Masuk Daftar
My Getplus

Dari Lapangan Kembali ke Lapangan

Tak ingin jadi kacang lupa kulit, Muthia Datau kembali ke dunia yang membesarkan namanya: sepakbola.

Oleh: Randy Wirayudha | 04 Feb 2018
Muthia Datau "kembali" ke lapangan dengan menjadi penggalak sepakbola putri. Foto: IG @muthia_buanaputri

BETAPAPUN jauhnya melangkah hingga ke dunia perbankan dan hiburan, Muthia Datau tetap kembali ke lapangan. Namun bukan lagi sebagai pemain, tapi sebagai pegiat sepakbola putri.

Muthia memulai karier sepakbolanya di usia belasan tahun bersama tim Buana Putri Jakarta. Perkembangannya yang pesat menjadikannya pilar inti di bawah mistar tim nasional PSSI putri sejak 1977. Kariernya berhenti setelah dia gantung sarung tangan di Buana Putri pada 1985. (Baca: Ikon Sepakbola Putri Negeri Ini)

Seperti lazimnya pesepakbola putri, Muthia pensiun dari sepakbola lantaran menikah. Perempuan cantik itu dipinang Herman Felani, aktor yang beradu akting dengan Muthia antara lain di film Malu-Malu Kucing (1980), Sirkuit Kemelut (1980), dan Intan Mendulang Cinta (1981).

Advertising
Advertising

Kebintangan di lapangan membuat Muthia bisa terjun ke dunia hiburan, mulai dari model foto majalah hingga bintang iklan. Bekal itu kemudian membukakan jalan bagi masuknya tawaran main film. Muthia langsung menyambarnya. Pendapatan di dunia hiburan jauh lebih menjanjikan daripada di sepakbola.

“Kalau dibilang upah (dalam sepakbola), ya mohon maaf ya, kita enggak ada. Begitu juga dengan gaji (tidak ada). Karena kita itu di sepakbola memang karena hobi. Bisa jalan-jalan ke luar negeri saja kita sudah senang. Uang saku juga saya lupa, pernah dapat atau tidak. Paling hanya ongkos saja, saya juga lupa berapanya,” tutur Muthia kepada Historia.

Namun di dunia layar lebar, ibu tiga anak itu tak bertahan hingga tahun 1990-an. Muthia terakhir tampil di layar lebar tahun 1983 lewat film perjuangan Tapak-Tapak Kaki Wolter Monginsidi.

Muthia justru banting setir ke dunia perbankan. “Sempat jadi ibu rumah tangga. Kemudian kerja di Bank Duta 10 tahun. Terus, di Bank Nusa juga kira-kira 10 tahun. Saya berhenti setelah kedua bank itu merger,” lanjutnya.

Memasuki tahun 2000, Muthia mulai gandrung olahraga kebugaran yoga. Yoga merupakan resep perempuan berusia 58 tahun itu bisa tetap fit dan segar sampai zaman now hingga bisa terus menyelesaikan beragam kesibukan dari segudang aktivitasnya.

“Saya yoga sudah dari tahun 2000. Tubuh kita ini kan semakin tua akan semakin bungkuk. Tapi yang saya rasakan dengan yoga, saya semakin sehat, tulang saya masih kuat, pernapasan saya bagus, tulang belakang saya tetap sehat,” imbuhnya (Baca: Merunut Sejarah Yoga, Merelaksasi Jiwa dan Raga).

Setelah mengambil program instruktur, tahun 2013 Muthia mendirikan sanggar bernama “Yoga by Muthia Datau” di Jalan Warung Jati Barat (Warung Buncit), Jakarta Selatan.

Kini, selain disibukkan jadwal syuting, Muthia “kembali” ke lapangan dengan menjadi anggota kepengurusan Asosiasi Sepakbola Wanita Indonesia (ASWI). Organisasi yang terbentuk 8 Desember 2017 itu diketuai Papat Yunisal (Baca: Totalitas Srikandi Lapangan Hijau).

“Saya sekarang duduk di Komite ASWI. Saya di bidang (Komite) Bisnis, di bawah bu Papat. Sepakbola wanita sekarang digalakkan lagi, ini karena kita tuan rumah Asian Games (2018). Mau enggak mau kita harus ikut. Kita lihat saja nanti. Kita sendiri enggak ada target muluk-muluk. Jangan sampai ada beban, berikan saja yang terbaik,” tandas Muthia.

TAG

Asian-Games Sepakbola-Putri

ARTIKEL TERKAIT

Mengenal Lebih Dekat Beladiri Kurash Para Pionir Wasit Perempuan Para Ibu di Lapangan Hijau Tuntutlah Kiprah sampai ke Negeri Cina Teknokrat Olahraga dalam Riwayat (Bagian I) Jalan Panjang Piala Dunia Kaum Hawa Roda Kehidupan Legenda Balap Sepeda Melacak Jejak Pencak Silat Pencak Silat Warisan Mataram Menembus Zaman Dari Merpati Putih untuk Gajah Putih