SERMA purnawirawan Edi B. Somad, veteran Pertempuran Bekasi semasa Perang Kemerdekaan yang dikaryakan di Yonavet Koramil 07 Tambun, Bekasi, selalu ingat kejadian yang dialaminya pada 3 Oktober 1965 saat sedang piket. Kejadian itu merupakan kelindan dari peristiwa 1 Oktober yang terjadi di ibukota.
“(Tengah) malam 1 Oktober itu saya sedang piket di Koramil Tambun. Danramilnya Pak Sadikin. Sama kawan-kawan saya dikonsinyir sampai pagi. Tapi sebelum saya pulang siangnya, saya dikasih info sama kawan-kawan lain bahwa di Jalan Kalijambe (Tambun Selatan, red.) ada gerombolan tentara seragam loreng-loreng pada ngaso,” ujar Edi kepada Historia.
Ternyata yang diinfokan itu adalah pasukan Yon 454/Raiders yang melarikan diri setelah terlibat baku tembak dengan Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD, kini Kopassus) di Pondok Gede dekat PAU Halim Perdanakusuma pada 3 Oktober pagi. Mengutip Julius Pour dalam Gerakan 30 September: Pelaku, Pahlawan & Petualang, pasukan Raiders itu sebagian sudah dikonsolidasikan setelah terjadi gencatan senjata yang “dimediasi” perwira Angkatan Udara.
“Sedangkan sisanya yang masih ikut petualangan mengundurkan diri ke Tambun. Pengejaran segera dilakukan, hasilnya 237 orang menyerah tanpa membawa korban,” tulis Pour.
Baca juga: AU di Tengah AD
Info tentang pasukan yang diterima Edi dan kawan-kawannya itu lalu diteruskan ke danramil. Tak lama setelah itu, Edi ditugaskan mendatangi dan membujuk gerombolan tentara tadi agar merapat ke markas Koramil Tambun yang saat itu bertempat di Gedung Tinggi Tambun (kini Gedung Juang Tambun).
Jantung Edi sempat berdegup kencang saat tiba di depan gerombolan itu dan disambut dengan kokangan senjata. Setengah mati ia berupaya menenangkan diri agar dapat menjalankan misi dan menjaga supaya jangan sampai memicu letusan senjata.
“Siapa itu?” tanya seorang dari gerombolan, sebagaimana ditirukan Edi.
“Saya Edi, dari Koramil.”
“Ada apa?”
“Saya ada perintah dari danramil, Pak Sadikin, bahwa kalian tidak bersalah. Hanya terbawa-bawa (perintah provokatif). Jadi bagaimana, kalian mau melarikan diri tapi tak ada tujuan atau bisa kami koordinir? Nanti bisa dikembalikan ke kesatuan,” kata Edi.
Tidak langsung memberi jawaban, gerombolan itu “meraba-raba” apakah tawaran Edi itu jebakan atau bukan. Untuk membuktikan bahwa tawaran itu bukan jebakan, dua perwakilan dari mereka lalu ikut Edi ke markas Koramil. Di sana mereka diberi tahu bahwa mereka akan dijamin, tidak hanya keamanannya, namun juga makanan dan rokok.
“Mereka akhirnya setuju. Syarat dari kita, semua senjata supaya dikumpulkan di gudang markas. Pas masuk ke markas, kita jelaskan lagi bahwa kita tentara semua kawan. Itu senjatanya ada (senapan mesin) Bren, senapan otomatis (Chung), Thompson, senjata anti-tank. Andaikata waktu itu kita frontal, wah Tambun bisa jadi lautan api sama dia. Orang kita di koramil juga cuma enam orang. Mereka senjatanya komplit,” sambung Edi.
Baca juga: Bekasi Lautan Api di Mata Dua Saksi
Pimpinan mereka pun dipertemukan dengan Sadikin di kantornya. Setelah itu, Edi diperintahkan mengontak Kodim 0507 Bekasi untuk kemudian meneruskan info itu ke Kodam Jaya. Edi dan kelima kawannya lalu mengupayakan pengadaan logistik yang mereka janjikan.
“Ya rokok, makanan, semua kita minta bantuan warga sekitar saja. Nasi, lauk, kita minta masakin warga. Saya telefon Kodim Bekasi untuk minta bantuan dikontak ke Kodam. Minta truk 40, untuk mengangkut anggota pasukan PKI yang sudah dilumpuhkan,” ujarnya.
Baca juga: Lima Versi Pelaku Peristiwa G30S
Namun, Edi dan komandan Sadikin kaget. Sekira pukul 5 sore bantuan yang datang bukannya truk untuk mengangkut personel, malah konvoi pasukan RPKAD dengan pansernya.
“Pak Sadikin marah. Komandan pansernya dilabrak. ‘Saudara jangan unjuk gigi di sini! Kalau mau unjuk gigi, tadi tuh waktu senjata mereka masih di tangan. Sekarang tinggal orangnya doang, senjata sudah dilucuti, malah ditakuti’,” kata Edi menirukan kemurkaan komandannya.
Sementara, melihat kedatangan pasukan RPKAD yang mereka hadapi di Halim di pagi harinya, gerombolan Yon 454/Raiders yang sedang mengaso itupun kocar-kacir melarikan diri. Hanya sekira 200-an sisanya yang bisa ditahan di markas Koramil. Baru ketika malam, tiba truk-truk yang diminta untuk membawa sisa gerombolan itu ke Jakarta.
Para personil yang kabur lalu –diketahui kemudian bahwa tidak hanya berasal dari Yon 454/Raiders saja tetapi juga dari Tjakrabirawa dan Brigif I Kodam Jaya– meneruskan perjalanan dan dikabarkan menyerahkan diri di Markas Corps Polisi Militer (CPM) di Cirebon karena kelaparan.
“Setelah melapor di Cirebon, laporan CPM Cirebon diteruskan ke markas Resimen Tjakrabirawa. Mereka lalu dijemput Resimen Tjakrabirawa dan kemudian dimasukkan kembali ke asramanya (Kala Hitam) di Jalan Tanah Abang D, sebelum dijebloskan ke Penjara Salemba,” ujar Maulwi Saelan dalam memoarnya, Dari Revolusi 45 sampai Kudeta 66: Kesaksian Wakil Komandan Tjakrabirawa.