Sabtu pagi 58 tahun silam di Pangkalan AU McCoy, Orlando, Florida, Amerika Serikat. Mayor Udara Rudolf Anderson sibuk mempersiapkan semua hal untuk penerbangannya. Dia akan menjalankan penerbangan satu jam 15 menit di atas Kuba untuk misi pengintaian (air spy).
Meski berbahaya, misi itu dijalaninya dengan senang. Tak tampak sedikitpun raut ketakutan di wajahnya.
“Terbang adalah hidup dan hasratnya. Saat kanak-kanak, dia membuat pesawat model dan bercita-cita menjadi pilot,” tulis Michael Dobbs dalam One Minute to Midnight.
Sementara Anderson sibuk mempersiapkan penerbangannya, Sabtu (27 Oktober 1962) pagi itu orang-orang di Havana dan di sebagian besar kota-kota di Kuba beraktivitas seperti biasa. Masyarakat beraktivitas seolah tak mengetahui ada bahaya besar yang mengancam mereka. Kepanikan warga tak terlihat padahal negeri mereka sedang berada dalam ancaman kehancuran oleh nuklir Amerika Serikat.
“Orang-orang pada umumnya tidak menunjukkan antusiasme atau kepanikan. Mereka telah membeli stok barang-barang seperti parafin, minya, kopi, tetapi tidak ada hiruk-pikuk di toko-toko, dan persediaan makanan tampaknya masih mencukupi,” kata Duta Besar Inggris untuk Kuba Herbert Marchant sebagaimana dikutip Michael Dobbs dalam One Minute to Midnight.
Ketiadaan kepanikan warga Kuba juga disaksikan wartawan Argentina Adolfo Gilly. Alih-alih harapannya bertemu Che Guevara berhasil ketika dia mengunjungi Kementerian Perindustrian, dia malah mendapati kabar bahwa Che berada di Pinar del Rio. Seorang asisten juga memberitahunya berita buruk.
“Kami memperkirakan penyerangan (Amerika, red.) siang ini antara pukul tiga dan empat,” kata sang asisten, dikutip Dobbs.
Asisten tersebut tak menunjukkan wajah ketakutan saat memberi kabar, seolah kabarnya seringan kabar akan datangnya sebuah tamu delegasi asing. Pun dua milisi yang dilihat Gilly di bawah, tak sedikit pun menunjukkan kepanikan akan bahaya dahsyat yang akan datang. Dengan tanpa beban salah seorang milisi itu menyatakan kepada kawannya bahwa sang kawan harus menunggu sampai perang usai untuk bisa mencukur rambut karena mereka yakin serangan AS akan segera datang.
Suasana mengerikan yang seolah tak dipedulikan warga Kuba itu terjadi dalam masa Krisis Misil Kuba (16-28 Oktober 1962). Krisis yang membawa dunia di ambang perang nuklir itu dipicu oleh penempatan sejumlah rudal balistik Uni Soviet di Kuba. Penempatan itu merupakan respon Uni Soviet atas kesepakatan yang dicapai antara PM Nikita Khrushchev dan pemimpin Kuba Fidel Castro tiga bulan sebelumnya. Dalam pertemuan itu, Castro meminta Soviet menempatkan rudal-rudal balistiknya di sejumlah tempat di Kuba untuk mengantasipasi agar invasi seperti Invasi Teluk Babi pada 1961 yang disokong Amerika Serikat tak terulang kembali.
Penempatan sejumlah rudal balistik itu pun memicu Amerika mengerahkan lebih banyak penerbangan mata-mata (air spy). Pasalnya, dalam penerbangan perdana pada 14 Oktober 1962, pesawat U-2 Amerika yang dipiloti Letkol Richard Heyser berhasil memotret situs-situs rudal balistik Soviet di Kuba. Ketika keesokannya Anderson menjalankan misi serupa, lebih banyak situs rudal balistik Soviet ditemukan di dekat Sagua la Grande, Kuba Tengah. Amerika pun makin gencar memata-matai tetangganya lewat udara dengan mengerahkan 4028th Strategic Reconnaissance Weather Squadron, 4080th Strategic Reconnaissance Wing.
Baca juga: Saat Pesawat Mata-mata AS Ditembak Jatuh Soviet
Penerbangan mata-mata Amerika dirintis sejak masa pemerintahan Eisenhower dan diprakarsai CIA dengan sasaran wilayah udara Soviet. “Untuk mewujudkan misi tersebut, CIA membuat U-2 Program guna menghasilkan pesawat khusus spionase yang bisa terbang setinggi 65.000-70.000 kaki agar tak bisa dijangkau pesawat-pesawat dan rudal-rudal Soviet. U-2 Program sejalan dengan Skunk Works, program pengembangan pesawat Lockheed Martin yang dijalankan bekerjasama dengan dengan CIA.
“Ketika CIA mengambil alih keamanan Skunk Works, menyegel perimeter dengan orang-orang berpakaian preman berwajah serius yang membawa senjata otomatis, dan mengatur untuk mendanai kontrak Lockheed senilai $35 juta melalui perusahaan tiruan, (Clarence L Johnson, desainer pesawat –red.) Kelly memilih tim khusus dan menyelesaikan cetak birunya untuk pesawat revolusioner,” tulis Francy Gary Powers Jr. dan Keith Dunnavant dalam Spy Pilot: Francis Gary Powers, the U-2 Incident, and a Controversial Cold War Legacy.
Setelah menyasar wilayah udara Soviet, penerbangan mata-mata Amerika itu juga menjangkau Kuba. Namun demi keamanan, Presiden Kennedy mengalihkan misi tersebut dari CIA ke AU AS. “Kennedy lebih memilih tampilan biru Angkatan Udara terbang di atas Kuba daripada pilot CIA: lebih sedikit pertanyaan yang akan diajukan jika mereka ditembak jatuh,” tulis Dobbs.
Anderson, pilot AU AS, merupakan bagian dari misi tersebut. Dia telah sukses dalam banyak misi mata-mata tersebut. Oleh karena itu, dia sempat protes ketika komandannya menyuruh istirahat sehari karena lukanya saat bertugas di Alaska. Nama Anderson tak ada dalam daftar empat penerbangan mata-mata pada Sabtu (27 Oktober) pagi itu. Namun, Anderson akhirnya berhasil melobi dan jadi satu-satunya pilot yang menjalankan misi penerbangan mata-mata pada hari itu.
“Satu per satu dari tiga misi pertama dibatalkan pada Sabtu dini hari. Angkatan Laut sedang melakukan pengintaian pada ketinggian rendah terhadap situs-situs rudal, jadi tidak masuk akal jika mengirim U-2 ke wilayah yang sama pada saat Soviet mengaktifkan sistem pertahanan udara mereka. Seorang pilot, Kapten Charles Kern, sudah duduk di kokpit pesawatnya ketika ada perintah dari Washington untuk membatalkan penerbangan. Tinggal tersisa misi 3128 –misi Anderson,” sambung Dobbs.
Baca juga: Kisah Ilmuwan, Petualang, dan Mata-mata
Maka setelah semua persiapan diselesaikan dengan baik dengan bantuan Kapten Roger Herman, Anderson langsung mengudarakan pesawatnya No. 56-6676 dari Pangkalan AU McCoy pada pukul 9.09 pagi. Melewati rute pantai timur Florida, Anderson dapat melihat pantai pasir putih Cayo Coco dan Cayo Gullermo, tempat mancing favorit Ernest Hemingway, tak lama kemudian.
Namun, di sanalah pesawat Anderson ditangkap oleh radar Soviet. Seorang perwira Soviet yang mencatat masuknya pesawat asing itu langsung mengabarkan sistem pertahanan udara di lain tempat. Sistem pertahanan udara, yang diseluruh Kuba dikomando oleh Mayjen Statsenko, pun segera disiagakan. Sementara pemerintah Kuba mengumumkan keadaan bahaya dan memerintahkan Komite Pertahananan Lokal untuk memberi beberapa instruksi kepada pejabat lokal dan penduduk.
Di ruang kontrol sistem pertahanan anti-serangan udara Soviet di dekat Banes, Kuba, Mayor Gerchenov memerintahkan tembak kepada pesawat Anderson menggunakan dua rudal. Tak lama kemudian, dua rudal pun melesat ke udara memburu pesawat Anderson.
Di layar monitor, dua titik terus bergerak mendekati sebuah titik yang merupakan pesawat Anderson. Tak lama kemudian, di langit yang gelap, cahaya benderang muncul. “Beberapa pecahan peluru menembus kokpit, menembus setelan tekanan parsial pilot dan bagian belakang helmnya. Rudolf Anderson mungkin tewas seketika. Dia entah bagaimana selamat dari ledakan awal, dia pasti mati beberapa detik kemudian, karena kehilangan oksigen dan karena depresurisasi,” sambung Dobbs.
“’Target Nomor 33 dihancurkan,’ lapornya pada pukul 10.19 pagi.”
Reruntuhan pesawat Anderson mayoritas jatuh ke daratan sekira delapan mil dari situs SAM Banes. Sebuah sayapnya jatuh di Desa Veguitas, sementara ekor pesawat jatuh ke laut, dan bagian badan pesawat berikut tubuh Anderson di dalamnya jatuh di ladang tebu.
Pada 31 Oktober, Sekjen PBB U Thant, yang baru menemui Castro, mengumumkan Anderson telah tewas. Pemerintah Kuba kemudian menyerahkan jenazahnya pada 4 November. Presiden Kennedy lalu menganugerahi Anderson, satu-satunya korban jiwa dalam Krisis Misil Kuba, dengan First Air Force Cross.
Baca juga: CIA Incar Jenggot Castro
Upaya perdamaian yang dibangun Presiden Kennedy dan PM Soviet Khrushchev lewat surat-menyurat pribadi sejak 1961 pun kembali membentur tembok dengan kematian Anderson. Padahal, pada Jumat malam 26 Oktober sebelum misi Anderson, Kennedy menyepakati tawaran Khrushchev untuk menarik rudal-rudal Amerika di Turki sebagai ganti penarikan rudal-rudal Soviet di Kuba.
Atas kematian Anderson, Kennedy didesak Kepala Gabungan Kepala Staf untuk mengerahkan serangan balasan pada Senin, 2 November 1962. Namun, Kennedy tak segera mengiyakan. Setelah berpikir keras, dia akhirnya mengambil keputusan penting.
“JFK membatalkan pembalasan Angkatan Udara atas jatuhnya U-2. Dia melanjutkan pencarian resolusi damai. Kepala Gabungan kecewa. Robert Kennedy dan Theodore Sorensen kemudian membuat draf surat untuk menerima proposal pertama Khrushchev, sambil mengabaikan permintaan selanjutnya agar AS menarik misilnya dari Turki,” tulis James W. Douglass dalam JFK and the Unspeakable: Why He Died and Why It Matters.