DI bawah kabut pekat dan udara dingin yang nyaris membekukan, 600 personil Special Service Forces (SSF) Amerika Serikat (AS) mendayung perahu karet-perahu karet mereka untuk mencapai Pulau Kiska di Kepulauan Aleut. Pukul enam pagi 15 Agustus 1943, pasukan gabungan dari angkatan darat dan angkatan laut itu menginjakkan kaki di pantai.
Setelah mengamankan garis pantai, mereka langsung merangsek ke bagian lebih dalam pulau. Tiga puluh menit kemudian, gelombang pertama pasukan utama tiba di pantai Kiska.
Kabut pekat yang membuat jarak pandang nyaris nol meter membuat pergerakan mereka amat lambat. Namun, baik personil SSF maupun pasukan utama semua mengalami kebingungan di detik-detik awal Operasi Cottage –operasi amfibi yang dilakukan AS dan Kanada untuk merebut Pualu Kiska– itu. Alih-alih mendapat sambutan tembakan gencar dari tentara Jepang seperti sebelumnya di Pertempuran Attu, mereka justru disambut oleh kesunyian. Tak ada satu suara lain yang menghampiri telinga mereka selain suara mereka sendiri.
Mengembalikan Pulau yang Hilang
Pendudukan Kepulauan Aleut oleh Jepang menjadi pukulan terhadap Amerika. Sejak direbut AL Jepang pada 7 Juni 1942, Aleut menjadi satu-satunya wilayah AS yang dikuasai Jepang. Pendudukan Aleut juga mengancam keamanan Kanada selaku tetangga AS.
Upaya merebut kembali Pulau Kiska mulai dirintis akhir 1942. Laksamana Ernest J. King (kepala Operasi AL AS) memerintahkan Laksamana Chester Nimitz (panglima Armada Pasifik AL AS cum panglima Tertinggi Pacific Ocean Arena) menyiapkan pasukan untuk merebut kepulauan di lepas pantai Alaska itu.
Bersama Letjen John L. DeWitt (panglima Komando Pertahanan Barat), Nimitz merancang operasi pembebasan Kiska. Setelah menunjuk Laksda Thomas Kinkaid sebagai komandan pasukan gabungan yang akan menyerbu Kiska dan pulau-pulau lain di Aleut, AS mulai memblokade laut dan membombardir Aleut dari udara. Akibatnya, sejak Maret 1943 Jepang hanya bisa menyalurkan logistiknya lewat kapal selam. Kesuksesan Kinkaid merebut Pulau Attu lewat Operasi Landcrab pada Mei 1943 membuat AS semakin siap merebut Kiska yang dijaga lebih dari 7000 personil garnisun Jepang.
Baca juga: Amerika harus membayar mahal dalam Operasi Hastings di Vietnam
Operasi merebut Kiska, dinamai Operasi Cottage, akhirnya difinalisasi. “Skemanya diantisipasi dengan menggunakan dua gugus tugas penuh AL AS, TF51 dan TF16, ditambah lima tim tempur resimen. Kinkaid akan memimpin invasi, yang dijadwalkan 15 Agustus itu,” tulis Glen Roger Perras dalam Stepping Stones to Nowhere: The Aleutians Islands, Alaska, and American. Untuk pasukan daratnya, staf gabungan menunjuk Mayjen Charles Corlett. Total pasukan berjumlah 34 ribu personil terdiri dari pasukan AS dan Kanada. Pasukan AS akan mendarat di pantai selatan dan pasukan Kanada di pantai utara. Operasi didukung oleh 40-an kapal perang dari berbagai jenis dan lebih dari 250 pesawat.
Namun, pada akhir Juli patroli udara Sekutu mendapatkan keanehan dari pengamatannya terhadap Kiska. Selain tembakan anti-pesawat Jepang menurun drastis, rutinitas di pulau hampir tiada. Pelabuhan Kiska tak lagi memperlihatkan aktivitas. Bangunan-bangunan rusak tak diperbaiki. Pun landas pacu yang rusak, tak sedikit pun mendapat perbaikan. Pada 28 Juli, sinyal radio dari Kiska berhenti total.
Para analis dari intelijen Sekutu beranggapan Jepang telah mengevakuasi pasukannya dari Kiska secara diam-diam. Kinkaid menolak pandangan itu dan menetapkan Operasi Cottage tetap berjalan.
Maka, pada 15 Agustus pagi Kiska kedatangan mula-mula 600 personil pasukan SSF, kemudian ribuan pasukan TF51 dan TF16. Pendaratan berjalan lancar karena terlindungi kabut pekat.
Namun, hingga beberapa jam kemudian pasukan Sekutu tak menemukan seorang pun tentara Jepang. “Laporan pertama pasukan SSF disampaikan kepada kami sekitar pukul 09.15. Laporan ini adalah indikasi awal mengenai pergerakan musuh. Laporan mengatakan ‘pos-pos terdepan musuh semua telah tutup, semua personil telah pergi’,” ujar Mayor James Low, salah seorang komandan unit pasukan Sekutu, dikutip Michael G. Walling dalam Bloodstained Sands: US Amphibious Operations in World War II.
Baca juga: Blackwater, tentara bayaran yang selalu siap berperang untuk Paman Sam
Ketiadaan satu pun personil tentara Jepang membuat para personil Sekutu justru bingung dan khawatir. Veteran Pertempuran Attu yang ikut ke Kiska meyakini pasukan Jepang bersembunyi untuk memancing Sekutu.
Begitu malam, tembak-menembak pun dimulai. Baik pasukan AS dari selatan maupun pasukan Kanada dari sisi utara beberapakali mengalami pertempuran-pertempuran sporadis singkat. “Terkadang suara ledakan granat tangan meyakinkan kami bahwa kami akhirnya berkontak dengan musuh. Laporan-laporan bahwa orang-orang telah dibayonet ketika sedang tidur dan bahwa mereka, musuh, dapat terlihat bergerak dalam kabut membuat kita percaya bahwa besok akan mendapatkan pertempuran besar,” ujar Kolonel Sutherland, komandan Sektor Selatan, dikutip Walling.
Setelah melewati malam dingin tanpa tidur, psikologis pasukan Sekutu makin tak karuan di hari kedua. Meski mereka telah terlibat kontak senjata di malam sebelumnya dan patroli-patroli menemukan tak hanya perlengkapan militer Jepang seperti jip atau kapal yang terbakar di pelabuhan, tapi juga rokok, kopi yang masih berasap, dan makanan yang seperti ditinggal sebentar oleh si empunya, tak satu pun serdadu Jepang terlihat.
Baca juga: Hiu taklukkan Angkatan Laut Amerika Serikat
Kebingungan pasukan Sekutu makin bertambah ketika mengangkut mayat atau membawa rekan-rekan mereka yang terluka ke rumahsakit di pantai. “Ada yang salah di sini. Tak satu pun tubuh Jepang ditemukan. Bahkan, tak ada yang bisa ditemukan untuk menunjukkan musuh telah mendekati garis kita. Hanya ada darah orang Amerika yang tumpah. Apakah kita pintar untuk pertempuran ini atau apakah kita telah membunuh orang-orang kita sendiri?” lanjut Sutherland.
Ketika pada 18 Agustus para personil Sekutu tetap tak menemukan seorang Jepang pun, pimpinan akhirnya memutuskan Operasi Cottage selesai. Pulau Kiska kembali ke pangkuan Amerika.
Para analis intelijen AS benar, Jepang sudah pergi. “Pasukan Kimura tiba di Kiska pada pukul 1.40 malam 29 Juli tanpa insiden lebih lanjut. Dalam waktu satu jam, kapal-kapal itu dengan cepat memuat 5.100 personil dan memulai perjalanan pulang berisiko. Tidak satu pun anggota garnisun yang tersisa meskipun sebagian besar senjata ditinggalkan atau dibuang di pelabuhan. Sebelum berangkat, para insinyur Jepang menyetel peledak berjangka waktu untuk memberi kesan bahwa pertahanan pulau itu tetap berjalan,” tulis Glen Perras.
AS dan Kanada kehilangan 92 prajuritnya plus ratusan lain yang luka-luka. Mayoritas yang tewas terjadi ketika kapal perang AS USS Abner Read menabrak ranjau Jepang. Sebagian lain, tewas oleh jebakan-jebakan Jepang, dan 24 lain oleh friendly fires antara pasukan AS dan Kanada yang saling salah sangka.