PADA 18 Februari 1913, pesawat Fokker yang dikemudikan Jan Hilgers lepas landas dengan mulus, disambut gegap-gempita ribuan penonton. Pesawat terbang setinggi 600 meter dan berputar-putar di langit Surabaya selama 23 menit. Untuk kali pertama sebuah pesawat mengudara di langit Hindia Belanda.
“Untuk pertama kalinya saya melihat bentang alam Hindia yang ternyata sangat berbeda dengan Eropa. Sampai-sampai saya khawatir apa yang akan terjadi jika mesin saya rusak dan terjatuh di sini,” ujar Hilgers dalam wawancara dengan koran Het Nieuws van Den Dag voor Nederlandsch-Indie, 5 Agutus 1920.
Johan Willem Emile Louis Hilgers pria berdarah campuran (Indo). Lahir di Probolinggo, Jawa Timur, pada 19 Desember 1886. Pada usia 11 tahun, dia menempuh pendidikan teknik di Amsterdam, Belanda, sampai 1908. Dua tahun kemudian, dia bekerja di Verwey & Lugard, salah satu perusahaan penerbangan pertama di Belanda.
Persaingan antarperusahaan penerbangan di Belanda sangat ketat. Mereka berlomba menerbangkan pesawat yang pertama di Belanda. Hilgers kemudian dikirim ke Prancis untuk belajar menerbangkan pesawat, meski dia belum mempunyai lisensi pilot.
Akhirnya pada 29 Juli 1910, Hilgers menjadi orang pertama yang menerbangkan pesawat di langit Belanda. Penerbangan bersejarah itu terjadi di kota Ede, disaksikan ratusan penonton. Sebenarnya Hilgers belum begitu terlatih mengemudikan pesawatnya, Bleriot XI. Setelah lepas landas, dia terbang lurus, mendarat, memutar arah pesawat, lalu terbang lurus kembali ke tempat dia lepas landas. Demonstrasi tersebut merupakan sukses besar.
Hilgers mendapatkan lisensi pilot pada 12 Agustus 1912 dari Eerste Nederlandse Vliegvereniging (ENV), organisasi penerbangan Belanda pertama.
Ketika Verwey & Lugard bangkrut, Hilgers pergi ke Jerman untuk bekerja dengan Anthony Fokker, penerbang Indo kelahiran Kediri. Hilgers kemudian menjadi pilot tes perusahaan Fokker. Dia sempat delapan bulan di Rusia untuk melakukan demonstrasi. Sepulang dari Rusia, dia berpikir untuk pergi ke tempat lain untuk mendemonstrasikan pesawatnya.
“Hilgers ingin pulang ke Hindia, dan perusahaannya memutuskan untuk mendemonstrasikan produknya di sana juga. Akhirnya pada 28 Desember 1912, dia pergi ke Hindia dengan membawa-serta dua pesawat Fokker,” tulis Wim Schoenmaker dan Thijs Postma dalam Aviateurs van Het Eerste Uur.
Lalu tibalah saat bersejarah di Surabaya. Meski akhirnya pesawat yang dikemudikannya jatuh, toh dia selamat tanpa terluka. Hilgers memecahkan dua rekor sekaligus: penerbang pertama sekaligus pilot pertama yang selamat dari kecelakaan pesawat di Hindia.
“Di penerbangan pertama ini, saya langsung jatuh ke areal hutan bambu dan merusakkan pesawat saya,” tutur Hilgers.
Hilgers tidak kapok. Setelah memperbaiki pesawatnya yang ringsek, dia melakukan demonstrasi di beberapa kota seperti Batavia, Semarang, Yogyakarta, dan Bandung.
Hilgers tidak kembali ke Belanda. Dia menikah dengan Anna Sophia Biljenburh di Bangil, Jawa Timur, pada 27 September 1913. Pada 1914, dia menjalin kontak dengan militer dan akhirnya bersama Hein ter Poorten, komandan Tentara Kerajaan Hindia Belanda (KNIL) masa Perang Dunia II, merintis pembentukan Angkatan Udara Tentara Kerajaan Hindia Belanda (ML-KNIL).
Di Hindia, Hilgers telah lepas landas sekitar 3.000 kali, 20 di antaranya kecelakaan. Ajaibnya, dia tidak pernah terluka serius. Dia menghabiskan sisa hidupnya dengan bekerja sebagai instruktur dan teknisi pesawat KNIL, hingga invasi Jepang membuatnya mendekam di kamp interniran. Hilgers meninggal dunia dalam tawanan pada 21 Juli 1945 di Ngawi.
Di Indonesia, nama Hilgers seakan terlupakan. Sedangkan di kota Ede, namanya tersemat dalam tugu peringatan pada 1955 dan diabadikan sebagai nama jalan, Jan Helgerswag, pada 1970. Pada 2010 sebuah parade atraksi udara dilakukan di Belanda dengan nama Jan Hilgers Memorial Airshow, yang menunjukkan betapa besar peranannya dalam dunia penerbangan Belanda. Maka tidak salah jika Jan Hilgers dijuluki The First Flying Dutchman, penerbang Belanda pertama dalam sejarah.