KURSI kepelatihan Arsenal yang diduduki Mikel Arteta makin panas jelang Boxing Day. Sejak dimulainya musim 2020-2021, The Gunners (julukan Arsenal) sudah terbelit beberapa kontroversi. Dua di antaranya adalah dicoretnya nama bintang Mesut Özil dari skuad utama yang berbuntut drama, dan deretan hasil merah di laga-laga Liga Inggris dan Carabao Cup (EFL).
Di bawah Arteta, klub yang bermarkas di Emirates Stadium itu hanya mampu menang empat kali dalam 14 laga terakhirnya. Arsenal juga kalah 1-4 dari Manchester City di perempatfinal Carabao Cup, Selasa (23/12/2020).
Fans Arsenal pun mulai menuntut Arteta dipecat, yang berbuntut manajemen klub mencari penggantinya. Kemarahan fans mulai mencuat setelah Arsenal keok 0-1 dari klub cilik Burnley pada 14 Desember 2020. Ditambah hasil imbang 1-1 saat menjamu Southampton tiga hari berikutnya dan ditundukkan Everton 1-2 pada 20 Desember, Arsenal pun terjun bebas ke posisi 15 klasemen Liga Inggris atau berjarak dua spot dari zona degradasi.
Meski didera tekanan, Arteta masih mendapat dukungan dari beberapa koleganya. Antara lain dari pelatih Manchester City Josep ‘Pep’ Guardiola, di mana Arteta jadi asistennya ketika Pep membesut Manchester City pada 2016-2019.
“Semua orang tahu bahwa pelatih dinilai berdasarkan hasil. Namun saya pernah bekerja bersamanya di periode paling sukses di klub kami sepanjang sejarah. Kami takkan punya kesuksesan begitu besar tanpa dia. Saya tahu program-programnya dan apa yang direncanakannya. Anda hanya mesti bersabar. Dia pelatih hebat dengan etos kerja luar biasa dan memprioritaskan kepentingan klub di antara keputusan-keputusannya,” tutur Pep, dikutip Football London, Kamis (24/12/2020).
Baca juga: Wenger dan Lima Pelatih Terawet Sejagat
The Daily Mail Senin (21/12/2020) memberitakan bahwa manajemen klub sudah menyiapkan rencana finansialnya. Jika Arsenal akhirnya terdegradasi, para punggawanya yang memilih bertahan bakal disunat gajinya 25 persen.
Apabila Arsenal terperosok di bawah komando Arteta nanti, catatan sejarahnya sebagai klub terlama di kasta teratas liga Inggris akan berakhir. Drama dan kontroversi yang mengitari Arsenal juga pernah terjadi ketika klub itu promosi untuk kali kedua ke kasta teratas pada 101 tahun lampau.
Kontroversi Promosi
Arsenal sendiri didirikan para buruh pabrik amunisi pada 1886 dengan nama Dial Square. Setelah David Danskin, petinggi pabrik senjata Royal Arsenal, membelinya pada 1888, nama klub diubah jadi Royal Arsenal.
Sedikit demi sedikit Arsenal mulai merajai beberapa turnamen lokal. Setelah berganti nama lagi jadi Woolwich Arsenal, Arsenal resmi menjadi anggota Football Association (FA) dan langsung ikut turnamen FA Cup musim 1889-1890. Meski begitu, baru pada 1893 Arsenal bisa ikut kompetisi The Football League (pendahulu Premier League/Liga Inggris, red.) di divisi dua.
Mengutip Phil Soar dalam The Official Illustrated History of Arsenal, klub asal London Utara itu pertamakali promosi ke First Division pada musim 1903-1904. Tetapi di musim 1912-1913, Arsenal terjerembab lagi ke Second Division dan bahkan nyaris bangkrut.
Baca juga: Lima Gebrakan Arsene Wenger di Arsenal
Pasca-Perang Dunia I, ketika The Football League hendak menggelar musim 1919, rapat tahunan pengelola liga ingin menambah jumlah peserta First Division dari 20 klub menjadi 22 klub. “Ketika liga berjalan lagi pada 1919, entah bagaimana Arsenal dipromosikan meski Barnsley dan Wolves (Wolverhampton Wanderers, red.) finis di atasnya di Second Division. Lalu Tottenham Hotspur yang sebelumnya di urutan terakhir First Division tetap terdegradasi walau peserta First Division ditambah dari 20 menjadi 22 klub. Hanya Chelsea yang finis satu posisi di atas Spurs yang selamat,” tulis Anton Rippon dalam Arsenal: The Story of a Football Club in 101 Lives.
Suara miring terkait pengaruh tekanan dan suap pun menghampiri Arsenal. Sejumlah tuduhan itu menyasar pada Sir Henry Norris, bos klub Arsenal, dan John McKenna, pemilik Liverpool, yang diketahui punya agenda terselubung karena Liverpool terlibat skandal 1915.
Baca juga: Anthem Liverpool, Lagu Teater Musikal yang Mengglobal
Skandal 1915 merupakan skandal pengaturan skor yang melibatkan Manchester United dan Liverpool di musim 1914-1915. Penanganan kasusnya baru selesai pada 1919. Penyelesaiannya pun dilakukan di ranah internal sehingga belum sempat terbongkar ke publik.
“Pada rapat tahunan, McKenna mendukung klaim Arsenal terhadap Spurs dengan alasan masa keanggotaan Arsenal lebih lama sebagai klub asal selatan pertama yang bergabung ke The Football League. Tetapi anehnya, Wolves sebagai salah satu pendiri liga pada 1888 dan finis satu posisi di atas Arsenal malah tak dipromosikan,” ujar Rippon mengomentari alasan kontradiktif itu.
“Permainan di bawah meja” untuk mempromosikan Arsenal ke First Division kendati hanya finis urutan kelima di Second Division nyatanya memang ada. Isu suap itu kencang berhembus jelang pemungutan suara untuk menentukan satu tim terakhir yang akan menemani Derby County sebagai juara Second Division dan Preston North End sebagai runner up. Dalam pemungutan suara itu, para anggota wajib memilih siapa yang lebih berhak untuk dipromosikan antara Spurs (urutan 20 First Division), Barnsley (urutan ketiga Second Division), Wolves (urutan keempat Second Division), dan Arsenal (urutan kelima Second Division).
Hasil voting mencengangkan banyak pihak. Arsenal menang dengan 18 suara. Sementara Spurs hanya delapan, Barnsley lima, Wolves empat, sementara enam suara sisanya abstain. Isu suap yang bertebaran saat itu mengarah pada Norris dan McKenna. McKenna sudah lebih dulu “dipegang” Norris. Norris menuai balas budi dari McKenna karena tak melanjutkan tuntutan degradasi pada Liverpool dan Manchester United sebagai hukuman atas skandal pengaturan skor musim 1914-1915. Alhasil, hukuman hanya menyasar pada para pemain, bukan klub.
Norris juga memengaruhi beberapa petinggi klub lain di keanggotaan rapat bahwa Arsenal sebagai “senior” di wilayah Midlands dan selatan siap keluar dari liga dan mengajak beberapa tim dari dua wilayah itu untuk keluar dari The Football League jika tak mendapat dukungan untuk promosi ke First Division. Jadilah Arsenal mendapat suara terbanyak dalam voting.
Arsenal pun melenggang ke First Division musim 1919. Sejak saat itu, Arsenal tak pernah lagi jatuh ke kasta kedua hingga memegang rekor klub terlama yang bertahan di kasta teratas hingga kini. Meski begitu, lanjut Rippon, fakta itu jadi faktor yang melahirkan kesumat dan rivalitas sengit di antara Arsenal dan Spurs sebagai sesama klub asal London Utara sampai sekarang.
Baca juga: Cerita Lama Spurs Bersemi Kembali