Masuk Daftar
My Getplus

Tentara Jepang di Pulau Rempang dan Pulau Galang

Pulau Rempang dan Pulau Galang pernah menjadi tempat penampungan tentara Jepang yang akan dipulangkan ke negerinya.

Oleh: Hendri F. Isnaeni | 15 Sep 2023
Pelucutan senjata tentara Jepang oleh Sekutu tahun 1945. (ANRI).

JEPANG menyerah kepada Sekutu pada 14 Agustus 1945. Berakhirlah pendudukan Jepang di Indonesia. Namun, Jepang diperintahkan menjaga status quo sampai datang pasukan Sekutu. Pihak Indonesia pun berusaha melucuti senjata Jepang. Ada tentara Jepang yang mau kerja sama, namun ada pula yang mematuhi perintah Sekutu, sehingga bentrokan pun tak terhindarkan.

Buku Siliwangi dari Masa ke Masa menyebut adu tenaga dengan Jepang, titik beratnya adalah perebutan senjata dari tangan Jepang. Perebutan senjata itu, di mana pihak Indonesia hanya bersenjata tradisional, dimulai secara perorangan kemudian menjadi gerakan massa. Caranya dengan diplomasi, intimidasi, dan pengepungan terhadap konsentrasi pasukan-pasukan Jepang.

“Adu tenaga kita dengan pihak Jepang sekitar masa-masa awal September 1945 hingga kira-kira pertengahan 1946, yakni sekitar mulainya bala tentara Jepang itu ditarik dari wilayah Republik oleh POPDA, yang mulai bertugas sejak 24 April 1946 untuk keperluan tentara Sekutu,” tulis buku Siliwangi dari Masa ke Masa.

Advertising
Advertising

Baca juga: Jasa Shibata untuk Indonesia

Sekutu yang mengirimkan pasukan Inggris tiba di Indonesia pada September 1945. Mereka bertugas membebaskan tawanan perang dan interniran (Allied Prisoners of War and Interneers atau APWI) serta menerima penyerahan tentara Jepang dan memulangkannya ke Jepang. “Tugas Serikat itu tidak mungkin dapat dijalankan jika tidak dibantu oleh pemerintah Republik,” tulis Rosihan Anwar dalam Kisah-kisah Jakarta Menjelang Clash Ke-I.

Pada 24 Desember 1945, tercapai kesepakatan antara Tentara Keamanan Rakyat (TKR, kemudian TRI sejak Januari 1946) dan pasukan Sekutu tentang pengangkutan APWI dan pelucutan serta pemulangan tentara Jepang. Untuk itu dibentuk badan penyelenggara POPDA (Panitia Oeroesan Pemoelangan Djepang dan APWI) yang dipimpin oleh Jenderal Mayor Sudibyo dan Jendral Mayor Abdul Kadir yang bermarkas di Solo.

Menurut A.H. Nasution dalam Sekitar Perang Kemerdekaan Jilid 3: Diplomasi Sambil Bertempur, atas kegiatan Jenderal Abdul Kadir dan Jenderal Sudibyo, yang disebut “jenderal-jenderal APWI”, maka pada 2 April 1946 tercapailah persetujuan tentang cara-cara penyingkiran tawanan-tawanan Jepang serta Sekutu dari daerah-daerah Republik.

Baca juga: Melacak Jejak Jepang di Indonesia

Pada 24 April 1946 rombongan APWI pertama berangkat dari Jawa Tengah ke Jakarta. Empat hari kemudian rombongan tentara Jepang pertama bertolak dari Malang ke Probolinggo, yang seterusnya diangkut ke Pulau Galang di Kepulauan Riau.

“Pada 18 Juni 1946 selesailah penyingkiran semua tentara Jepang [dari Jawa Timur], yakni sebanyak 35.345 orang,” tulis Nasution. “[Namun] Penyingkiran tawanan-tawanan bangsa Belanda belumlah selesai, dan terus menjadi objek pertengkaran antara kedua belah pihak.”

Sementara itu, Rosihan menyebut jumlah tentara Jepang yang diangkut dari Jawa Timur dan Madura kurang lebih 40.000 orang. Letnan Jenderal Iwabe, bekas komandan tentara Jepang di Jawa Timur, memberikan wawancara kepada wartawan di Hotel Bromo, Malang. “Ia menyatakan terima kasih kepada pemerintah Republik atas perlakuan yang diberikan selama ini kepada serdadu-serdadu Jepang,” tulis Rosihan.

Nasution mengatakan untuk memberikan penerangan kepada rakyat, pemerintah memberi kesempatan kepada wartawan-wartawan untuk turut menyaksikan pengangkutan orang Jepang itu.

Tentara Indonesia mengawasi keberangkatan tentara Jepang menggunakan kereta dari Malang ke Probolinggo untuk diserahkan kepada Sekutu. (IPPHOS/ANRI).

Rosihan menyebut tiga wartawan yang turut menyaksikan pengangkutan serdadu-serdadu Jepang ke Pulau Galang, seorang di antaranya Sudarso dari harian Merdeka. Seorang lagi wartawan Kedaulatan Rakyat, surat kabar yang terbit di Yogyakarta.

Pada 27 April 1946, para wartawan berkumpul di Malang. Esok harinya mereka mengunjungi beberapa kamp Jepang di Jawa Timur di bawah pengawasan TRI. Selanjutnya tawanan Jepang dari kamp-kamp dibawa ke stasiun kemudian dengan kereta dibawa ke pelabuhan yang ditunjuk. Pengangkutan berjalan dengan baik dan lancar.

Pada tengah hari tanggal 29 April 1946, kapal Bansu Maru mengangkut 360 tawanan Jepang bersama anggota TRI dan wartawan berangkat dari pelabuhan Probolinggo menuju Pulau Galang. Keesokan harinya menyusul kapal Nansing Maru dengan membawa 800 orang Jepang. Selain itu, Rosihan menyebut dua kapal berangkat dari Cirebon menuju Pulau Galang dengan membawa 589 orang Jepang.

Baca juga: Dipancung Jepang di Bulan Ramadan

Wartawan Kedaulatan Rakyat, 20 Mei 1946, melaporkan setelah enam hari enam malam berlayar dengan menempuh jarak 950 mil, pada 4 Mei 1946 kapal itu membuang sauh di lautan di tengah-tengah pulau-pulau di Kepulauan Riau. Dengan segera datanglah sebuah motorboat yang membawa seorang opsir Inggris untuk memeriksa kapal. Sesudah pemeriksaan singkat selesai, semua tentara Jepang dengan kapal-kapal kecil didaratkan di Pulau Rempang, sedangkan opsir utusan TRI dan wartawan diantar oleh seorang opsir Inggris dengan motorboat ke Pulau Rempang.

“Di pulau ini kami diterima oleh bekas opsir-opsir tinggi Jepang. Kami tinggal di sana sehari semalam menyaksikan keadaan di pulau itu serta mendapat perlakuan yang sangat memuaskan,” tulis wartawan Kedaulatan Rakyat.

Keesokan harinya mereka dijemput lagi oleh motorboat Inggris untuk dibawa meninjau Pulau Galang yang letaknya dua jam pelayaran dengan motorboat dari Pulau Rempang. Pulau Rempang Utara diperuntukkan bagi tentara Angkatan Laut Jepang; sedangkan tentara Angkatan Darat Jepang ditempatkan di Rempang Selatan, Galang, dan Galang Baru.

Baca juga: Menyeberang ke Pulau Galang

Di Pulau Galang, mereka diterima oleh beberapa orang opsir Inggris serta bekas pembesar-pembesar Jepang di Jawa, di antaranya bekas Neimubuco tuan Tokonami, bekas Residen Priangan dan lain-lain. Di sini pun mereka tinggal sehari semalam meninjau keadaan kamp-kamp Jepang. Tentara Jepang yang ditempatkan di pulau-pulau tersebut di atas berasal dari Andamanan, Nikobaren, Malaya, Singapura, Sumatra, dan Jawa, sedang tentara Jepang dari kepulauan lain di Asia Tenggara dikirim langsung ke Jepang.

“Waktu kami tiba di sana sudah tercatat 65.000 orang Jepang yang didaratkan di Pulau Rempang dan Galang itu dan di antara jumlah sebanyak itu sudah 38.000 orang yang telah dikirim kembali ke negeri Jepang,” tulis wartawan Kedaulatan Rakyat.

“Jadi, kediaman mereka di pulau-pulau itu adalah untuk sementara. Pengangkutan ke Jepang dari pulau-pulau itu berlangsung dengan cepat. Selama kami dua hari tinggal di sana, telah bertolak ke Jepang 14.000 orang dengan memakai dua buah kapal besar.”

Setelah ikut mengamati pengangkutan tentara Jepang ke Pulau Rempang dan Pulau Galang, wartawan Kedaulatan Rakyat menyimpulkan bahwa usaha POPDA di bawah pimpinan Letnan Jenderal Sudibyo di Solo dan wakil di Jawa Timur, Mayor Makhmud, berjalan dengan rapi dan memuaskan. “Kemungkinan bahwa Jepang akan dipakai kembali untuk menindas kita tak ada sama sekali.” Sebaliknya, banyak tentara Jepang yang memutuskan tidak pulang dan bergabung dengan pihak Indonesia dalam perjuangan melawan Belanda.*

TAG

pendudukan jepang

ARTIKEL TERKAIT

Dulu Para Sersan Berserikat Sehimpun Riwayat Giyugun Masa Kecil Sesepuh Potlot Persahabatan Sersan KNIL Boenjamin dan dr. Soemarno Abdoel Kaffar Ingin Papua dan Timor Masuk Indonesia Arief Amin Dua Kali Turun Pangkat Cinta Ditolak, Mandor Bertindak Dikira Sudah Mati, Boediardjo Ternyata Selamat Sebelum Ferry Juara Dunia Bulutangkis Ada Pekope Sebelum PMI