Masuk Daftar
My Getplus

Perisai Presiden Bernama Tjakrabirawa

Sistem pengamanan ala Resimen Tjakrabirawa dirancang sedemikian rupa. Setiap langkah presiden dipastikan agar jauh dari bahaya.  

Oleh: Martin Sitompul | 04 Agt 2021
Presiden Sukarno berpidato dikawal seorang anggota Tjakrabirawa. (Repro 30 Tahun Indonesia Merdeka/alih warna: Fernando Randy/Historia.id).

Tak sebagaimana biasanya. Pada hari raya lebaran tahun 1963, Presiden Sukarno tak hadir dalam Sholat Id di lapangan Istana.  Apa sebabnya Sukarno absen di hari penuh sukacita bagi umat muslim itu?

“Terpaksalah Presiden tidak ikut salat Idul Fitri di lapangan Istana.  Karena nasihat Tjakrabirawa, pengawal Presiden,” ujar Menteri Pertahanan Jenderal Abdul Haris Nasution dalam Memenuhi Panggilan Tugas Jilid 5: Kenangan Masa Orde Lama.

Keputusan tersebut bukan tanpa alasan. Terakhir kali menghadiri hajatan serupa di tahun sebelumnya, nyawa Sukarno hampir melayang karena upaya pembunuhan. Pengawalan kian diperketat semenjak adanya Resimen Tjakrabirawa. 

Advertising
Advertising

Baca juga: Penjaga Fisik dan Nama Baik Sukarno

Dalam otobiografinya, Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat karya Cindy Adams, Sukarno mengungkapkan kesiagaan Tjakrabirawa mengawal dirinya. Mereka tersebar di mana-mana. Mulai dari istana tempat Sukarno tinggal hingga saat Sukarno muhibah ke mancanegara.

“Kalau aku melakukan kunjungan kenegaraan, Tjakrabirawa menempatkan sejumlah orangnya di seberang jendela tempatku menginap. Bahkan ketika aku sedang berada di istana,dua orang senantiasa berada di dekatku, satu kompi menjaga sekeliling istana yang lain-lain berjaga di luar kota,” ujar Sukarno.

Struktur Tjakrabirawa 

Dalam menjalankan tugasnya, terdapat tiga unit pasukan yang menjadi ujung tombak Tjakrabirawa. Di lingkaran terdepan, tersebar 3000 personel yang tergabung dalam Detasemen Kawal Kehormatan (KK). Mereka direkrut dari kesatuan elite tiap matra, yakni: Raiders Angkatan Darat; Korps Komando (KKo) Angkatan Laut; Pasukan Gerak Tjepat (PGT) Angkatan Udara; Brigade Mobil (Brimob) Angkatan Kepolisian. Keempat angkatan tersebut diberi nomor urut I sampai IV. Batalion I dan II KK bertugas di Jakarta sedangkan Batalion III dan IV menjaga Istana Bogor, Cipanas (Cianjur), Yogyakarta, dan Tampaksiring (Bali).    

Batalyon I KK berasal dari Angkatan Darat dipimpin oleh Mayor Ali Ebram yang kemudian digantikan Letkol Untung Sjamsuri. Batalyon II KK adalah eks pasukan KKO Angkatan Laut dipimpin oleh Mayor KKO Saminu. Batalyon III KK dari PGT Angkatan Udara dipimpin oleh Mayor PGT Sutoro. Dan, Batalyon IV KK dari Brimob Angkatan Kepolisian dipimpin oleh Komisaris Polisi M. Satoto. 

Baca juga: Kisah Seorang Pengawal Sukarno

Di samping KK, untuk menjaga keamanan di lingkungan Istana, dibentuk Detasemen Pengawal Chusus (DPC) yang dipimpin Mayor CPM Djokosuyatno. DPC direkrut dari anggota Corps Polisi Militer (CPM) Angkatan Darat dengan kekuatan sebesar satu batalion. DPC menjadi bagian penting dalam pengamanan lokasi yang akan dikunjungi presiden, termasuk mengirimkan tim pendahulu (advanced team). 

Kolonel CPM (Purn.) Sriyono, (91 tahun) masih ingat persis tatkala dia bertugas mengawal Presiden Sukarno sebagai anggota DPC Tjakrabirawa. Dia menuturkan, DPC terbagi dalam beberapa tim berdasarkan regional. Begitu mendapat informasi kegiatan kunjungan presiden dari Staf Umum Bagian I (intelijen) dan Bagian II (operasi) maka tim pendahulu langsung bergegas.

“Misalnya saya, dari Detasemen Pengawal Chusus. Saya punya tugas, setiap Bung Karno pergi ke wilayah Asia, saya mesti ikut jadi tim advanced duluan,” kata Sriyono kepada Historia. “Mesti tahu mana tempat yang mau dikunjungi, apa saja acaranya, siapa panitianya, Bung Karno duduk di mana, termasuk cicip makanan, itu tanggung jawab kita.” 

Kol. CPM (Purn) Sriyono, mantan anggota Tjarabirawa dari Detasemen Pengawal Chusus (DPC). (Martin Sitompul/Historia.id).

Tak hanya kepada Presiden Sukarno, Tjakrabirawa juga bertanggung jawab terhadap keamanan seluruh anggota keluarganya. Tugas ini dipercayakan kepada Datasemen Kawal Pribadi (DKP) dari Angkatan Kepolisian yang dipimpin oleh Komisaris Polisi Mangil Martowidjojo. 

“Kalau yang dari Kawal Pribadi ini, kemana (Bung Karno) pergi diikuti terus. Mau kencing juga ditungguin,” ujar Sriyono sambil tertawa.   

DKP disebut-sebut sebagai ring satu Presiden atau close guard. Mereka yang jumlahnya sekira sekompi inilah yang menjadi perisai hidup Bung Karno. Sebagian besar anggota DKP sudah menjadi pengawal Sukarno sejak ibu kota masih di Yogyakara pada zaman revolusi. Uniknya, dalam DKP terdapat 300 pasukan dengan golongan darah yang sama dengan Presiden Sukarno. Pertimbangannya tentu untuk keselamatan diri sang Presiden. Misalnya, sewaktu-waktu terjadi keadaan darurat yang membutuhkan transfusi darah, maka Sukarno tak akan kekurangan pendonor.    

Baca juga: Maulwi Saelan yang Saya Kenal

Semua unit pasukan tersebut bertanggung jawab terhadap Brigjen CPM M. Sabur selaku komandan Tjakrabirawa. Sabur merupakan salah seorang ajudan senior kepercayaan Presiden Sukarno.  Dalam menyusun skema kerja Tjakrabirawa, Sabur dibantu oleh Kolonel CPM Maulwi Saelan sebagai kepala staf. Beberapa perwira menengah lintas angkatan diplot dalam staf umum, khusus, dan pribadi yang mengurusi segala macam agenda kerja maupun kebutuhan Tjakrabirawa. 

Meski terbilang sebagai angkatan bersenjata skala kecil, namun Tjakrabirawa dapat disejajarkan dengan angatan bersejata reguler.  Berdasarkan Surat Keputusan Presiden No.01/PLT/TH. 1963, Resimen Tjakrabirawa adalah kesatuan khusus yang langsung berada di bawah Pemerintahan Agung Republik Indonesia. Kedudukan ini menempatkan Tjakrabirawa langsung bertanggung jawab terhadap Panglima Tertinggi, Presiden Sukarno.  

Skema Kerja Tjakra

Dalam majalah Tjakrabirawa edisi perdana, 5 Oktober 1962, dijelaskan gambaran mengenai mekanisme operasi pengamanan Tjakrabirawa di luar kompleks istana. Tjakrabirawa berpedoman pada sistem Mobile Perimeter Defence (pengamanan mobilitas keliling) dengan jarak pengawalan radius 50 meter. Di dalam area inilah combat elements bergerak dengan penuh kewaspadaan. 

Sementara itu, pengamanan area yang menjadi tempat tujuan Presiden Sukarno disterilisasi Tjakrabirawa melewati tiga fase. Pertama, pengamanan objek sebelum acara, dimulai oleh tim khusus Clear Advance-Party. Kedua, pengamanan perjalanan oleh tim konvoi yang mengarak perjalanan rombongan presiden. Ketiga, pengamanan di objek selama acara berlangsung oleh tim Advanced- Party yang diperkuat.  

Baca juga: Membebaskan Tjakrabirawa di Aljazair

Terhadap kinerja Tjakrabirawa, Sukarno sendiri mengaku puas dan bangga. Perlindungan paripurna adalah jaminan baik di dalam maupun luar istana. Tjakrabirawa sigap dan mengerti akan kebutuhan Presiden Sukarno. 

“Mereka tahu aku memerlukan hiburan, jadi ada satu korps khusus yang bisa menyanyi, menari dan merangkap bermain musik pada setiap pertemuan. Mereka tahu kebiasaanku untuk memeriksa mikropon sebelum aku berpidato, jadi bagian elektronik resimen ini membawa perlengkapannya. Mereka tahu makanan kegemaranku, jadi pada setiap acara makan di luar, ada anggota Tjakrabirawa yang mencicipi terlebih dahulu setiap makanan sebelum dihidangkan.

Baca juga: Sukarno Ditodong Senjata?

Sebagai unit pasukan unggulan dengan struktur komando terorganisasi, maka siapa saja yang hendak mengancam keselamatan presiden, siap-siaplah berhadapan dengan Tjakrabirawa. Namun dari semua totalitas dalam melayani junjungannya, ada satu hal yang tak bisa dipenuhi oleh segenap anggota Tjakrabirawa. Apakah itu gerangan?

“Satu-satunya yang tidak dapat dijaga oleh Tjakrabirawa adalah kesehatanku,” ujar Sukarno berkelakar.

Baca juga: Kesaksian Seorang Prajurit Resimen Tjakrabirawa Menjemput A.H. Nasution

TAG

tjakrabirawa sukarno

ARTIKEL TERKAIT

Sukarno, Patung, dan Patung Sukarno Serda Raswad Kapten Semalam G30S Salam Nasional Pekik Merdeka Sukarno, Jones, dan Green Tiga Pemuda Menyusup ke Rombongan Sukarno Seabad First Lady Fatmawati Tito Sahabat Sukarno Cerita Sukarno Nonton Kabaret di Beograd Sukarno Memimpikan Presiden Penggantinya Kawasan Gelora Bung Karno untuk Publik