Masuk Daftar
My Getplus

Peluang Emas Pasukan Baret Merah Seketika Musnah (Lanjutan)

Berbekal informasi tentang gerombolan komunis bersenjata di Kalimantan, pasukan baret merah membuat operasi penyergapan. Tak sesuai harapan.

Oleh: M.F. Mukthi | 16 Jan 2021
Mayor Sintong Panjaitan dan Kapten Hendropriyono saat di Kalimantan Barat, 1972 (repro "Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando")

Kendati temaram, cahaya bulan purnama cukup untuk menerangi malam di Desa Paloh, pedalaman Kalimantan Barat (Kalbar). Di tempat persembunyiannya di dekat rumah di pinggiran hutan Kalimantan, Kepala Seksi 1/Intelijen Satgas 42 Kopasandha (kini Kopassus) Kapten Hendropriyono tiduran santai sambil menunggu targetnya tiba. Dia ditemani lelaki bernama Cang Kim.

Selagi asyik bersantai itulah tiba-tiba Hendro dikagetkan oleh suara ketukan kayu yang dibunyikan berulangkali. Sambil meraih senapan AK-47-nya Hendro langsung bangun dan melihat sekitar.

Suara ketukan itu ternyata merupakan sandi yang dibunyikan oleh Then Bu Ket, komandan Kompi 2 Pasukan Gerilya Rakyat Kalimantan Utara (PGRKU). PGRKU merupakan pasukan gerilyawan bersenjata di Kalbar yang anggotanya terdiri dari bekas anggota Pasukan Gerilya Rakyat Sarawak (PGRS), Pasukan Rakyat Kalimantan Utara (Paraku), dan Tentara Nasional Kalimantan Utara (TNKU). Mereka merupakan pihak-pihak yang tak setuju dengan penggabungan Sarawak dan Sabah ke dalam Federasi Malaysia.

Advertising
Advertising

Baca juga: Sabah Milik Siapa?

Sikap mereka yang hendak merdeka dari Malaysia mengundang simpati dari Presiden Sukarno. Simpati itu diwujudkan dengan dukungan persenjataan, logistik, dan pelatihan oleh militer Indonesia kepada perjuangan mereka.

Selepas G30S dan Sukarno terdepak dari kursi kekuasaannya, Jenderal Soeharto mengupayakan normalisasi hubungan Indonesia dengan Malaysia. Puncaknya adalah ditandatanganinya Jakarta Accord oleh Menlu Adam Malik dan Menlu Tun Abdul Razak.

“Setelah dicapai persetujuan dan ditandatangani Jakarta Accord itu, maka permusuhan antara kedua negara itu mulai tanggal 11 Agustus 1966 telah berakhir. Kemudian dalam pelaksanaannya di bidang operasi militer Pangkolaga telah memerintahkan kepada semua komandan bawahannya untukmenghentikan kegiatan-kegiatan operasional. Untuk meletakkan dasar kerja sama sebagai realisasi dari Jakarta Accord itu, baik di bidang militer maupun non militer, maka pada tanggal 4 September 1966 diberangkatkan missi militer Indonesia di bawah pimpinan Brigjen TNI Sudarsono Prosuseno ke Malaysia,” tulis Dinas Sejarah TNI AD dalam Sejarah TNI-AD 1945-1973.

Baca juga: Jakarta Accord Bikin Indonesia dan Malaysia Tak Saling Ngotot

Akibat kerjasama militer Indonesia dan Malaysia itu, pasukan-pasukan gerilya di Kalimantan Utara yang tadinya merupakan sekutu Indonesia melawan Malaysia berubah menjadi lawan. Mereka menghadapi militer Indonesia dan Malaysia sekaligus. Kian hari posisi mereka kian terjepit.

Meski mengandalkan dukungan hanya dari penduduk, mereka tetap bergerilya melawan. Mereka acapkali menyerang pos-pos militer kedua negara. Penduduk yang tak mendukung mereka kerap jadi korban.  

“Kalau tentara kita diam, kita diganggu. Kalau tentara kita tidak ada, mereka melakukan teror terhadap rakyat. Kalau kita patroli, mereka bersembunyi. Kalau kita kuat mereka terus berlari, tetapi kalau kita sedang lemah atau lengah, kita diserang. Kita tidak dapat santai-santai,” kata Dan Satgas 42 Kopasandha Mayor Sintong Panjaitan, yang dikirim ke Kalbar untuk melanjutkan tugas operasi penumpasan gerombolan komunis bersenjata yang sebelumnya dilakukan Satgas 32, sebagaimana dikutip Hendro Subroto dalam Sintong Panjaitan: Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando.

Satgas 42 lalu melancarkan Operasi Garu di sektor barat Kalbar. Dalam pertempuran di Gunung Kanyi, 3 Maret 1973, mereka menewaskan anggota gerombolan bernama A Fong yang mempertahankan sebuah bivak. Dari penelusuran terhadap mayat A Fong itulah Kapten Hendropriyono berhasil mengadakan kontak dan berhubungan baik dengan istri almarhum. Dari janda A Fong itulah Hendro kemudian mendapat informasi bahwa  dukungan logistik gerombolan dilakukan oleh mata-mata bernama Cang Kim.

Baca juga: Ketika Baret Merah Berhasil Mengorek Informasi Gerombolan Bersenjata

Setelah melaporkannya kepada Sintong, Hendro mendapat perintah untuk memutus dukungan logistik lawan itu. Dengan bantuan janda A Fong, Hendro pun mendekati Cang Kim dan keluarganya. Pola yang diterapkannya mirip dengan pola ketika mendekati janda A Fong. Pendekatan yang dilakukannya tak hanya dengan memberi uang, namun juga roti dan segala macam keperluan keluarga Cang Kim.

Lagi-lagi upaya Hendro berhasil. Cang Kim menaruh kepercayaan padanya. Dari Cang Kimlah Hendro mendapat informasi bahwa gerombolan biasa mengambil logistik beras yang sudah dibagi-bagi ke dalam 25 sampai 30 kantong di halaman belakang sebuah rumah di pinggir hutan. Mereka biasa mengambilnya saat malam terang bulan lantaran mereka tak diizinkan menggunakan senter atau obor dalam perjalanan menuju lokasi pengambilan.

Berbekal informasi itu, Hendro langsung melaporkan pada Sintong dan kemudian mengajak Cang Kim menjebak gerombolan. Skenario langsung dirancang Hendro. Dalam skenario itu, beras yang akan dibagikan kepada gerombolan sengaja tidak dibagi-bagi ke dalam kantong namun diwadahi dalam karung. Dengan begitu, para anggota gerombolan mesti membagi-bagi sendiri ketika mengambilnya. Saat gerombolan membagi-bagi beras itulah Hendro bersama pasukan penyergap dan pasukan penutup akan menjadikan mereka sebagai sitting duck.

Baca juga: Kisah Sintong dengan Mortirnya

Setelah skenario dan persiapan selesai dibuat, saat yang dinanti pun tiba. Malam terang bulan itu dijadwalkan sebagai malam pengambilan beras oleh gerombolan. Sebelum gerombolan tiba, Hendro bersama pasukan penyergap dan pasukan penutup, berasal dari pasukan organik Kodam XII/Tanjungpura, telah bersiaga di sekitar rumah yang dijadikan titik pengambilan beras. Hendro menempati sebuah tempat tersembunyi tak jauh dari rumah itu.

Beberapa saat kemudian, Then Bu Ket beserta sekira 24 anak buahnya tiba. “Then Bu Ket berjalan menuju tempat itu, kemudian ia memberi sandi kedatangannya dengan ketukan berunyi, ‘tek…tek…tek.’ Cang Kim bangun dan menjawab sandi itu dengan ketukan,” tulis Hendro Subroto.

Cang Kim segera menyeret karung berisi beras dan meletakkannya di halaman belakang yang terbuka. Karena beda dari sebelumnya, upayanya itu membuat para anggota gerombolan marah karena mesti membagi-bagi beras itu terlebih dulu. Setelah mendengar jawaban Cang Kim bahwa belum dibagi-baginya beras itu karena dia belum mendapat info siapa saja yang akan datang mengambil, para anggota gerombolan sibuk membagi-bagi beras tadi ke dalam kantong-kantong.

Saat itulah Hendro mengontak Sintong lewat radio bahwa target sedang sibuk dengan pembagian beras.

“Kalau begitu mereka sudah dapat disiram dengan tembakan,” jawab Sintong singkat.

Hendro segera memberi lampu hijau kepada pasukannya. Namun belum lagi perintah dikeluarkan Hendro, komandan pasukan penutup, yang posisinya di belakang pasukan penyergap, sudah mengeluarkan perintah tembak. Suara tembakan pun menguburkan kesunyian desa malam itu dan itu justru membuat para anggota pasukan penyergap bingung.  

Akibat blunder itu, Satgas 42 gagal total. Dari 25 orang yang dijadikan target serangan, hanya satu yang berhasil ditewaskan. Sisanya berhasil melarikan diri lewat berbagai “jalur tikus” yang telah mereka kuasai.

“Kasi-1/Intelijen (Hendropriyono, red.) tidak tahu bagaimana kronologisnya, sehingga Sintong memberikan tugas kepada pasukan Kodam XII/Tanjungpura bertindak sebagai pasukan penutup. Seharusnya perintah menembak dikeluarkan oleh pasukan para komando yang bertindak sebagai pasukan penyergap. Jalan panjang yang dirintis telah berhasil menuntun gerombolan masuk ke dalam killing ground, gagal akibat terjadinya kesalahan teknis dalam penyergapan,” tulis Hendro Subroto.

TAG

sejarahindonesia baret merah

ARTIKEL TERKAIT

Ketika Baret Merah Berhasil Mengorek Informasi Gerombolan Bersenjata Aparat Salah Cegat Sehimpun Riwayat Giyugun Pengawal Raja Charles Melawan Bajak Laut Pengawal Raja Charles Dilumpuhkan Orang Bali Setelah Gerard van Daatselaar Ditawan Para Pejuang Bugis-Makassar dalam Serangan Umum Ziarah ke Makam Sarwo Edhie Jenderal dari Keraton Kombatan Minahasa dalam Serangan Umum