak tim yang diasuh Sinyo Aliandoe itu, terdiri dari: Sudarno, Sutan Harhara, Sofyan Hadi, Iswadi Idris, dan Anjas Asmara.

Di awal kompetisi, Sudarno berposisi sebagai kiper cadangan pertama. Pelatih Sinyo Aliandoe masih memilih Ronny Pasla sebagai kiper utama. Namun itu berubah begitu Persija menginjak babak delapan besar.

“Berlangsung di Stadion Senayan jelas keuntungan buat Persija sebagai juara bertahan. Namun di luar dugaan, Persija kalah dari Persipura dengan skor ‘wah’ 2-4. Gara-gara hasil pertandingan mengecewakan, posisi kiper utama Ronny Paslah berpindah ke tangan Sudarno,” tulis Ario.

Susunan pemain Persija di final Perserikatan 1975 dengan Sudarno di bawah mistar gawangnya (Gue Persija)

Sudarno tak menyia-nyiakan kesempatan itu. Ia jadi tembok tebal bagi Persija. Salah satu penyelamatan fenomenalnya ialah kala Persija bersua Persebaya di babak semifinal, 6 November 1975. Meski Persija terbilang mendominasi, sesekali tim “Bajul Ijo” punya peluang membahayakan.

“Persebaya sesekali mengancam gawang Persija yang dikawal Sudarno. Satu peluang emas, yakni saat Waskito tinggal berhadapan dengan kiper Sudarno. Tendangan Waskito berhasil ditinju Sudarno,” imbuh Ario.

Persija pun melaju ke final berbekal kemenangan 2-0 atas Persebaya itu. Nama Sudarno kembali diplot sebagai pengawal mistar utama di partai puncak yang mempertemukan Persija kontra PSMS. Laga tersebut menjadi bersejarah karena jumlah penonton yang hadir di Stadion Utama Senayan mencapai 125 ribu penonton.

Partai sengit itu bikin Sudarno pontang-panting di bawah mistar. Ia bahkan kebobolan ketika PSMS membuka gol lewat kaki Parlin Siagian di menit ke-10. Persija baru terselamatkan oleh gol penyama kedudukan lewat sundulan Sofyan Hadi. Namun, laga kedua tim berujung ricuh hingga diputuskan Persija dan PSMS menjadi juara bersama.

Baca juga: Persija dan PSMS Berbagi Trofi Juara

Namun, posisi kiper utama itu beralih lagi ke tangan Ronny Pasla kala Persija menjalani kompetisi Perserikatan 1978. Pelatih asal Polandia Marek Janota lebih memilih Ronny Pasla ketimbang Sudarno, yang kembali dipanggil ke tim sebagai kiper cadangan.

Kendati begitu, Sudarno tetap dipanggil ke Timnas PSSI meski Ssaat itu banyak kiper hebat, baik kiper muda maupun veteran yang masih aktif. Namun beruntung bagi Sudarno, PSSI saat itu membentuk banyak tim untuk mengikuti beragam kompetisi resmi maupun non-resmi, seperti Merdeka Games atau King’s Cup.

Sebagaimana dikutip dari Kiprah Sepak Bola Nasional Menerobos Piala Dunia, PSSI pada 1978 punya dua tim, yakni PSSI Utama dan PSSI Pratama. Sementara Ronny Pasla dipanggil ke tim PSSI Utama untuk Merdeka Games, Sudarno  dipanggil ke tim PSSI Pratama untuk berlaga di Pra Piala Asia Grup III di Bangkok, 1-14 Mei 1979. Sudarno bersaing dengan Novrizal Chai dan Purwono dalam memperebutkan posisi itu.

Tersandung Suap?

Namun kiprah Sudarno sempat tercoreng oleh urusan luar lapangan. Ditengarai, ia dan beberapa pemain timnas tersandung kasus suap. Tepatnya kala memperkuat PS Jayakarta di kompetisi semi-pro Galatama I musim 1979-1980.

Galatama dihelat sebagai kompetisi profesional pertama yang banyak tim pesertanya  berada di bawah naungan klub-klub Perserikatan. Untuk mewakili Jakarta, ada Indonesia Muda, Warna Agung, Tunas Inti, Arseto, Perkesa ’78, Cahaya Kita, dan Buana Putra. Sebelumnya semua klub itu berlaga di kompetisi Persija Divisi I. Sudarno kembali ke Jayakarta untuk tampil di Galatama I.

Mirisnya, Galatama turut dicengkeram perjudian bola dan skandal suap. Tak hanya melibatkan klub-klub besar seperti Perkesa, Mercu Buana, hingga Warna Agung yang keluar sebagai juara perdana, namun juga sejumlah pemain timnas. Tak terkecuali Sudarno.

Baca juga: Mercu Buana Ditutup Karena Skandal Suap

Sebagaimana disitat dalam buku Kisah Panjang Suap Sepakbola Indonesia, nama Sudarno turut didengungkan kala seorang whistleblower dengan nama samaran Eddy “bernyanyi” di media hingga menarik perhatian PSSI. Eddy disebutkan seorang karyawan Telkom Tanjung Karang cum salah satu pembina tim Provinsi Lampung untuk cabang sepakbola PON X 1981.

Mayoritas anggota tim Lampung yang tengah dipersiapkan untuk PON saat itu berasal dari klub Jaka Utama. Jaka Utama sering kalah tak wajar di Galatama, termasuk kalah dari Indonesia Muda dan Jayakarta yang keluar sebagai runner-up Galatama I. Eddy yang heran atas kekalahan tak wajar Jaka Utama, pada suatu malam menyadap sebuah sambungan telepon interlokal seorang bandar judi bernama A Hong di Tanjung Karang dengan Sudarno di Jakarta.

“Dalam pembicaraan itu, A Hong ditagih oleh pemain nasional Sudarno untuk segera mengirimkan uang Rp.4 juta yang telah disetujui lewat Budi Santoso dari Jaka Utama. Saya kecewa betul melihat permainan anak-anak Jaka Utama yang juga menjadi pemain inti tim PON X Lampung. Saya sudah curiga mereka disogok. Cuma saya tak punya bukti (sebelumnya),” aku Eddy.

Sudarno (kedua dari kiri) di Skuad Timnas PSSI. (indonesianjuniorleague.com).

Setelah mendapatkan bukti, Eddy mengadukan hasil penyadapannya ke pemilik Jaka Utama sekaligus penanggungjawab tim PON X Lampung, Marzuli Waranegara. Dari Marzuli, laporan itu diteruskan ke Gubernur Lampung Yasir Hadibroto dengan tembusan ke PSSI. Sayangnya PSSI seolah tutup mata. Eddy akhirnya memutuskan untuk buka suara ke media massa.

Dari pengakuan Eddy, para pemain Jaka Utama yang terlibat dalam skandal dengan tukang judi A Hong itu adalah Budi Santoso, Bujang Nasril, M. Asyik, serta pemain lain, Sudarno (Jayakarta), dan Haryanto (Tidar Sakti). Akan tetapi tetap saja beberapa nama itu terlepas dari jeratan hukum, kecuali untuk sang bandar judi A Hong yang diciduk, diadili, dan dibui.

“Hukuman PSSI tetap ada, bahkan bisa lebih berat daripada yang dijatuhkan klub. Tergantung persoalannya. Namun Bujang Nasril, Sudarno, dan Haryanto adalah pemain nasional,” ujar juru bicara PSSI Uteh Riza Yahya.

Sejak saat itu, nama Sudarno mulai tenggelam dan tergantikan oleh kiper-kiper muda. Setelah gantung sarung tangan awal 1990-an, Sudarno memilih menjadi pelatih. Disitat dari laman Indonesia Junior League (IJL), Rabu (3/2/2021), Sudarno lebih dulu membantu timnas sebagai staf pelatih kiper pada periode 2002-2007 dan 2008-2010, untuk kemudian menghabiskan masa senjanya dengan mencari bibit-bibit masa depan di Indonesia Muda, klub yang turut berkompetisi di IJL.

“IJL sangat kehilangan dan turut berbelasungkawa atas wafatnya coach Sudarno. Semoga ada generasi penerus yang siap melanjutkan perjuangan Mbah Darno dari bawah mistar gawang. Selamat jalan, legenda,” tandas CEO IJL Rezza Mahaputra Lubis.

Baca juga: Obituari: Maradona-nya Indonesia Telah Tiada

TAG

sepakbola obituari persija timnas indonesia kiper

ARTIKEL TERKAIT

Philippe Troussier si Dukun Putih Momentum Bayer Leverkusen Kanvas Kehidupan Fathi Ghaben Dua Kaki Andreas Brehme Petualangan Tim Kanguru Piala Asia Tanpa Israel Sisi Lain Der Kaiser Franz Beckenbauer Suami Istri Pejuang Kemanusiaan Ingar-Bingar Boxing Day Sinterklas Terjun hingga Tumbang di Stadion