Masuk Daftar
My Getplus

Apa dan Siapa Islandia?

Meski namanya masih asing di telinga, kerja keras bangsa Viking ini membuahkan prestasi dalam sepakbola.

Oleh: Randy Wirayudha | 05 Jan 2018
Tim Islandia. Foto: uefa.com. Inset: Timo Scheunemann. Foto: twitter @coachtimo.

PECINTA sepakbola tanah air boleh berbangga renovasi Stadion Gelora Bung Karno (SUGBK) telah selesai. Renovasi yang dilakukan dalam rangka Asian Games 2018 itu tak hanya alakadar macam renovasi-renovasi sebelumnya, tapi menyulap GBK menjadi stadion modern nan canggih.

Yang membanggakan lagi, ujicoba pertama GBK pasca-renovasi akan menyuguhkan dua tontonan menarik pada 11 dan 14 Januari mendatang. Pada tanggal 11, kesebelasan Indonesia Selection akan menjamu kuda hitam Islandia. Tiga hari berikutnya, giliran timnas Indonesia yang meladeni timnas Islandia.

Islandia? “Ya kalau 10-20 tahun lalu kita bicara Islandia, pasti diketawain. Siapa mereka? Namun dalam 10 tahun terakhir itu juga mereka melakukan pembenahan serius,” kata pelatih dan mantan pemain Persiba Balikpapan Timo Scheunemann kepada Historia (5/1).

Advertising
Advertising

Jangankan prestasi sepakbola, nama Islandia pun masing asing di telinga publik tanah air. Negeri-pulau yang terletak dekat Kutub Utara itu memang kurang “bermasyarakat” dalam lingkungan global. Selain sebagai tujuan wisata populer sebagian kecil orang Eropa, Islandia hanya terkenal sebagai penghasil ikan laut. Karena ikan itu pula Islandia pernah perang melawan Inggris (Baca: Ikan Pemicu Perang).

Dalam sepakbola, tak banyak yang bisa diketahui dari negeri itu selain nama Gylfi Sigurdsson atau Eidur Gudjohnsen. Nama terakhir begitu dikenal publik, terutama media-media asal Inggris dan Spanyol, lantaran punya prestasi dua gelar Premier League semasa membela klub Chelsea FC dan La Liga, Copa del Rey, serta Champions League saat berseragam FC Barcelona.

Namun, sebagai bangsa Viking, yang dikenal ulet dan gigih, Islandia tak pernah menyerah sehingga namanya lamat-lamat mulai terdengar dalam dunia sepakbola global. Prestasi bagusnya di Euro 2016 lalu meroketkan nama Islandia.

Di masa lalu, Islandia baru mengenal sepakbola pada akhir abad ke-19. Meski berkembang lambat, pada 1912 Islandia sudah punya liga bernama Urvalsdeild, yang hanya diikuti tiga klub. Laga internasional pertama Islandia berlangsung 29 Juli 1930 kala mengalahkan Kepulauan Faroe 1-0. Namun, karena kedua negara belum masuk FIFA, laga itu tak masuk sebagai laga resmi FIFA. FIFA baru mengakui laga resmi internasional Islandia pada 17 Juli 1946, saat Islandia dikalahkan Denmark 0-3 di Reykjavik.

Sementara, UEFA (badan sepakbola Eropa) dalam situs resminya menyatakan baru mengabulkan pengajuan Islandia untuk mendaftar pada 1954. Itu berarti Islandia baru menjadi bagian sepakbola Eropa tujuh tahun setelah memiliki induk organisasi sepakbola (KSI).

Meski dalam berbagai ajang, baik Piala Eropa, Piala Dunia maupun Olimpiade, Islandia dianggap “anak bawang” nirprestasi, negeri itu tak pernah berhenti belajar dan berusaha. Sejak awal tahun 2000-an, Islandia berbenah.

Menurut Brian Koh dalam artikelnya di Soccer Politics, salah satu situs di bawah naungan Duke University, North Carolina, Amerika Serikat mengungkapkan, Islandia memulai proyek jangka panjang dengan beragam program. Selain membenahi fasilitas, seperti dibangunnya banyak lapangan indoor, Islandia membenahi pembinaan pemain muda dan kepelatihan. “Hasilnya, mereka mengawali sukses dengan lolos kualifikasi untuk Piala Eropa U-21 untuk pertama kalinya pada 2011,” tulis Koh.

Generasi yang sama turut membawa Islandia sampai ke perempatfinal Euro 2016 lalu di Prancis. “Mereka menjadikan impossible menjadi possible. Di Euro 2016, mereka jadi giant killer (pembunuh raksasa). Melawan Portugal mereka imbang, juga mengalahkan Inggris di (babak) 16 besar,” Koh melanjutkan.

“Ya maklum saja. Mereka pegang rekor negara terkecil dari segi jumlah penduduk dan wilayah negara yang lolos Euro (2016) kemarin. Sekarang pegang rekor negara terkecil juga yang masuk Piala Dunia. Makanya kita enggak pernah dengar,” lanjut Timo.

Di Piala Dunia 2018 mendatang di Rusia, keikutsertaan Islandia bahkan sudah tercatat sejak jauh hari. Ia mengalahkan raksasa macam Italia atau Belanda, yang gagal lolos. Jelas bukan faktor pembinaan semata yang membuat Islandia meroket. Menurut Timo, faktor mental dan kultur bangsa Islandia berperan penting. Mental yang pantang menyerah dan tak pernah puas jadi modal berharga Islandia berkembang hingga seperti sekarang.

“Prestasi mereka di Euro tak menjadikan mereka lupa diri. Malah mereka merasa under-perform dan tidak menampilkan permainan sebagaimana yang mestinya mereka tampilkan. Itu yang saya bilang kultur dan mental. Ibaratnya ada tanah yang tandus dan subur. Nah, Islandia seperti halnya Jerman, itu tanahnya subur. Mentalnya luar biasa dan mereka jadi contoh yang sangat bagus buat Indonesia,” tandas Coach Timo.

TAG

Piala-Dunia Islandia Sepakbola Timo-Scheunemann

ARTIKEL TERKAIT

Riwayat NEC Nijmegen yang Menembus Imej Semenjana Geliat Tim Naga di Panggung Sepakbola Mula Bahrain Mengenal Sepakbola Enam Momen Pemain jadi Kiper Dadakan Memori Manis Johan Neeskens Kenapa Australia Menyebutnya Soccer ketimbang Football? Kakak dan Adik Beda Timnas di Sepakbola Dunia Yang Dikenang tentang Sven-Göran Eriksson Empat Pelatih Asing yang Diapresiasi Positif Negeri Besutannya Mula Finalissima, Adu Kuat Jawara Copa América dan Piala Eropa