Masuk Daftar
My Getplus

Persekutuan Rahasia Prawatasari-Ki Mas Tanu

Selama dua tahun, sang haji pemberontak membuat VOC kewalahan di Priangan. Sempat menjalani kerjasama diam-diam dengan seorang menak Sunda yang menjadi pejabat VOC.

Oleh: Hendi Johari | 25 Jun 2020
Lukisan suatu pertempuran antara para gerilyawan pimpinan Haji Prawatasari melawan pasukan kompeni, karya seniman Cianjur Soni Ahmad Saleh (koleksi Pemkab Cianjur)

Selama Maret 1703, kerusuhan kerap terjadi di Cianjur. Itu disebabkan oleh serangan laskar Haji Prawatasari yang selalu datang tiba-tiba dan langsung menghilang begitu saja. Bahkan bukan hanya di Cianjur, Bogor dan pinggiran Batavia pun mulai menjadi sasaran. Menurut Gunawan Yusuf dalam Sejarah Cianjur Bagian ke-5, tentu saja  kenyataan itu membuat VOC dan para penguasa lokal setempat menjadi tak nyaman.

VOC  bereaksi. Ekspedisi militer pun dibentuk. Pertengahan Maret,  sekira 2.000 serdadu kompeni pimpinan Pieter Scorpoi bergerak dari Batavia ke Jampang Manggung. Namun sesampai di sana, mereka tak mendapat perlawanan berarti.

Baca juga: 

Advertising
Advertising

Misteri Kerajaan Jampang Manggung di Cianjur

 

“Penumpasan itu (pada akhirnya) membawa berita bahwa Prawatasari telah terbunuh,” ungkap Jan Breman dalam Keuntungan Kolonial dari Kerja Paksa.

Tidak mendapatkan kepala Haji Prawatasari, Scorpoi tidak mau mengambil resiko. Dia lantas mengangkut 1.354 penduduk Jampang Manggung. Mereka rencananya akan dikirim ke Batavia dan mungkin akan dijadikan budak belian. Sepanjang perjalanan, penduduk Jampang Manggung diperlakukan secara tidak manusiawi. Mereka disiksa dan dibiarkan kelaparan hingga sebagian besar meninggal dan melarikan diri.  

“Di tengah perjalanan  hanya ada tersisa 582 orang,”ungkap Yusuf.

Dalam Priangan: de Preanger –Regentschappen onder het Nederlandsch bestuur tot 1811, F. de Haan menyebut sisa dari tawanan itu kemudian ditempatkan pada wilayah sekitar Pantai Utara. Namun versi Yusuf, sisa orang-orang Jampang Manggung itu dipaksa untuk pindah ke Bayabang, suatu wilayah yang ada di Mande dan terletak di tepi Sungai Citarum.

Kabar kematian Prawatasari terbukti kemudian hanya isapan jempol semata. Secara mengejutkan, pada 1704, dia kembali muncul bersama sekira 3.000 gerilyawan yang menjadi pengikutnya. Dengan kekuatan hampir satu resimen tersebut, Haji Prawatasari mengepung Sumedang dan nyaris mengahancurkan kota itu.

 “Dalam gerakan majunya ke Priangan, pengikutnya semakin bertambah…”ungkap Jan Breman.

Hingga Agustus 1705, tercatat tiga kali pasukan Haji Prawatasari berhasil mengalahkan pasukan kompeni.

*

Kejayaan Haji Prawatasari dan pasukannya, tidak lepas dari kepiawaiannya memainkan trik-trik intelijen. Gunawan Yusuf menyebut, ia memiliki seorang informan di dalam tubuh tentara VOC bernama Ki Mas Tanuwidjaya. Siapakah dia?

Dalam De Geschiedenis van Buitenzorg, CHF Riesz menyebut Ki Mas Tanu sebagai orang Sunda dari Sumedang yang berhasil membentuk "pasukan pekerja" dan mendapat perintah dari VOC untuk membuka hutan Pajajaran. Ia lantas mendirikan Kampung Baru yang kemudian menjadi cikal bakal Kabupaten Bogor sekarang.

“Tanuwidjaya adalah penguasa Bogor versi VOC. Ia disebut "Luitenant der Javanen" (Letnan orang-orang Jawa dan merupakan letnan senior diantara teman-temannya,”tulis Gunawan Yusuf.

Baca juga: 

Menak Pemberontak dari Jampang Manggung

 

Pada mulanya Ki Mas Tanu sangat loyal terhadap VOC. Sejarah mencatat, bersama seorang sersan Belanda bernama Scipio, ia pernah memimpin Ekspedisi Ciliwung. Ekspedisi itulah yang kemudian menjadikan kawasan-kawasan hutan sekitar bantaran sungai tersebut sebagai pemukiman penduduk sekarang. Kawasan-kawasan itu antara lain Depok, Pondok Cina dan Kedung Halang.

Almarhum M.A. Salmun pernah menulis dalam Majalah Intisari edisi No.2 September 1963, bahwa yang dimaksud “Menak Ki Mas Tanu” dalam lirik lagu Ayang-Ayang Gung (sebuah lagu populer yang sering dihariringkeun oleh ibu-ibu Sunda saat meninabobokan anaknya) tak lain adalah Letnan VOC Ki Mas Tanuwidjaya .

Secara akademis, memang belum ada penelitian resmi soal itu. Namun jika disimak hampir tiap bait lirik lagu tersebut, kita pantas ‘mencurigai’ pendapat itu mungkin saja benar adanya.

 Ayang-ayang gung

Gung goong na rame

Menak Ki Mas Tanu

Nu jadi wadana

Naha maneh kitu

Tukang olo-olo

Loba haru biru

Rucah jeung kumpeni

Niat jadi pangkat

Kantun kagorengan

Nganteur Kangjeng Dalem

Lempa lempi lempong

Ngadu pipi jeung nu ompong.

 

Menurut Salmun, ‘penyair baheula’ menyindir Tanuwijaya dengan "lempa lempi lempong, ngadu pipi jeung nu ompong". Artinya, Letnan VOC itu telah mengejar harapan kosong dan bermesraan dengan orang tidak bergigi. Yang dimaksud "orang tidak bergigi" adalah Prawatasari yang pada akhirnya kalah dalam perjuangan.

Lantas mengapa “Si Anak Emas Kompeni” yang tadinya “niat jadi pangkat (ingin meraih jabatan) itu berbalik ‘mengkhianati’ majikannya dengan menjadi informan bagi Prawatasari? Gunawan Yusuf menyebut itu terjadi tidak lepas dari kecemberuan sekaligus ketidakpuasan lelaki Sunda itu kepada pihak VOC. Kendati seorang Letnan, secara de facto Ki Mas Tanu harus ‘tunduk’ kepada seorang Sersan Scipio yang seorang Belanda tulen.

Namun soal pengkhianatan letnan Sunda itu, sempat disangkal oleh “kuncen Bandung” Haryoto Kunto. Haryoto menulis bahwa Ki Mas Tanu alih-alih pernah bersimpati kepada Prawatasari, ia justru dilukiskan sebagai anak muda yang ambisius dan setia kepada kompeni. Begitu setia-nya hingga dijuluki “Si Raja Tega”, karena kekejamannya kepada rakyat Priangan.

“Kekejaman dan kelaliman Ki Mas Tanu diperlihatkannya ketika ia memimpin kerja rodi, susuk bendung babad jalan, membangun dan melakukan pengerasan jalan antara Bogor sampai Batavia,”tulis Kunto dalam Gung Goongna Rame (Pikiran Rakyat, 19 Februari 1998).

Baca juga: 

Sepuluh Fakta di Balik Pembangunan Jalan Daendels dari Anyer ke Panarukan

 

Pendapat Kunto itu sempat mendapat sangkalan pula dari sastrawan Sunda Aan Merdeka Permana. Dalam sebuah artikel berjudul Benarkah Ki Mas Tanu Pengkhianat? (Pikiran Rakyat, 23 Februari 1998), Aan malah menggambarkan tokoh tersebut sebagai pahlawan, pionir penemuan kembali peninggalan warisan Sunda yakni Pajajaran.

“Berdasarkan riset yang saya lakukan, Ki Mas Tanu berasal dari keluarga bangsawan Sumedanglarang yang notabene masih berkerabat dengan Kerajaan Pajajaran. Bahkan kita tahu Sumedanglarang dalam perkembangannya menjadi pengganti kerajaan Pajajaran,”tulis Aan.

Siapa yang benar, tentunya harus dibuat riset yang lebih mendalam lagi mengenai soal tersebut. Namun yang jelas, sekitar 1705, persekutuan Haji Prawatasari dan Ki Mas Tanu terbongkar oleh telik sandi VOC. Akibatnya Wedana Bogor itu ditangkap VOC bersama sejumlah pengikutnya.

“Dengan tuduhan perlawanan, para tersangka disuruh ke Batavia dan disekap untuk selanjutnya sesudah diadili Dewan Kehakiman (mereka) didera, dihajar (sampai) remuk redam, diselar dan (mendapat hukuman) dibuang ke Tanjung Harapan (Afrika Selatan) selama 50 tahun,”ungkap Breman. (Bersambung)

Baca juga: 

Batavia Kota Budak

 

TAG

haji prawatasari voc cianjur

ARTIKEL TERKAIT

Serdadu Württemburg Berontak di Semarang Cikal Bakal Bursa Saham Orang Pertama yang Menjual Saham VOC Asisten Rumah Tangga Jadi Pemilik Saham Pertama VOC VOC Sebagai Perusahaan Saham Gabungan Bataha Santiago Digantung Akibat Lawan VOC Tak Bisa Bayar Utang Dipenjara di Ruang Bawah Tanah Ancaman Pemakzulan Gubernur Jenderal VOC Berburu Binatang Berhadiah Uang Kebun Binatang Zaman VOC