Sampai tahun depan, Indonesia masih akan jadi penonton MotoGP. Rencana untuk bisa menghelat salah satu seri perhelatan balap motor paling bergengsi itu tahun 2017 gagal. Operator MotoGP, Dorna Sports, pada Juli 2016 menilai, Sirkuit Sentul di Bogor masih belum layak menggelar MotoGP.
“Sirkuitnya bagus, tapi aspal, area run off, untuk MotoGP terlalu berisiko,” kata Marc Marquez, pembalap top tim Repsol Honda, dalam jumpa pers usai menjajal Sirkuit Sentul, 25 Oktober 2016.
Rencana lain Indonesia menghelat MotoGP pada 2018 pun gagal. Thailand justru “menyalip” dengan mengantongi deal menggelar MotoGP di 2018.
Baca juga: Enam Nomor yang Dipensiunkan dari Lintasan MotoGP
Nasib Sentul, yang pernah jadi sirkuit internasional satu-satunya yang bisa dibanggakan Indonesia, kian suram. Untuk jadi tuan rumah MotoGP Indonesia 2019, ia mesti bersaing dengan Sirkuit Jakabaring di Palembang, yang pembangunannya hampir rampung, dan Sirkuit Mandalika di Lombok. Padahal, sirkuit ini pernah mendapat kehormatan menggelar dua kali MotoGP Indonesia, pada 1996 dan 1997. Bukan pekerjaan mudah untuk bisa membawa Michael Doohan dkk balapan di Tanah Air saat itu.
Sirkuit Sentul, dengan trek sepanjang 3,9 kilometer (kini 4,2 kilometer), awalnya dibangun atas visi putra bungsu Presiden Soeharto, Hutomo Mandala Putra atau Tommy Soeharto selaku Ketua Umum PB Ikatan Motor Indonesia (IMI) bersama Tinton Soeprapto dan Tunky Ariwibowo serta dukungan pemerintah. Meski peletakan batu pertama pembangunannya dilakukan pada 1986, proyeknya baru berjalan pada 1990. Kesulitan sponsor menjadi penyebabnya.
“(Alokasi dana, red.) dari kita sendiri (IMI), dari BP Ancol, juga dari Gaikindo. Tenaga desain lay out-nya dari FIA dan FISA yang disesuaikan dengan lahan yang ada,” ungkap Tommy Soeharto di tabloid Otomotif edisi 27 tahun 1991.
Baca juga: Garis Start Valentino Rossi
Menurut rencana awal, Sentul akan punya trek sepanjang sekira 4,2 kilometer. Tommy menjelaskan, Sentul dibangun untuk balap mobil Formula 1 sehingga menggunakan desainer-desainer dari FISA dan FIA (otoritas balap Formula One-F1).
Dalam perjalanan, desain trek “disunat” 40 persen, menyisakan 3,9 kilometer. Fasilitas penunjang balapan yang dipunyai Sentul juga belum memuaskan pihak FIA. F1 Grand Prix Indonesia pun batal.
Sirkuit yang rampung pada 1992 dan diresmikan Presiden Soeharto pada 22 Agustus 1993 itu justru kemudian mampu menjadi tuan rumah MotoGP Indonesia pada 7 April 1996. Tentu setelah Sentul mendapatkan beberapa pembenahan, yang dilakukan pada Januari sebelumnya. Menurut Kompas 7 April 1996, butuh dana 2 juta dolar Amerika untuk menggelar seri ke-15 MotoGP 1996 itu.
Hajatan berjalan lancar. Sekira 100 ribu penggila balapan dunia menyesaki tribun-tribun penonton. Balapan yang terdiri dari tiga kelas itu dimenangi “Mick” Doohan (kelas 500cc), Tetsuya Harada (kelas 250cc) dan Haruchika Aoki (kelas 125cc). Presiden Soeharto turun langsung meyerahkan trofi untuk kelas teratas.
Baca juga: Kisah Pembalap Prancis di Garis Finis
Hal itu jadi panggung politik tersendiri buat pemerintahan Soeharto. Saat itu, pemerintahannya mendapat kecaman dan kritik masyarakat Australia terkait kasus-kasus pelanggaran HAM di Timor Timur. Kebetulan, Doohan yang memenangi MotoGP Indonesia 1996 itu merupakan racer asal Negeri Kanguru. “Kesediaan Presiden Soeharto menyerahkan penghargaan kepada Doohan merupakan bukti sikap bersahabat Indonesia terhadap Australia,” tulis Kompas, 8 April 1996.
Dukungan pemerintah terhadap perhelatan MotoGP Indonesia juga tak lepas dari niat promosi Indonesia ke dunia internasional. “Ini merupakan promosi besar-besaran tentang Indonesia ketimbang kegiatan muhibah-muhibah ke luar negeri,” tutur Menpora Hayono Isman, dikutip Kompas.
Tahun berikutnya, Indonesia masih mendapat kepercayaan menggelar MotoGP Indonesia. Tadayuki Okada, Max Biaggi, dan legenda hidup yang masih aktif balapan, Valentino Rossi, masing-masing menjuarai kelas 500cc, 250cc, dan 125cc.
Baca juga: Siklus Valentino Rossi