HENRY Ford II (diperankan Tracy Letts) meradang. Penjualan mobil pabrikan miliknya, Ford, di tahun itu (1963) tengah lesu. Dari segenap jajaran petinggi Ford, hanya Lee Iacocca (Jon Bernthal) yang mencetuskan ide anti-mainstream, yakni Ford ikut ajang balap paling prestisius 24 Hours of Le Mans.
Iacocca yakin jika bisa menang, bakal berbanding lurus dengan membaiknya penjualan mobil. Masalahnya, balapan Le Mans 24 Jam tengah didominasi Ferrari. Henry Ford II kian malu dan murka kala Enzo Ferrari (Remo Girone) menolak pabrikan mobil berjuluk “kuda jingkrak” itu dibeli oleh Ford. Tak ada kata lain buat Ford selain harus membalas di atas lintasan.
Begitulah sineas James Mangold membuka premis film drama bertema balapannya, Ford v Ferrari, yang belum lama ini menang Piala Oscar untuk kategori suntingan film terbaik dan suntingan tata suara terbaik. Film itu menampilkan mega proyek Ford untuk bisa membuktikan pada Ferrari bahwa mobil Ford tak sejelek yang dikatakan.
Iacocca merasa hanya Carroll Shelby (Matt Damon) orang yang tepat untuk dipilih, mengingat Shelby pernah juara di Le Mans 1959. Shelby jelas tertarik namun mesti mengajak Ken Miles (Christian Bale), pembalap lain yang ia percayai, untuk membangun mobil yang tangguh. Pasalnya, sejak 1959 Shelby tak lagi bisa balapan lantaran penyakit jantung.
Baca juga: Apa Kabar Michael Schumacher?
Banting tulang Miles dan Shelby serta sejumlah kru pabrikan Ford dan tim Shelby American tak sia-sia. Mereka sukses mengembangkan mobil untuk ikut balapan Le Mans 1966 yang ditakuti Ferrari, Ford GT40 Mk. II.
Namun nahas bagi Miles. Walau tengah digdaya, ia mesti mengendarai mobil nomor 1 bergantian bersama Denny Hulme (Ben Collins) gegara team order dari wakil presiden Ford, Leo Beebe (Josh Lucas). Beebe mengusulkan pada Henry Ford II supaya ketiga mobil mereka bisa “kejepret” bersamaan saat melintas garis finis. Itu akan jadi publikasi dan nilai plus untuk penjualan mobil Ford. Miles yang tengah unggul satu setengah lap dari dua mobil lainnya manut dan melambatkan mobilnya.
Meski hampir bersamaan dengan dua mobil lainnya, pada akhirnya hidung mobil Miles lebih dulu melewati garis finis. Namun Miles bukan pemenangnya. Regulasi balapan Le Mans ditentukan oleh mobil mana yang menempuh jarak paling jauh, bukan yang tercepat.
Maka mobil Ford Bruce McLarenlah yang melintas garis finis di posisi dua dinyatakan menang lantaran ia memulai balapan dari posisi yang lebih jauh di belakang dibanding Miles. Itulah salah satu keunikan balapan Le Mans yang pertamakali digelar pada 1923.
Ajang Uji Daya Tahan
Beberapa detail tentang keunikan Le Mans turut dihadirkan Mangold dalam Ford v Ferrari. Antara lain, jelang start, pembalap tak duduk menanti dimulainya balapan sebagaimana ajang-ajang lain, melainkan berlari ke mobil masing-masing dari seberang garis start.
Lalu, soal aturan masuk pit-stop. Mobil peserta baru diizinkan masuk pit-stop untuk mengisi bahan bakar, mengganti ban, mengisi ulang oli, mengganti suku cadang, hingga bertukar pembalap, saat durasi balap sudah melewati satu jam. Pasalnya, balapan yang punya nama asli “24 Heurs du Mans” itu bukan adu cepat, namun adu ketahanan mobil maupun pembalap lantaran harus non-stop balapan 24 jam penuh.
Baca juga: Kontroversi Schumi
Analis dan jurnalis otomotif Philip O’Kane dalam artikelnya, “A History of the Triple Crown of Motor Racing: The Indianapolis 500, The Le Mans 24 Hours and the Monaco Grand Prix”, dimuat The History of Motor Sport: A Case Study Analysis, memaparkan bahwa ajang Le Mans 24 Hours merupakan gagasan dari tiga tokoh balap Georges Durand, sekretaris Automobile Club de I’Ouest (ACO); Charles Faroux, jurnalis suratkabar L’Auto dan La Vie Automobile dan; dan Émile Coquille, bos perusahaan importir otomotif Rudge-Whitworth. Gagasan itu muncul saat ketiganya berdiskusi di sela pameran otomotif Salon de I’Automobile di Paris, 1922.
Idenya adalah menggelar ajang balapan yang bukan lagi sebagai adu cepat, namun adu ketahanan mobil. Balapan juga menjadi ajang uji kehandalan kualitas mobil secara keseluruhan selama seharian penuh non-stop, baik perangkat-perangkat yang sudah dipasang maupun ajang menjajal modifikasi masing-masing pabrikan yang tentunya berguna untuk pengembangan mobil-mobil komersil masing-masing pabrikan.
“Diputuskan bahwa mobil balap harus lebih disederhanakan dan mudah diakses. Memang mobil balap bisa mencapai kecepatan tinggi. Masalahnya, teknologi mobil-mobil balap mulai berlari jauh dan tak lagi bisa digunakan untuk kebutuhan mobil sehari-hari sekaligus kebutuhan mobil yang lebih aman jika dipakai di jalan,” ungkap O’Kane.
Ketiganya pun meracik regulasi dan ajangnya bakal dinaungi ACO. Trofinya disediakan oleh Coquille berupa trofi La Coupe Rudge-Whitworth yang menyandang nama perusahaan impor yang dipegang Coquille. Ketiganya sepakat yang boleh mengikuti balapan adalah mobil pabrikan berbodi touring, bukan mobil balap modifikasi seperti di Grand Prix Monaco, karena misi adu daya tahan mobil maupun pembalap, bukan siapa yang lebih cepat.
Baca juga: Sirkuit Jalanan dari Monaco hingga Singapura
Maka dalam regulasi awal, syarat mobilnya harus memiliki empat seat meski dikemudian hari mobil dua seat tetap diizinkan mengaspal. Mobil yang boleh ikut merupakan mobil kategori 1.100-6.500cc dan spesifikasinya wajib persis dengan yang diiklankan masing-masing pabrikan.
Durasi awal balapan awalnya diusulkan Faroux sepanjang delapan jam, sebagaimana percakapanny dengan Durand yang dikutip Hervé Guyomar dan Pierre-André Bizien dalam L’ACO, Siècle de Vie Associative et Sportive.
“Kenapa tidak 24 jam?” tanya Durand.
“Ide itu akan sangat sempurna, tapi Anda takkan bisa mendapatkan otoritasi yang dibutuhkan untuk keperluan itu,” jawab Faroux.
“Jangan khawatir. Itu urusan saya,” cetus Durand. Otoritasi yang dimaksud adalah perizinan untuk menghelat balapan selama 24 jam penuh, tak hanya dari ACO namun juga sampai pemerintah kota tempat balapan itu akan digelar.
Ajang itu akhirnya bisa terlaksana dengan nama resmi Grand Prix d’Endurance de 24 Heures dan dihelat pada 26-27 Mei 1923. Menukil Blake Hoena dalam Surviving the Le Mans Auto Marathon, balapan itu mengambil start di Circuit de la Sarthe lantas berlanjut ke desa-desa di sekitarnya.
“Sarthe adalah area di mana kota Le Mans berlokasi. Trek balapannya menghampar dari Le Mans (Sirkuit Sarthe, red.) ke Desa Mulsanne, ke Arnage, lalu kembali ke Le Mans. Aslinya lintasannya sepanjang 11 mil (18 kilometer). Namun banyak perubahan seiring waktu dan kini tinggal 8,47 mil (13,6 kilometer), di mana sebagian besar treknya masih merupakan jalan publik,” ungkap Hoena.
Debut balapan Le Mans 24 jam itu kemudian diikuti 33 mobil dari 17 pabrikan yang masing-masing dikendarai dua pembalap secara bergantian. Ford ikut serta dengan menurunkan mobil Ford 2008cc S4 yang dikendarai Charles Montier dan Albert Ouriou.
Edisi pertama Le Mans 24 jam itu juga jadi ajang uji coba starter mobil pertama. Sebelumnya, mobil-mobil yang ada dinyalakan dengan engkol dan karena pembalap harus berlari ke mobil masing-masing dalam keadaan mati mesin saat start, setiap mobil harus mampu mengembangkan sistem starter.
Balapan itu dimulai 26 Mei jam 4 petang dan berakhir 27 Mei di waktu yang sama. Pemenang pertamanya ialah André Lagache dan René Léonard yang mengendarai mobil Chenard-Walcker 3.0L S4 dan merampungkan 128 lap atau empat lap lebih baik dari duet Christian Dauvergne-Raoul Bachmann di mobil bermerk sama.
Baca juga: Menukil Memori Sirkuit Sentul