Masuk Daftar
My Getplus

Pesawat Sukhoi Rasa Minyak Sawit

Pesawat tempur Sukhoi pertama Indonesia dibeli dengan barter berbagai komoditas terutama minyak sawit.

Oleh: Randy Wirayudha | 24 Agt 2017
Kunjungan kenegaraan Presiden Megawati Sukarnoputri ke Rusia, 20-24 April 2003. (Sekretariat Negara/ANRI).

Menteri Pertahanan Republik Indonesia Jenderal TNI (Purn.) Ryamizard Ryacudu menyatakan bahwa TNI Angkatan Udara akan diperkuat dengan sebelas Sukhoi Su-35 “Flanker-E” asal Rusia. Pesawat tempur super canggih itu disebut akan menggantikan 12 pesawat tempur lawas F-5E “Tiger” yang akan dipensiunkan. Dengan demikian, Indonesia akan menjadi negara kedua setelah Tiongkok di luar Rusia yang memiliki jet tempur single-seat bermesin ganda yang andal dalam duel udara dan pembomban.

Dalam pernyataannya di kantor Kementerian Pertahanan, Selasa, 22 Agustus 2017, Ryamizard mengungkapkan bahwa Indonesia dan Rusia sepakat pembelian sebelas Sukhoi Su-35 dengan imbal dagang (barter) senilai Rp15,162 triliun melalui pelaksana teknis Rostec Corporation dan PT Perusahaan Indonesia. Namun, belum dipastikan komoditas apa yang akan dikirimkan ke Negeri Beruang Merah itu. Skema seperti itu juga pernah dilakukan pemerintahan Megawati Sukarnoputri ketika untuk pertama kalinya Indonesia membeli pesawat tempur Sukhoi.

Baca juga: Sejarah Manis Pahit Kelapa Sawit

Advertising
Advertising

Menurut data Global Fire Power, TNI AU memiliki lima Sukhoi Su-27 dengan varian SK dan SKM, serta sebelas Sukhoi Su-30 “Flanker-C” varian MK dan MK2. Sukhoi Su-27 dan Su-30 dibeli pada 2003 lewat imbal dagang untuk menggantikan 20 jet tempur Douglas A-4/TA-4 “Skyhawk”.

Derom Bangun (tengah), ketua umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), ikut rombongan Presiden Megawati Sukarnoputri ke Rusia, 20-24 April 2003. (Repro Duta Besar Sawit Indonesia). 

Derom Bangun, ketua umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), yang ikut rombongan Presiden Megawati Sukarnoputri ke Rusia pada April 2003, mengungkapkan sekitar 30 jenis komoditas sebagai imbal dagang, yaitu minyak sawit mentah (Crude Palm Oil), karet, kakao, teh, kopi, tekstil, hingga alat elektronik. Totalnya sebesar 192 juta dolar.

“Minyak sawit yang paling besar nilainya (15 juta dolar). Untuk tahap pertama, mungkin hanya minyak sawit yang sudah bisa dilaksanakan. Tiga bulan pertama, dari Mei sampai Juli 2003, harus dikapalkan senilai 15 juta dolar. Kalau harga per ton 400 dolar, perlu 37.000 ton atau 12.500 ton sebulan,” kata Derom dalam memoarnya, Duta Besar Sawit Indonesia.

Baca juga: Rencana Indonesia Menjual Helikopter ke Iran

Pemerintah melalui Bulog (Badan Urusan Logistik) akan membeli minyak dari perusahaan-perusahaan swasta dan mengapalkannya ke tujuan yang ditunjuk pihak Rusia. Caranya Bulog akan membuka tender. Gapki tidak ikut campur. Syarat-syarat penyerahan dan pembayaran akan dijelaskan tim khusus dari Bulog.

Menurut Derom imbal dagang itu akan berdampak bagus: menambah pasar, menanaikkan permintaan, mengangkat harga atau paling tidak menjaga harga tidak turun. Banyak petani sawit merasa bangga bahwa manfaat minyak sawit begitu besar, sampai-sampai bisa membantu pemerintah membeli pesawat tempur.

Presiden Megawati Sukarnoputri bersama para pejabat Rusia di depan pesawat Sukhoi, 20-24 April 2003. (Sekretariat Negara/ANRI).

“Setelah melalui berbagai proses, akhirnya pemerintah Indonesia memenuhi keinginan Rusia dengan mengirimkan beberapa komoditas untuk imbal beli Sukhoi. Pesawat Sukhoi itu mutlak diperlukan untuk menjaga keamanan wilayah udara Indonesia. Dengan begitu, Angkatan Udara Indonesia memiliki empat pesawat tempur Sukhoi (Su-27 dan Su-30) yang siap mengamankan seluruh wilayah Indonesia,” kata Derom.

Baca juga: A4 Skyhawk dari Operasi Alpha ke Satria Mandala

Pembelian pesawat tempur Sukhoi tersebut membuktikan bahwa Indonesia tetap bisa memperkuat alutsistanya kendati diembargo Amerika Serikat.

“Dia tertarik untuk memproyeksikan kebijakan tingkat tinggi dengan mencoba menyeimbangkan kembali eks Blok Timur dengan Blok Barat. Tujuannya adalah untuk menunjukkan kepada Amerika Serikat bahwa Jakarta dapat membeli senjata dari negara-negara non-Barat,” tulis Leo Suryadinata, “Indonesia-Russia Relation: The Jakarta Perspective,” dalam Southeast Asian Affairs 2005.

Keempat Sukhoi itu menjadi garda terdepan dalam mengamankan wilayah Indonesia. Dua Sukhoi Su-27 SK resmi dioperasikan pada 27 Agustus 2003, sementara dua Sukhoi Su-30 MK pada 1 September 2003. TNI AU menambah tiga lagi Sukhoi Su-30 MK2 pada 2 Februari 2009 dan tiga Sukhoi Su-27 SKM pada 27 September 2010 senilai 300 juta dolar. Terakhir, sebelum membeli Sukhoi Su-35, Indonesia membeli enam Sukhoi Su-30 MK2 pada 6 September 2013 dengan nilai kontrak 470 juta dolar.

TAG

tni au pesawat sukhoi rusia

ARTIKEL TERKAIT

Warisan Persahabatan Indonesia-Uni Soviet di Rawamangun Seabad Maskapai KLM Menghubungkan Amsterdam-Jakarta Mengenang Amelia Earhart yang Mampir di Bandung Heroisme di Tengah Kehancuran dalam Godzilla Minus One Dolok Martimbang, Pesawat Kepresidenan Indonesia Pertama Nafsu Berahi Merongrong Kamerad Stalin (Bagian I) Roket Rusia-Amerika Menembus Bintang-Bintang Strategi Napoleon di Balik Kabut Austerlitz Waktu Punya Tupolev, Angkatan Udara Indonesia Kuat Pesawat Multifungsi Tulang Punggung Matra Udara Jerman