Masuk Daftar
My Getplus

Pemain Persebaya Gugur di Pertempuran 10 November

Bek andalan Persebaya melebur dalam barisan rakyat melawan Inggris. Gugur dalam pertempuran berdarah di Surabaya .

Oleh: Randy Wirayudha | 10 Nov 2019
Satu fase serdadu Inggris dalam baku tembak di Pertempuran Surabaya (Foto: Wikimedia/iwm.org.uk)

PAGI ini, 10 November, 74 tahun lampau. Kota Surabaya diguncang hebat oleh bombardir Inggris dari udara, laut, dan darat. Ketenangan kota metropolitan di timur Pulau Jawa itu berubah jadi “neraka”.

Alih-alih menyerah, arek-arek Suroboyo pilih melawan. Spirit mereka dibangkitkan salah satunya oleh pidato Soetomo alias Bung Tomo.

“Lebih baik kita hancur lebur daripada tidak merdeka. Semboyan kita tetap merdeka atau mati,” kata Bung Tomo dalam pidatonya yang berapi-api.

Advertising
Advertising

Pidato itu menyentuh sanubari setiap warga kota yang majemuk itu. Tukang becak, pejabat pemerintah, seniman sampai pemain sepakbola ikut ambil bagian mempertahankan kota mereka.

Baca juga: Pejuang Surabaya Pencabut Nyawa Mallaby

Dhion Prasetya, penulis buku Persebaya and Them: Jejak Legiun Asing Tim Bajul Ijo, mendapati ada seorang pemain Persebaya yang turut angkat senjata. Soegiarto nama pesepakbola asal tim “Bajul Ijo” era 1930-an yang menjadi pejuang itu.

“Soegiarto kelahiran Surabaya. Dia arek Ngaglik. Begitu yang saya dapat dari keterangan para sesepuh di Kapasan, Ngaglik, Tambaksari, sampai Taman Makam Pahlawan Kusumabangsa sewaktu blusukan,” tutur Dhion kepada Historia.

Patriotisme Soegiarto dituturkan pula oleh Bung Tomo dalam Pertempuran 10 November 1945: Kesaksian & Pengalaman Seorang Aktor Sejarah. “Pemuda yang terkemuka dari kalangan olahraga pun banyak yang ikut mengangkat senjata. Di antaranya, saudara Soegiarto (back Persebaya yang terkenal) telah mengganti sepatu sepakbolanya dengan senapan hingga dia gugur di medan pertempuran.”

Tim Persebaya saat masih bernama SIVB (Soerabaiasch Indische Voetbalbond) di tahun 1936 (Foto: Soerabaijasch Handeslblad 22 Mei 1936)

Sepak-terjang Soegiarto di Persibaja (kini Persebaya) tercatat bahwa sejak 1938 dia jadi salah satu andalan di lini belakang. Kala itu Persebaya tengah masuk masa keemasan. Sebagaimana diberitakan Sin Tit Po, 25 Agustus 1938, namanya tertera di antara 12 nama skuad utama tim.

Baca juga: Persebaya dalam Pusaran Masa

Di tahun itu, Soegiarto turut membawa Persebaya juara babak daerah Jawa Timur. Sayang, di putaran final empat besar Perserikatan, 3-6 Juni 1938, Persebaya harus puas jadi runner-up. “Soegiarto ikut juga saat Persibaja dua kali runner-up (lagi) di Perserikatan 1941 dan 1942,” lanjut Dhion.

Kiprah Soegiarto tetap berlanjut saat Jepang berkuasa. Soegiarto bahkan ikut bersama kala Persibaja tampil di dua kompetisi sekaligus. “Yang pertama di ajang Pekan Olahraga yang digelar Ikatan Sports Indonesia (ISI), September 1942 di Jakarta. Yang kedua Persibaja jadi juara kedua lagi di bawah Persis Solo di Perserikatan, di mana pada masa Jepang kompetisinya di bawah organisasi olahraga Tai Iku Kai,” kata Dhion.

Setahun sebelum aktivitas sepakbola vakum pada 1944, kompetisi masih digulirkan. Namun, para peserta tak lagi mengusung nama klub, melainkan membawa nama kota tempat klub berbasis.

Gugur sebagai Bunga Bangsa

Setelah Indonesia merdeka, kembalinya Belanda yang datang membonceng Inggris membuat situasi seantero negeri memanas. Surabaya jadi “titik panas” terdahsyat konflik bersenjata antara Inggris dan kaum republik yang terdiri dari Tentara Keamanan Rakyat (TKR), laskar, dan rakyat jelata.

Nama Soegiarto turut tercantum dalam laga sparring melawan SVB di tahun 1940 (Foto: Soerabaijasch Handelsblad 24 Agustus 1940)

Soegiarto ikut meleburkan diri ke dalam perjuangan dengan memasuki Pasukan Pertahanan Pemuda Kantor Kota. Pasukan ini turut memperkuat kubu pertahanan dari Kapasan hingga Van Sandict-Straat (kini Jalan Residen Sudirman).

“Saat itu, 15 November 1945, Inggris yang sudah menguasai Alun-Alun Contong merangsek ke sisi selatan kota. Salah satunya daerah Kapasan. Pasukan republik yang kalah senjata mundur sampai ke Kapasari dan Tambaksari,” tambah Dhion.

Baca juga: Di Balik Rapat Raksasa Surabaya di Tambaksari

Beberapa jam pasukan republik menahan gerak laju serdadu Inggris di Van Sandict-Straat (daerah Tambaksari), namun akhirnya pertahanan mereka jebol juga. Soegiarto menjadi satu dari sekian banyak bunga bangsa yang gugur dalam pertempuran sengit itu.

“Jasadnya lantas dimakamkan di kuburan massal di seberang Lapangan Canalaan (kini taman Remaja Surabaya), yang kini menjadi Taman Makam Pahlawan Kusuma Bangsa,” tandas Dhion.

TAG

persebaya pertempuran surabaya surabaya sepakbola hari pahlawan 10 november

ARTIKEL TERKAIT

Kapten Mulyono, Penerbang Tempur Pertama Indonesia Yang Dikenang tentang Sven-Göran Eriksson Dari Kamp Nazi Lalu Desersi di Surabaya Dukung Kemerdekaan Indonesia Goresan Tinta Seniman Australia Merekam Revolusi Kemerdekaan Empat Pelatih Asing yang Diapresiasi Positif Negeri Besutannya Mula Finalissima, Adu Kuat Jawara Copa América dan Piala Eropa Persija Kontra Salzburg di Lapangan Ikada Sebelas Ayah dan Anak di Piala Eropa (Bagian II – Habis) Cerita di Balik Kedatangan Pele ke Indonesia Sebelas Ayah dan Anak di Piala Eropa (Bagian I)