Masuk Daftar
My Getplus

Pertempuran Usai Lebaran

Kekurangan logistik dan minimnya perhatian pemerintah menjadikan sekelompok pasukan Siliwangi bertindak liar.

Oleh: Hendi Johari | 26 Jun 2018
Para prajurit Siliwangi dari Yon Rukman. Sumber: koleksi kelurga Rukman.

Awal Agustus 1948. Menjelang datangnya waktu lebaran, para prajurit Divisi Siliwangi dari Batalyon Rukman mulai resah. Alih-alih mendapat gaji, mereka tak melihat tanda-tanda pemerintah akan memberikan tunjangan hari raya. Sementara itu istri dan anak di asrama penampungan mulai merengek-rengek.

“Itu menjadikan kami tak fokus lagi menjalankan tugas sebagai tentara,” ungkap Soempena (92), mantan kopral di Batalyon Rukman

Sesampainya di wilayah Jawa Tengah, kondisi ekonomi para prajurit Siliwangi  dan keluarga yang turut berangkat, hampir  bisa dikatakan sehari-harinya berlangsung morat-marit. Jangankan hidup layak, untuk sekadar tidur pun mereka harus berdesak-desakan di asrama-asrama sempit dan kotor.

Advertising
Advertising

“Pokoknya sengsaralah saat itu kami di kampung orang,” kenang Soempena.

Merasa tak memiliki apa-apa untuk berlebaran, lantas muncul ide gila dari sebagian prajurit untuk mengambilalih (waktu itu dikenal dengan istilah mendaulat) logistik yang tersimpan di Rumah Penjara Negeri Surakarta.

Atas kesepakatan sepihak dari sebagian prajurit Bataliyon Rukman itu, maka bergeraklah sekelompok pasukan ke rumah penjara tersebut.

“Mereka lantas melakukan aksi penggedoran (meminta secara paksa) dan perampasan barang-barang persedian tersebut untuk kemudian dibagikan kepada seluruh anggota bataliyon dan keluarganya,” ujar Soe Hok Gie dalam Orang-Orang di Persimpangan Kiri Jalan.

Diancam Pasukan Lokal

Aksi liar Yon Rukman itu mendapat sambutan negatif dari rakyat setempat. Mereka melaporkan soal itu kepada kesatuan TNI setempat: Yon S (Batalyon Singowareng) dari Divisi IV Surakarta dan pasukan TP (Tentara Pelajat). Sebagai respon, kedua pasukan tersebut mengutus beberapa prajuritnya ke asrama Yon Rukman untuk menegur perbuatan itu. Entah caranya yang terlalu keras atau karena anak-anak Yon Rukman sudah “gelap”, teguran itu malah disambut dengan sikap keras pula hingga berujung pengepungan asrama Yon Rukman oleh Yon S dan pasukan TP.

Beberapa hari setelah lebaran, negoisiasi pun kembali dilakukan. Mayor Rukman yang langsung turun tangan, mengaku salah dan berjanji kepada Yon S dan TP untuk menyerahkan anak-anak buahnya yang terlibat penggedoran kepada Polisi Tentara (PT). Kesepakatan untuk melokalisir masalah tersebut secara internal hampir tercapai, hingga tiba-tiba salah seorang pimpinan utusan dari kedua pasukan itu menuntut agar semua persenjataan Yon Ruman diserahkan kepada Yon S dan pasukan TP. Lantas apa jawaban Mayor Ruman atas tuntutan tersebut?

“Besok pagi jam 07.00, kami akan menyerahkan senjata-senjata kami. Tapi sebelum itu terjadi, kami akan membela diri terlebih dahulu!” ujar Mayor Rukman seperti ditulis dalam buku Siliwangi dari Masa ke Masa (Diterbitkan oleh Pusjarah Kodam III Siliwangi pada 1968).

Syawal Berdarah

Memasuki bulan Syawal hari ke-18. Kumandang adzan subuh baru saja berlalu di kawasan Tasikmadu (12 km sebelah timur Surakarta), saat  ratusan prajurit dari Yon S dan TP mengepung Asrama Kompi II Yon I Brigade XIII/ KRU Z  Siliwangi pimpinan Mayor U. Rukman. Beberapa di antara mereka nampak langsung memasang posisi tempur di antara rumah penduduk, sementara sebagian besar yang lain bergerak menyebar.

"Dalam penyerangan tersebut, dilibatkan pula beberapa unsur rakyat…” tulis Soe Hok Gie

Di dalam asrama, Mayor Rukman memerintahkan anak buahnya untuk mempersiapkan senjata masing-masing. Sesungguhnya sejak malam hari, mereka sudah bersiap untuk menyambut para penyerang.  Dia lantas mengintruksikan beberapa perintah kepada masing-masing komandan peleton.

Hening menyeruak di kawasan Tasikmadu ketika toko-toko yang  baru buka serentak ditutup kembali para pemiliknya. Di dalam rumah, para penduduk terdiam dalam helaan nafas tegang. Beberapa menit kemudian, sebuah letusan terdengar, diiringi tembakan-tembakan yang menyalak ramai dari berbagai jenis senjata. Bunyi peluru terdengar berdesingan. Suaranya yang mengerikan bersanding dengan teriakan-teriakan para prajurit dari kedua pihak.

Setelah bertempur hampir dua jam, para penyerang berhasil dipukul mundur. Tak diketahui secara pasti berapa korban yang jatuh di pihak Yon S dan pasukan TP. Yang jelas, Yon Rukman sendiri telah kehilangan tiga prajuritnya dalam insiden Syawal Berdarah tersebut

Beberapa hari kemudian, pihak TNI di wilayah Surakarta mengajukan protes keras. Lewat Letnan Kolonel Soeadi Soeromihardjo, Divisi IV Panembahan Senopati Surakarta menuntut agar Batalyon Rukman ditarik dari Surakarta.

“Untuk tidak memperpanjang masalah, permintaan tersebut kami penuhi. Rukman dan pasukannya kami perintahkan kembali ke Jawa Barat guna melakukan perlawanan secara rahasia terhadap Belanda,” ungkap Kolonel (Purn) Omon Abdurachman, eks Kepala Staf Brigade ke-13 Divisi Siliwangi dalam sebuah dokumentasi pribadinya.

 

TAG

lebaran siliwangi rukman

ARTIKEL TERKAIT

Secuplik Kisah Walikota Bandung yang Terlibat G30S Ayah Pendiri Kopassus Tenggelam di Samudera Hindia Pelaksanaan Haji di Nusantara Serdadu Ambon Gelisah di Bandung Tradisi Membeli Baju Lebaran Menentukan Hari Lebaran Pada Masa Kolonial Cerita Gerilya dari Sanggabuana, Tempat Ditemukannya Ular Naga Sepak Terjang Pasukan 303 Jenderal Soedirman Lebaran di Jakarta Pertemuan Rahasia di Malam Lebaran