LAZIMNYA masa pasca-gantung sepatu, pesepakbola enggan jauh-jauh melanjutkan hidupnya dari lapangan hijau. Kalau tak melatih, mereka biasa menjadi pengurus sebuah tim.
Namun, tak sedikit yang justru melenggang jauh hingga ke gelanggang politik. Roman Pavlyuchenko dan Andrei Arshavin dua di antaranya. Pavlyuchenko, pemain timnas Rusia yang berkarier di Liga Inggris bersama Tottenham Hotspur, kini menjabat anggota Dewan Kota Savropol setelah digandeng Partai Persatuan Rusia di bawah Vladimir Putin. Sedangkan Arshavin, sempat mencalonkan diri pada pemilihan regional 2007 walau kemudian memilih batal ikut pemilihan.
Dalam tulisan sebelumnya, diulas lima mantan pesepakbola yang mengakhiri karier sebelum milenium kedua dan beralih ke politik. Berikut enam maestro lapangan hijau lainnya yang juga meretas jalan ke arena politik:
Oleg Blokhin
Selain 16 tahun memperkuat timnas Uni Soviet, hingga akhir 1980-an, Oleg Blokhin bersama klubnya, Dynamo Kyiv berhasil memenangi kompetisi lokal beberapa kali dan menjuarai kompetisi Eropa macam Piala Super Eropa (1975) dan Piala Winners (1972 dan 1986). Prestasi apik Blokhin berlanjut ketika dia menjadi pelatih. Selain menangani beberapa klub Eropa seperti Olympiakos Piraeus (Yunani), dia juga mendapat kepercayaan melatih timnas Ukraina.
Blokhin nyemplung ke politik pada 1998. Di tahun itu juga dia menduduki kursi parlemen Ukraina lewat dua kendaran politik, Partai Komunis Ukraina dan Partai Hromada. “Kini saya telah mencapai semua target saya,” ujarnya ketika diwawancara The Day, 13 Oktober 1998. Pada 2002, dia terpilih lagi dengan kendaraan politik berbeda, Partai Persatuan Sosial Demokratik Ukraina.
Zico
Pemain berjuluk “Pele Putih” ini mengukir karier emasnya di tim Flamengo. Pengembaraannya ke Eropa bersama klub Serie A Udinese tak berbuah prestasi. Tapi sebagaimana Pele, pemilik nama lengkap Arthur Antunes Coimbra ini menjadi salah satu legenda hidup tim Samba.
Selain mulai merintis karier di politik, selepas pensiun Zico menjadi pelatih. Klub-klub macam Fenerbahce (Turki), CSKA Moskva (Rusia), Olympiakos Pireaus (Yunani) atau timnas Irak dan Jepang pernah menggunakan jasanya.
Di politik, Zico sempat menjabat sebagai menteri olahraga setelah ditunjuk Presiden Fernando Collor de Mello pada 1990. Namun, sebagaimana diberitakan The Guardian edisi 13 Mei 2014, Zico hanya menjabat selama 13 bulan dan memilih mundur setelah proyeknya untuk memodernisasi sepakbola Brasil tak kunjung mendapat persetujuan parlemen.
Socrates
Kapten Brasil di Piala Dunia 1982 ini menambah panjang deretan nama pesepakbola Brasil yang kemudian terjun ke dunia politik. Socrates Brasileiro Sampaio de Souza Vieira de Oliveira mulai meretas bintang terang di lapangan hijau sejak bergabung dengan klub Botafogo SP. Bintangnya kian bersinar bersama Corinthians hingga kemudian dia dipinang klub Serie A Fiorentina. Di timnas, Socrates setidaknya 60 kali membela negerinya dalam berbagai ajang.
Perjalanan hidupnya di luar lapangan membawa Socrates menjadi aktivis politik. Ketika Brasil masih dipimpin pemerintahan militer (1964-1985), Socrates berdiri di kubu oposisi dengan ikut mendirikan Pergerakan Demokrasi Corinthians. Dilansir libcom.org, 12 Juli 2007, Socrates lantang memprotes perlakuan rezim militer Brasil terhadap pesepakbola dan menjunjung demokratisasi di Brasil.
Marc Wilmots
Dari sedikit pemain terhebat Belgia, Marc Robert Wilmots salah satu yang jadi panutan para pesepakbola Belgia “zaman now”. Dia mulai mengukir karier emasnya kala berseragam klub Standard Liege. Dari sana, dia lalu bergabung dengan klub Bundesliga Schalke 04.
Sebagai pemain timnas, Wilmots menjadi salah satu pemegang caps terbanyak dengan 70 pertandingan dan torehan 28 gol.
Usai pensiun, dia meniti profesi lain sebagai pelatih sembari terjun ke arena politik. Bersama Partai Pergerakan Reformis, Wilmots terpilih menjadi salah satu anggota Senat Belgia lewat Pemilu Federal 2003. Namun, karier politik Wilmots hanya seumur jagung. The Guardian 21 September 2005 menulis, Wilmots memilih mundur dari senator sebagai aksi protesnya terhadap amandemen konstitusi.
Grzegorz Lato
Tujuh golnya di Piala Dunia 1974 bersama timnas Polandia membuat Grzegorz Boleslaw Lato meraih trofi sepatu emas (penghargaan pencetak gol terbanyak). Dua tahun sebelumnya, Lato juga ikut membantu Polandia meraih medali emas cabang sepakbola di Olimpiade 1972.
Sebelum terjun ke gelanggang politik, Lato sempat berkarier sebagai pelatih bagi beberapa tim lokal. Di awal milenium ketiga, Lato menabishkan diri sebagai salah satu senator. Lato menduduki satu kursi Senat Polandia, 2001-2005, lewat Partai Aliansi Demokratik Kiri. Dia akhirnya kembali ke arena sepakbola dengan menjadi Presiden PZPN (induk organisasi sepakbola Polandia) hingga 2012.
Lilian Thuram
Sejumlah klub besar Eropa macam AS Monaco, AC Parma, Juventus, dan Barcelona beruntung pernah memiliki defenseur (bek) kelahiran Guadeloupe, Prancis, 1 Januari 1972, ini. Timnas Prancis juga beruntung. Semasa posisi bek kanan squadnya diemban Thuram, Prancis berhasil merebut Piala Dunia 1998, Piala Eropa 2000, dan Piala Konfederasi 2003.
Sebagaimana Socrates, pemilik nama lahir Ruddy Lilian Thuram-Ulien ini hanya aktif sebagai aktivis politik, bukan pejabat politik. Bahkan sebelum gantung sepatu, Thuram lantang menentang rasisme, terutama di negaranya sendiri.
Thuram tegak berdiri sebagai aktivis penentang politisi konservatif Nicolas Sarkozy. Sedianya, Thuram sendiri pernah ditawarkan posisi Menteri Perbedaan kala Sarkozy terpilih menjadi presiden. Namun, Thuram menolak.