Masuk Daftar
My Getplus

Kisah Ken Miles di Balik Ford v Ferrari

Sosok veteran Perang Dunia II yang jago di arena balapan. Lama ditenggelamkan zaman, namanya diangkat lagi di film “Ford vs Ferrari”.

Oleh: Randy Wirayudha | 16 Nov 2019
Film "Ford v Ferrari" yang mengungkit kisah sepasang sahabat Carroll Shelby dan Ken Miles diperankan Christian Bale (kiri) & Matt Damon (Foto: foxmovies.com)

KEN Miles (diperankan Christian Bale) terkejut. Di jalan pulang sehabis belanja di suatu siang, Carroll Shelby (Matt Damon), kenalan lamanya, menunjukkan batang hidungnya. Shelby ingin mengajak Miles bertandem lagi seiring Shelby mendesain sebuah mobil khusus.

“Berapa lama kita saling kenal, Ken? Aku pernah ingkar janji padamu. Kini aku ingin kamu mengisi seat pembalap di (balapan) Le Mans jika kamu mau tutup mulut dan membiarkan aku mengerjakan apa yang menjadi kemampuanku,” kata Shelby pada Miles. 

Sempat terdiam, Miles lantas menjatuhkan bogem mentah di muka Shelby sebagai permulaan perkelahian dua sohib lama itu. Adegan itu jadi suguhan utama dalam trailer film drama biopik Ford vs Ferrari garapan sutradara James Mangold.

Advertising
Advertising

Di bioskop-bioskop Indonesia, film ini sudah tayang sejak Jumat, 15 November 2019. Menengok sinopsisnya, konflik Ford-Ferrari berakar dari ambisi bos pabrikan mobil Ford, Henry Ford II (Tracy Letts), yang ingin mengakuisisi salah satu divisi ternama Ferrari, yakni Scuderia Ferrari.

Ambisi itu membuat Enzo Ferrari (Remo Girone) sebagai rival Ford dalam industri otomotif menolak mentah-mentah. Ford tak terima, lalu berambisi mempecundangi Ferrari di 24 Hours of Le Mans 1966.

Baca juga: "Steve McQueen" Merampok Duit Haram Presiden

Carroll Shelby (kiri) yang diperankan Matt Damon dan Ken Miles yang dimainkan Christian Bale dalam film "Ford v Ferrari" (Foto: foxmovies.com)

Untuk bisa mengalahkan mobil Ferrari yang acap jadi langganan juara, Ford meminta Shelby mengembangkan salah satu mobil mereka, Ford GT40 Mk. II. Shelby merasa dirinya akan bisa maksimal meracik performa mobil itu jika dibantu Miles yang sudah malang-melintang di dunia balap, bahkan sebelum Perang Dunia II. 

Dari beragam ulasan, film yang premier-nya tayang di Tellurife Film Festival, 30 Agustus 2019, ini meninggalkan kesan tak benar-benar memperlihatkan rivalitas Ford dan Ferrari sebagai dua pemain besar industri otomotif. 

Satu di antara ulasan yang beredar ditulis kritikus cum veteran jurnalis balapan Formula One (F1) Maurice Hamilton untuk ESPN, 11 November 2019. Menurutnya, “Judulnya memang Ford v Ferrari atau Le Mans ’66 (di Inggris)”. Namun sejatinya film ini lebih tepat diberi judul The Untold Story of Ken Miles. Namun judul seperti itu takkan pas untuk dijadikan box office. Walau sebenarnya Miles adalah pahlawan di belakang layar pengembangan Ford GT40 Mk II yang jadi tandingan Ferrari,” sebutnya.”

Dalam kesempatan berbeda, Matt Damon menguraikan bahwa Ford v Ferrari adalah tentang kerja keras dan persahabatan antara Shelby dan Miles. “Film ini adalah kisah yang indah. Dan semoga bisa membuat semua orang yang menonton benar-benar melihat satu kisah persahabatan. Itu hal yang bagus untuk ditonjolkan ke dunia luar di masa seperti ini,” tutur Damon, dikutip , 10 November 2019.

Veteran Komandan Tank yang Jago Balapan

Kendati pernah jadi pembalap terhebat di masanya, nama Ken Miles tak banyak dikenal orang. Namanya jelas tak “seksi” untuk dijadikan judul film. 

Kenneth Henry Miles lahir di Sutton Coldfield, dekat Birmingham, Inggris, 1 November 1918. Latar belakang ekonomi keluarganya yang merupakan kelas menengah atas lantaran kakeknya seorang importir teh dan kopi sukses memungkinkan bagi Miles menggandrungi dunia balap sejak kecil. Pada 1929, dia sudah mengikuti balapan motor di ajang Trials Special Triumph 350cc. Namun, Miles gagal juara dan malah jatuh dengan luka di hidung dan kehilangan tiga giginya.

Baca juga: Rekayasa Intelijen Inggris di Perang Dunia untuk Mengelabui Hitler

Sejarawan cum jurnalis otomotif Art Evans dalam World War II Veterans in Motorsports mengungkap, di usia belia Miles mengalihkan kegemarannya jadi mekanik. Di umur 16 ia magang di perusahaan otomotif Wolseley Motors. Namun masa-masa magangnya yang tinggal dua bulan sempat terganggu pecahnya Perang Dunia II.

“Ken terpanggil wajib militer dan masuk ke barak pasukan pertahanan dalam negeri, British Territorial Army dan kemudian bertugas di unit (artileri) anti-pesawat. Lantas dia dipindahkan ke Royal Corps of Electrical and Mechanical Engineers, di mana dia ikut kursus mesin dan pemeliharaan kendaraan tempur,” sebut Evans.

Kolase Ken Miles saat bertugas di Perang Dunia II sebagai salah satu komandan tank (Foto: Repro "World War II Veterans in Motorsports")

Miles lulus dengan promosi pangkat staff sergeant (setara sersan mayor) dan dijadikan salah satu komandan tank dari Royal Tank Regiment. Miles turut serta pendaratan sekutu, dua hari setelah D-Day di Normandia, 8 Juni 1944.

“Ken bertugas di Normandia, Prancis, Belanda, Belgia dan Jerman. Tugasnya tergolong mengerikan sebagai komandan tank pengintai dan pemulihan situasi. Pernah suatu ketika tank-nya terkena peluru meriam 88 (Flak 88) yang membuat para kru-nya luka-luka. Unit tank Ken juga jadi yang pertama menerobos hingga ke kamp konsentrasi Bergen-Belsen,” imbuh Evans.

Hijrah ke Amerika

Selepas Jerman menyerah, Miles tetap bertugas di pesisir Baltik hingga Januari 1946, untuk kemudian kembali kerja magang di Wolseley Motors, lantas mengais nafkah di pabrikan lain, Morris Motors, sebelum hijrah bersama anak-istrinya ke Amerika pada 1951, berbekal uang pinjaman dari kawannya, John Beasley.

John Starkey, sejarawan otomotif dalam Ford versus Ferrari: The Battle for Supremacy at Le Mans 1966, menuturkan, sebelum merantau ke Amerika Miles sempat bangkrut. Ia dan keluarganya bisa ke Amerika juga karena dijanjikan pekerjaan oleh Beasley di pabrikan mobil Gough Company (kini Gough Industries) di California sebagai manajer pelayanan.

“Dia juga merangkap sebagai pembalap mobil TD Midget karena dengan memenangkan balapan, berbanding lurus dengan tingginya penjualan mobil. Ken juga kemudian ikut mendesain dan membangun mobil pertamanya yang ia namakan R1. Mobil yang membawanya memenangi banyak balapan di tahun 1952,” ungkap Starkey.

Baca juga: Berdiri di Atas Mobil Sendiri

Ken Miles (kiri) & Carroll Shelby mulai bersahabat sejak 1959 (Foto: The Henry Ford)

Pertemuannya dengan Shelby, veteran pilot dalam Perang Dunia II, terjadi pada 1955 di sebuah ajang balapan. Miles dan Shelby sama-sama di belakang kemudi mobil Ferrari 375 Plus Spider. Momen adu cepat antara sesama veteran Perang Dunia II pun tak terelakkan.

Sementara Shelby pensiun dari balap pada 1959, Miles dalam kurun 1958-1963 mencatatkan 38 kemenangan dari 44 balapan di aneka ajang yang diikutinya. Performa impresif Miles menggoda Shelby untuk mengajaknya bergabung ke Ford. Shelby ingin Miles balapan dengan mobil hasil desain Shelby, Ford AC Cobra yang kemudian disebut Shelby Cobra. 

Di sanalah persahabatan mereka bermula. Tidak hanya terus mengembangkan mobil AC Cobra, Miles juga turut membantu Shelby mengembangkan mobil GT40 Mk I dan Mustang GT350. Sementara, Miles dan Denny Hulme tetap jadi kepercayaan Shelby untuk turun di ajang 24 Hours Le Mans di belakang kemudi Ford GT40 Mk II. Bos Ford kala itu juga mengerahkan dua mobil lain serupa yang dikendarai duet Bruce McLaren-Chris Amon dan Ronnie Bucknum-Dick Hutcherson.

Keputusan Henry Ford II menurunkan tiga mobil memberinya hasil akhir yang manis. Tiga mobil GT40 Mk II sukses mengangkangi mobil-mobil Ferrari dengan menjadi penguasa podium satu sampai tiga. 

Namun, hasil itu menyembulkan kontroversi. Miles merasakan getirnya racing order dari Ford agar mengalah dari tim Ford lainnya. Padahal sekira sejam sebelum balapan itu berakhir, Miles sedang memimpin jauh di depan. Di momen pit stop terakhir, Miles-Hulme diperintahkan untuk memperlambat mobil. Henry Ford II ingin melihat ketiga mobilnya bisa terangkap kamera saat melintas garis finis. Masalahnya, duet Bucknum-Hutcherson di mobil ketiga Ford masih tertinggal 12 lap.

Baca juga: Sirkuit Jalanan Lintas Zaman

Miles tak bisa protes. Bentuk kekesalan hanya bisa disalurkan dengan memperlambat lagi laju mobilnya lantaran sudah enggan juara. Menjelang garis akhir ketika ketiga mobil Ford sudah berdekatan, ia sengaja memperlambat laju mobil hingga kemudian duet McLaren-Amon menyusulnya.

“Tentu saja saya kecewa, namun apa yang bisa Anda lakukan lagi terhadap perintah itu,” kata Miles kesal, dilansir suratkabar The Cumberland News, 20 Juni 1966.

Tiga mobil Ford GT40 Mk II yang finis urutan satu, dua dan tiga di 24 Hours Le Mans 1966 (Foto: Repro "World War II Veterans in Motorsports"/Shelby Collections)

Dua bulan setelah Le Mans, Miles menemui ajalnya saat tengah mengujicoba mobil J-Car, yang dikembangkan Shelby bersama Miles, di Riverside International Raceway, California, 18 Agustus 1966. Mobilnya terbang dan kemudian hancur saat menghantam aspal. Miles tewas di tempat.

Shelby amat kehilangan atas tewasnya sang sahabat. “Hati saya hancur ketika kami kehilangan Ken,” kata Shelby, dikutip Starkey.

Terlepas dari suasana duka, J-Car tetap dikembangkan atas perintah Ford. Mobil yang namanya diganti menjadi GT40 Mk IV itu resmi mengaspal pada 1967. Kerangka besi kemudian ditambahkan pada badan mobil setelah otoritas balapan mewajibkannya pada semua mobil balap pasca-kecelakaan Miles. 

TAG

film ferrari balap mobil olahraga

ARTIKEL TERKAIT

Mobil yang Digandrungi Presiden Habibie Cerita Presiden RI dan Mobil Mercy-nya Uprising Memotret Kemelut Budak yang Menolak Tunduk Alkisah Niki Lauda Juara F1 Bermodal Setengah Poin Hasrat Nurnaningsih Menembus Hollywood Alkisah Eksotisme dan Prahara Sarawak lewat Rajah Wasit Sepakbola Digebuki Pemain Tempo Dulu Sabra, Superhero Israel Sarat Kontroversi Alain Delon Ikut Perang di Vietnam Nostalgia Wolverine yang Orisinil