Masuk Daftar
My Getplus

Piala AFF, Turnamen Para Jawara Asia Tenggara

Dihelat 12 tahun pasca-berdirinya AFF. Gelaran perdananya dinodai skandal pengaturan skor.

Oleh: Randy Wirayudha | 14 Des 2021
Timnas Indonesia di Piala AFF 2020 (aseanfootball.org)

SETELAH setahun tertunda gegara pandemi Covid 19, Piala AFF 2020 akhirnya bisa dihelat 5 Desember 2021-1 Januari 2022. Sebagaimana perhelatan perdananya 25 tahun lampau, Singapura kembali jadi tuan rumah turnamen dua tahunan ASEAN ini. Laga-laganya dihelat di dua venue: National Stadium dan Bishan Stadium.

Indonesia tergabung di Grup B bersama Malaysia, Vietnam, Kamboja, dan Laos. Tak hanya diperkuat para pemain muda terbaik kompetisi domestik, skuad Indonesia yang berisi 30 pemain juga diisi beberapa pemain yang berkarier di luar negeri. Mereka yang dipanggil coach Shin Tae Yong yakni Elkan Baggott (Ipswich Town/Inggris), Asnawi Mangkualam (Ansan Greeners/Korea Selatan), Ryuji Utomo (Penang FC/Malaysia), Syahrian Abimanyu (Johor Darul Ta’zim/Malaysia), Witan Sulaeman (Lechia Gdańsk/Polandia), dan Egy Maulana Vikri (FK Senica/Slovakia).

“Ini kombinasi pemain yang bagus. Rata-rata usia skuad masih muda. Masa depan tim ini saya yakin akan cerah. Saya dan beberapa exco (komite eksekutif, red.) juga akan berangkat ke Singapura untuk mendukung mereka. Insya Allah mereka bisa jadi juara,” kata Ketua PSSI Mochamad Iriawan, di laman resmi PSSI, 1 Desember 2021.

Advertising
Advertising

Baca juga: Menggocek Sejarah Sepakbola Vietnam

Hingga tulisan ini diturunkan, performa timnas cukup apik. Setelah sukses menghajar Kamboja 4-2, Indonesia menggilas Laos 5-1.

Publik sepakbola tanah air tentu berharap banyak pada timnas. Pasalnya, sejak digelar pertama tahun 1996 dan kejuaraan ini masih bernama Piala Tiger, belum sekali pun skuad “Garuda” pernah mencicipi gelar juara. Dari 13 edisi, Indonesia lima kali gigit jari karena sekadar keluar sebagai runner-up (2000, 2002, 2004, 2010, 2016).

Skuad Garuda yang diharapkan mencetak sejarah di Piala AFF 2020 (pssi.org)

Padahal, PSSI adalah satu dari enam pendiri Federasi Sepakbola Asia Tenggara (AFF). Bahkan, Marsekal Madya (Purn.) Kardono yang merupakan Ketua Umum PSSI periode 1983-1991 dipercaya menjadi presiden AFF pertama pada 1984.

AFF yang jadi bagian dari AFC (Konfederasi Sepakbola Asia) menaungi semua induk sepakbola se-ASEAN. AFF berdiri pada 1984 dengan markasnya di Kuala Lumpur, Malaysia. Menukil laman resmi AFF, gagasan pendirian AFF diprakarsai oleh lima perwakilan induk sepakbola anggota ASEAN yang menggelar pertemuan di Bangkok, Thailand pada 1982. Mereka adalah Dato’ Seri Haji Samah (Malaysia), Hans Pandelaki (Indonesia), Fernando G. Alvarez (Filipina), Pisit Ngampanich (Thailand), serta Teo Chong Tee dan Yap Boon Chuan (Singapura). Pertemuan itu didukung Sekjen AFC Peter Velappan.

Rapat itu dilanjutkan pertemuan susulan enam delegasi induk sepakbola ASEAN: Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina, Thailand, dan Brunei Darussalam pada 31 Januari-1 Februari 1984. Keenamnya bersepakat mendirikan AFF dengan tujuan kerjasama demi pengembangan sepakbola. Kardono, dipilih sebagai presiden pertamanya, ditemani Pengiran Ibrahim Pengiran Damit dari Brunei sebagai wakilnya.

Baca juga: Roman Sepakbola Negeri Jiran

Namun, turnamen antarnegara ASEAN belum jadi agenda utama. AFF pada tahun itu justru menggelar turnamen antarklub, ASEAN Club Championship. Turnamen itu dijuarai Bangkok Bank of Thailand yang di final menang 1-0 atas Yanita Utama di Stadion Utama Senayan.

Turnamen tersebut berjalan sampai 1989. Setelah itu, AFF tidak punya agenda lain.

“AFF baru menggeliat lagi di pertengahan 1990-an dengan tujuan menggalakkan aktivitas administratif dan edukasi di antara para anggotanya. Dibantu sekjen-sekjen FAM (induk organisasi sepakbola Malaysia) dan FAT (Thailand), Paul Mony Samuel dan Worawi Makudi, bekerjasama dengan AML (AFC Marketing Limited), AFF meluncurkan turnamen utama mereka yang baru untuk tim nasional, Tiger Cup pada 1996,” tulis Ben Weinberg dalam Asia and the Future of Football: The Role of the Asian Football Confederation.

Edisi Perdana yang Ternoda

Turnamen antarnegara Asia Tenggara itu disepakati digelar dua tahun sekali. Nama “Tiger Cup” diambil bertolak dari sponsor utama, Tiger Beer, brand bir dari produsen Heineken yang berbasis di Singapura.

Selain enam anggota pendiri AFF, empat negara yang belum menjadi anggota AFF kala itu turut diundang: Kamboja, Laos, Myanmar, dan Vietnam. Tujuannya untuk membuktikan siapa yang terbaik di kawasan Asia Tenggara.

Pada edisi perdana yang dihelat di Singapura, 2-15 September 1996, itu skuad Indonesia tampil menjanjikan di penyisihan Grup A yang juga dihuni Vietnam, Myanmar, Laos, dan Kamboja. Namun, Kurniawan Dwi Yulianto dkk. ditumbangkan Malaysia, 3-1, di semifinal. Thailand lantas keluar sebagai juaranya setelah mengalahkan Malaysia, 1-0, di final.

Baca juga: Serumpun yang Berseteru di Lapangan

Akan tetapi bukan euforia Thailand atau penampilan ciamik bintangnya, Kiatisuk Senamuang, yang jadi buah bibir usai turnamen AFF perdana itu. Kehebohan justru datang dari skandal pengaturan skor yang berkelindan dengan judi sepakbola.

Skandal itu terungkap setelah bek Filipina, Judy Saluria, menjadi whistleblower-nya. Mengutip laporan AP News, 20 September 1996, Saluria ditawari uang 50 ribu dolar (senilai 1,3 juta peso Filipina) oleh tiga penyuap asal Singapura dan Malaysia. Kasus itu kemudian jadi perhatian Biro Investigasi Praktik Korupsi Singapura CPIB.

“Jaksa penuntut CPIB menguak tiga tersangka, Kandasamy Karuppan (45) dan Yam Phuang Fei (54), keduanya dari Malaysia, dan Chong Dhin Hoong (Singapura). Ketiganya dihadapkan pada ancaman hukuman lima tahun penjara dan denda 71.430 dolar,” kata laporan tersebut.

Timnas Thailand jadi juara di Piala Tiger (kini AFF Cup) pertama tahun 1996 (aseanfootball.org)

Percobaan suap kepada Saluria itu dilakukan untuk mengatur skor matchday ketiga penyisihan Grup B antara Singapura kontra Filipina pada 6 September 1996. Ketiga penyuap  meminta Saluria untuk membiarkan Singapura mencetak banyak gol. Harapan mereka agar Singapura bisa menang hinga 7-0. Pasalnya, di dua laga sebelumnya Singapura hanya bisa bermain imbang 1-1 kontra Malaysia dan menang 3-0 atas Brunei.

Saluria mengaku tidak menerima suap tersebut. Singapura sendiri akhirnya hanya bisa menang 3-0 atas Filipina. Hasil itu membuat Singapura gagal melaju ke semifinal karena hanya bertengger di posisi tiga klasemen di bawah Malaysia dan Thailand.

Baca juga: Menangkal Babi-Babi Suap di SEA Games 1991

Saluria dengan ditemani asisten pelatih Hans Smit sudah berusaha melaporkan upaya penyuapan itu kepada otoritas Singapura sebelum 6 September. Tetapi Saluria diminta untuk tutup mulut, setidaknya sampai turnamen usai.

Ceritanya bermula dari Smit yang sudah lama mengendus adanya mafia pengaturan skor. Smit memutus semua sambungan telepon di kamar pemain. Karena itulah kemudian Saluria ditemui langsung ketiga tersangka usai konferensi pers jelang matchday kedua Grup B Filipina vs Malaysia pada 4 September.

“Saya tahu hal semacam ini (suap) sangat mungkin terjadi karena perjudian dalam laga-laga sepakbola sangat merajalela di Asia,” kata Smit kepada suratkabar Manila Standard, 22 September 1996.

Kolase pemberitaan terkait upaya suap terhadap pemain Filipina (People's Journal edisi 28 November 1996)

Saluria ditemani Smit kemudian diminta otoritas Singapura untuk menjebak ketiga tersangka itu. Saluria diperintah untuk berpura-pura mau menerima suap jelang laga Singapura kontra Filipina. Ia setuju. Maka saat ketiga penyuap datang dan menyerahkan sebuah tas berisi uang kepada Saluria di halaman parkir hotel, mereka langsung diciduk.

Ketiganya diajukan ke meja hijau pada 15 November dan diancam hukuman lima tahun penjara dan denda 71.430 dolar. Akan tetapi, ketiganya kemudian dibebaskan dengan sejumlah uang jaminan namun paspor terdakwa asal Singapura dicabut dan dua terdakwa asal Malaysia dilarang masuk Singapura lagi.

Lucunya, jauh setelah itu, isu dugaan pengaturan skor juga mengemuka di Piala AFF 2020. Netizen dengan akun @orientalgambler pada 9 Desember 2021 menuduh kemenangan  Malaysia atas Laos, 4-0, adalah hasil pengaturan skor.

“@affsuzukicup @theaseanball sungguh pertandingan pengaturan skor yang mencolok di mana Laos sengaja mengalah kepada Malaysia. Kalian mesti memulai sebuah investigasi. Ini terjadi di Singapura,” kicau akun tersebut.

Otoritas AFF hingga kini belum memberikan tanggapan. Oleh karenanya publik bertanya-tanya, benarkah Piala AFF 2020 kembali tercoreng skandal suap sebagaimana edisi perdana?

Baca juga: Utak-Atik Skor Bola di Belakang Layar

TAG

timnas indonesia timnas-indonesia sepakbola

ARTIKEL TERKAIT

Cerita dari Stadion Kridosono (Bagian II – Habis) Cerita dari Stadion Kridosono (Bagian I) Pengungsi Basque yang Memetik Bintang di Negeri Tirai Besi Riwayat NEC Nijmegen yang Menembus Imej Semenjana Geliat Tim Naga di Panggung Sepakbola Mula Bahrain Mengenal Sepakbola Enam Momen Pemain jadi Kiper Dadakan Memori Manis Johan Neeskens Kenapa Australia Menyebutnya Soccer ketimbang Football? Kakak dan Adik Beda Timnas di Sepakbola Dunia