Masuk Daftar
My Getplus

Olahraga Simbol Kedaulatan

Pekan Olahraga Nasional pertama digelar pada masa perang mempertahankan kemerdekaan melawan Belanda.

Oleh: Hendri F. Isnaeni | 09 Sep 2014
Cabang atletik PON I di Solo, 9-12 September 1948. (Frans Mendur/IPPHOS).

SAAT meresmikan pemugaran Stadion Sriwedari, Solo, pada 9 September 1983, Presiden Soeharto menetapkan tanggal 9 September sebagai Hari Olahraga Nasional. Tanggal itu dipilih karena pada 9 September 1948 Pekan Olahraga Nasional (PON) pertama dibuka Presiden Sukarno di stadion tersebut.

PON I diikuti 600 atlet dari 13 daerah: Yogyakarta, Solo, Surabaya, Malang, Kediri, Madiun, Semarang, Pati, Kedu, Magelang, Banyumas, Bandung, dan Jakarta. Sembilan cabang olahraga dipertandingkan: atletik, bola keranjang (korfball), bulutangkis, tenis, renang, panahan, sepakbola, bolabasket, dan pencak.

Maulwi Saelan, komandan Tentara Pelajar Seberang, berpartisipasi dalam cabang sepakbola.

Advertising
Advertising

“Saya sebagai orang luar Jawa dimasukkan dalam kontingen Jakarta,” kata Maulwi.“ PON I penting sekali artinya karena diselenggarakan di tengah-tengah perjuangan mempertahankan kemerdekaan.” 

Baca juga: 

Maulwi Saelan yang Saya Kenal

PON I diselenggarakan oleh Persatuan Olahraga Republik Indonesia (PORI) dan Komite Olimpiade Republik Indonesia (KORI) yang terbentuk pada Januari 1946 dan berkedudukan di Yogyakarta.

PON I merupakan hasil keputusan kongres pertama PORI di Solo pada 2-3 Mei 1948. Selain itu, kongres juga berjuang menembus blokade dengan berusaha ambil bagian dalam Olimpiade yang akan diselenggarakan di London pada 1948.

Baca juga: Wasit Pemberani Bernama Tjen A. Kwoei

Permintaan ikut Olimpiade diajukan ke London. Namun, jawaban itu jatuh ke tangan Belanda di Jakarta dan tidak diteruskan kepada KORI.

Dalam jawaban disebutkan bahwa Republik Indonesia untuk sementara belum bisa diterima menjadi anggota penuh organisasi Olimpiade karena belum menjadi anggota PBB. Meski demikian, Indonesia diundang sebagai observer (peninjau).

Mengetahui adanya undangan itu, KORI dan PORI membentuk delegasi yang akan dikirim ke London, terdiri dari Sultan Hamengkubuwono IX (ketua umum KORI), Letkol Azis Saleh (wakil ketua bagian atletik PORI), dan Mayor Maladi (ketua bagian sepakbola PORI). Namun, delegasi tak jadi berangkat karena harus menggunakan paspor Belanda.

“Keharusan menggunakan paspor Belanda direkayasa oleh Belanda untuk menunjukkan kepada dunia bahwa yang berdaulat di Indonesia adalah Belanda,” kata Maulwi. 

Baca juga: 

Lotere untuk PON

PON I diselenggarakan untuk menjawab blokade Belanda sekaligus menunjukkan bahwa Indonesia adalah negara yang sudah berdaulat.

“PON ini juga membuktikan bahwa olahraga kita mampu berbicara, bersikap, patriotik, dan ikut menjalankan peran strategis dalam revolusi kemerdekaan,” kata Maulwi.

PON I, yang berlangsung sampai 12 September 1948, berjalan lancar. Solo keluar sebagai juara umum dengan 16 medali emas, 10 perak, dan 10 perunggu.*

TAG

pekan olahraga nasional

ARTIKEL TERKAIT

Cerita dari Stadion Kridosono (Bagian II – Habis) Cerita dari Stadion Kridosono (Bagian I) Kado Manis dari Tionghoa untuk Tenis Indonesia Tionghoa Nasionalis di Gelanggang Bulutangkis Pengungsi Basque yang Memetik Bintang di Negeri Tirai Besi Riwayat NEC Nijmegen yang Menembus Imej Semenjana Melawan Belanda dengan Renang di Kolam Renang Manggarai Alkisah Niki Lauda Juara F1 Bermodal Setengah Poin Geliat Tim Naga di Panggung Sepakbola Kompak Unjuk Aksi Solidaritas HAM di Podium Olimpiade