Masuk Daftar
My Getplus

Raihan Uber Cup Seharga Kain Brokat

Perjuangan merebut Uber Cup yang sarat keringat dan air mata hanya diapresiasi dengan kata-kata dan lembaran kain.

Oleh: Randy Wirayudha | 08 Jun 2018
Regina Masli & (mendiang) Minarni mengapit Presiden Soeharto saat tim Uber diundang ke Bina Graha/Foto: Dok. Regina Masli

JELANG perang di pentas Thomas dan Uber Cup 2018 lalu, tim Indonesia sudah diguyur bonus rupiah. Pada 8 Mei 2018, Li-Ning selaku sponsor mengguyur Rp500 juta, Bank Rakyat Indonesia (BRI) juga memberi santunan asuransi kepada masing-masing anggota tim putra dan putri Rp500 juta.

Andai mereka menang di Bangkok, Thailand, 20-27 Mei 2018, mereka bakal makin “kuyup".  Sayang, bonus tak berbanding lurus dengan prestasi. Tim Thomas Indonesia yang dikapteni Hendra Setiawan, gugur di semifinal. Tim Uber yang dikapteni Greysia Polii bahkan lebih parah, hanya bisa sampai perempatfinal.

Alih-alih menyadari kegagalan itu, Manajer tim Susi Susanti malah menyatakan hasil tim Uber sudah sesuai target. Perbulutangkisan putri Indonesia jelas mundur. Banyaknya bonus justru membuat prestasi bulutangkis putri Indonesia melempem.

Advertising
Advertising

Bak bumi dan langit jika dibandingkan tim putri Indonesia yang berjuang di Uber Cup 1975, 5-6 Juni 1975 di Jakarta. Tanpa iming-iming bonus barang sebenggol, mereka main seolah tak mengenal kata “kalah”. “Begitulah bedanya pemain dulu dan sekarang. Dari segi fasilitasnya juga sekarang jauh lebih bagus,” ujar Regina Masli, yang ikut memperkuat tim Uber 1975, kepada Historia.  

Regina kala itu berpasangan dengan kapten tim Minarni Soedarjanto di nomor ganda. Di final hari kedua kontra Jepang, 6 Juni 1975, Regina/Minarni menjadi penentu keberhasilan Indonesia merebut Uber Cup untuk pertama kalinya. “Kemenangan kita disambut hangat warga Jakarta,” sambungnya.


Namun, keberhasilan itu tak berbanding lurus dengan ketebalan kocek para pemain. Tak ada bonus dari pengurus, pemerintah, apalagi sponsor untuk para pemain. Mereka hanya dapat kompensasi. “Dari hasil penjualan tiket Uber Cup, saya masih ingat, kita dapat Rp1 juta per orang,” lanjut Regina yang sejak 1990 bermukim di Amerika Serikat dan bekerja di Behavioral Medicine Center.

Hanya itu bentuk perhatian dan apresiasi yang mereka dapatkan. Euforia penyambutan kemenangan tim Uber pun tak sampai sepekan sudah redup. Para pemain kembali ke “asal”, seolah tak pernah memberi kebanggaan pada negeri. Regina bahkan saat jatuh sakit di Wisma Atlet Senayan empat hari pasca-final, tak ada yang menjenguk. Dokter yang memeriksa menjadi satu-satunya orang yang ditemuinya.

Minimnya perhatian itulah yang jadi perhatian Ibu Negara Tien Soeharto dan disampaikannya ketika mengundang tim Uber ke rumahnya, Jalan Cendana, 18 Juni. Ibu Tien berharap Regina dan kawan-kawan tak kecewa oleh sambutan terhadap keberhasilan tim Uber yang tak segempita sambutan terhadap keberhasilan tim Thomas. Tim Uber juga diharapkan tak kecewa oleh ketiadaan perhatian dalam bentuk bonus dari pemerintah.

“Ibu Tien memberi sambutan (wejangan), antara lain bahwa kita sebagai wanita Indonesia harus hidup sederhana. Setelah itu kita semua diberikan bahan kain brokat buatan dalam negeri,” ujar Regina mengenang.

Sepekan berselang, 24 Juni 1975, giliran Presiden Soeharto mengundang tim Uber ke Bina Graha. Mereka didampingi Ketua Umum PBSI Sudirman. “Pak Sudirman berkata pada kita, jangan minta apa-apa ke Presiden Soeharto,” ujar Regina.

Di Bina Graha, presiden memuji keberhasilan Regina dan kawan-kawan. “Piala Uber diraih tim Indonesia merupakan kebanggaan, terutama bagi kaum wanita, justru pada tahun wanita internasional dewasa ini,” ujar Soeharto, dilansir Kompas 25 Juni 1975.

Hanya kata-kata pujian itulah yang didapat tim Uber dari presiden. Perhatian konkret baru mereka peroleh sehari kemudian dari Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin yang mengundang mereka ke Balaikota. Ali menghadiahi tim Uber deposito senilai Rp300 ribu.  

Meski tak mendapat bonus pribadi, mereka senang dapat perhatian pemerintah (provinsi). “Padahal waktu itu kita semua sebagai pemain tidak ada seorang pun yang punya rumah. Begitulah bedanya pemain dulu dan sekarang yang fasilitasnya beda jauh,” imbuh Regina lagi.

Baca juga: 

Demi Ibu Pertiwi
Nona Manis Jagoan Bulutangkis
Public Enemy Bernama Scheele
Lambang Supremasi Bulutangkis Putri

TAG

Bulutangkis UberCup ReginaMasli Soeharto

ARTIKEL TERKAIT

Eks Pemilih PKI Pilih Golkar Ledakan di Selatan Jakarta Supersemar Supersamar Sudharmono Bukan PKI Dianggap PKI, Marsudi Dibui Dulu Rice Estate Kini Food Estate Dari Petrus ke Kedung Ombo Sebelum Ferry Juara Dunia Bulutangkis Soeharto Nomor Tiga, Mendagri Murka pada Lembaga Survei Soeharto Nomor Tiga, Lembaga Survei Ditutup