Masuk Daftar
My Getplus

Marinir AS Bersimbah Darah di Operasi Swift

Untuk mencapai beberapa tujuan strategis, Divisi 1 Marinir AS melancarkan Operasi Swift. Berdarah-darah.

Oleh: M.F. Mukthi | 04 Sep 2021
Pasukan Marinir AS sedang menyeberangi pematang sawah dalam Operasi Swift, 1967 (Repro "US Marines in Vietnam: Fighting the North Vietnamese"/US Department of Defence)

Hari ini, 4 September, 54 tahun silam. Kabar radio yang menginformasikan Peleton ke-2 dari Kompi M Batalyon ke-3 Resimen Marinir ke-5 Amerika Serikat (AS) sedang digempur pasukan Tentara Rakyat Vietnam (NVA/PAVN) di Lembah Que Son, Provinsi Quang Tin membuat Letnan Vincent Capodanno, pendeta di batalyon tersebut, terpanggil untuk ikut terjun ke palagan. Tak peduli tugasnya bukan memanggul senjata, Capodanno langsung bergegas ke lokasi meninggalkan pos markasnya yang aman.

Di lokasi, dia langsung memberi pertolongan kepada para personel yang terluka. Kepada mereka yang sekarat, Capodanno memberi upacara terakhir. Tembakan intens musuh yang didukung mortir tak dihiraukannya.

“Ketika sebuah mortir yang meledak menimbulkan banyak luka menyakitkan di lengan dan kakinya, dan memotong sebagian tangan kanannya, dia dengan teguh menolak semua bantuan medis. Sebaliknya, dia mengarahkan korps untuk membantu rekan-rekan mereka yang terluka dan, dengan kekuatan yang tenang, terus bergerak di medan perang saat dia memberikan dorongan dengan suara dan contoh kepada Marinir yang gagah berani,” tulis Letkol Lane Rogers-Mayor Gary L. Telfer dan Keith Fleming Jr. dalam US Marines in Vietnam: Fighting the North Vietnamese.

Advertising
Advertising

Namun ketika hendak mencapai tempat rekan-rekan korpsnya yang terluka parah, peluru senapan mesin mengenainya. Capodanno pun meregang nyawa. Capodanno tewas di hari pertama Operasi Swift.

Operasi Swift merupakan salah satu dari empat operasi dalam kampanye untuk merebut Lembah Que Son yang digelar Divisi 1 Marinir AS. Lembah kaya beras itu sejak musim semi tahun 1967 dikuasai Divisi 2 Tentara Rakyat Vietnam. Selain untuk menarik dukungan penduduk di wilayah itu, penguasaan lembah di selatan pesisir Da Nang itu oleh NVA juga dimaksudkan untuk menguasai panen padi yang sebentar lagi akan dilakukan dan juga untuk mengacaukan pemilihan umum yang akan dihelat di Vietnam Selatan.

Karena kalah jumlah, Tentara Vietnam Selatan (ARVN) yang ada di bagian utara Vietnam Selatan itu tak mampu memberi perlawanan. Komandan Divisi 1 Marinir AS Mayjen Donn J. Robertson menganggap perlu merebut lembah tersebut guna dijadikan basis dalam menguasai lima provinsi Vietnam Selatan. Untuk itu, pasukannya yang beroperasi dalam kampanye di Da Nang pun dipindahkannya ke Lembah Que Son.

“Pada awal September, sumber-sumber intelijen melaporkan bahwa unsur-unsur dari ketiga resimen divisi NVA telah pindah ke daerah tersebut. Ada indikasi yang meningkat bahwa unit musuh ini merencanakan tindakan ofensif untuk mengganggu pemilihan di Distrik Que Son. Marinir menanggapi dengan berbagai operasi unit kecil untuk menyaring tempat pemungutan suara distrik. Operasi Swift adalah hasil dari salah satu penyisiran-penyaringan hari pemilihan di dekat Desa Dong Son, delapan mil barat daya Thang Binh di sepanjang Rute 534,” tulis Letkol Lane Rogers-Mayor Gary L. Telfer dan Keith Fleming Jr. dalam US Marines in Vietnam: Fighting the North Vietnamese.

Operasi Swift dimulai sebelum subuh 4 September ketika Kompi D – yang dipimpin Kapten Robert F. Morgan– dari batalyon 1 pimpinan Letkol Peter L. Hilgartner diserang pasukan Resimen 1 Vietcong pimpinan Kolonel Quach Huu Hop pada pukul 4.30 dini hari. Serangan intensif menggunakan senapan mesin dan mortir itu dilakukan 100 meter dari arah barat perimeter pasukan Marinir AS. Pertempuran menghebat setelah bantuan pasukan Marinir AS tiba, salah satunya berupa heli UH-1E “Huey”.

Sampai cahaya matahari sudah menerangi, pertempuran masih sengit. Sekira pukul 6.20, serangan hebat pasukan NVA membuat Kompi D Marinir AS kocar-kacir. Kapten Morgan ikut terbunuh. Kondisi itu membuat penggantinya, Lettu William P. Vacca, meminta dukungan serangan udara. Begitu dukungan serangan udara tiba, pasukan NVA mundur.

Keadaan “tenang” itu namun berlangsung hanya sebentar. Sekira pukul 8.00, pertempuran kembali pecah. Kompi D yang sudah diperkuat Kompi B pimpinan Kapten Thomas D. Reese, kembali kewalahan menghadapi serangan gencar NVA. Bantuan serangan udara pun kembali diminta, yang akhirnya memaksa pasukan NVA mundur ke Sungai Ly Ly. Ketika helikopter-helikopter dari Skuadron HMM 363 kemudian tiba di areal pertempuran untuk mengevakuasi korban, serangan gencar pasukan NVA menyambut kedatangan heli-heli itu. Dua heli Sikorsky UH-34 tertembak, satu heli lain yang dipiloti Mayor David L. Ross ditembak jatuh.

Pertempuran sengit berlangsung hingga ketika langit sudah gelap. Kompi M pimpinan Lettu John D. Murray posisinya terjepit lawan. Marinir AS pun mulai menggunakan serangan udara. Kapten Udara Robert J. Fitzsimmons bersama observator udaranya Lettu Robert H. Whitlow berhasil menjatuhkan 500 pon napalm dan gas air mata dari pesawatnya.

Langkah tersebut, tulis pensiunan Marinir Otto Lehrack dalam “Operation Swift” yang dimuat digitaledition.qwinc.com, menyelamatkan Kompi M. “Memberi anak buah Murray waktu istirahat paling singkat,” tulisnya.

Lantaran pesawat Fitzsimmons mendapat serangan hebat dari senapan mesin anti-pesawat NVA dari Bukit 63, beberapa pesawat serbu A-6 Intruder dikerahkan untuk melumpuhkan senapan mesin anti-pesawat itu. Setelah berhasil melumpuhkan senjata anti-pesawat itu, rombongan A-6 Intruder menghancurkan para penembak mortir NVA yang berada 60 meter dari Kompi K.

Serangan udara yang berlangsung hingga pukul 20.00 itu menghentikan pertempuran besar dan mengubahnya menjadi pertempuran skala kecil yang menyebar dalam areal luas. Tembakan artileri dari laut yang diluncurkan kapal-kapal AS ke arah Que Son dan Thang Binh meredakan pertempuran yang masih berjalan hingga pergantian hari. Tembakan artileri itu memungkinkan heli-heli AS mencapai lokasi-lokasi pertempuran guna mengevakuasi korban dan mengirim logistik pada pukul 01 dini hari 5 September. Paginya, ketika anak buah Letkol Peter L. Hilgartner dari Batalyon ke-1 Resimen ke-5 mengavukuasi korban, mereka mendapati 54 personel Marinir tewas dan 104 terluka. Di antara korban adalah Letnan Capodanno.

“Pendeta Capodanno melakukan perjalanan berulang kali keluar dari perimeter untuk membantu korban Pleton ke-2. Letnan Capodanno menerima Medal of Honor anumerta untuk keberaniannya; dia adalah pendeta Angkatan Laut pertama yang tewas dalam aksi di Vietnam,” tulis Rogers, Telfer, dan Fleming Jr.

“Semua hati kami hancur ketika kami mendengar tentang kematiannya, dan bagaimana dia meninggal,” ujar Dave Wajda dari Kompi I Batalyon ke-3/Resimen Marinir ke-5, dikutip combatwife.net.

Pertempuran berlanjut hari itu. Lantaran pasukan NVA tidak meninggalkan lembah kendati kerap menghentikan baku-tembak, Komandan Resimen ke-5 Kolonel Stanley Davis memerintahkan Batalyon ke-1 dan ke-3 menyapu daerah arah bukit yang berbatasan dengan sisi selatan lembah. Pertempuran berlanjut hingga keesokannya, 6 September. Kompi B Kapten Reese kembali terjepit dalam pertempuran tersebut. Duel granat terjadi antara Pleton Lettu John. E. Brackeen dengan pasukan NVA. Sebuah granat mendarat tepat dekat Breckeen. Melihat granat itu, Sersan Rodney M. Davis langsung melompat ke arah granat guna melindungi rekan-rekannya. Tubuhnya pun porak-poranda dilumat ledakan granat. Letnan Breckeen akhirnya menggunakan gas air mata untuk mundur dan terpaksa melapaskan daerahnya kepada lawan.

Tak lama setelah Kompi H dari Batalyon ke-2/5 menemukan bunker kosong pada 10 September, kompi lain yang melewati bunker tersebut mendapat serangan hebat. Pasukan NVA telah menempati bunker tersebut. Kompi Marinir AS terjepit. Mereka baru bisa keluar dari cengkeraman kematian setelah mendapat dukungan serangan udara dan tembakan artileri. Di utara tempat pertempuran pasukan Marinir, pasukan Batalyon Ranger ke-37 tentara Vietnam Selatan (ARVN) bertempur hebat melawan pasukan NVA. Mereka kehilangan 13 personelnya yang tewas.

Pertempuran hebat kembali terjadi pada 12 September. Korban dari kedua belah pihak berjatuhan. Pertempuran hebat terus berlanjut hingga keesokan harinya, 13 September, bahkan hingga ketika Operasi Swift berakhir.

“Swift...itu benar-benar mandi darah. Banyak orang meninggal dibawa kembali dengan helikopter ke daerah Resimen, mereka pasti sudah dikeluarkan sesaat ke lapangan karena baunya sangat busuk,” kata Wajda.

Pada 15 September, Operasi Swift berakhir karena mundurnya  pasukan Divisi 2 NVA dan Resimen ke-1 Vietcong akibat ketidakmampuan mereka mempertahankan Lembah Que Son. Operasi Swift berhasil memberi kontrol AS pada lima provinsi di utara Vietnam Selatan.

“Operasi Swift dan yang lain, mencegah Da Nang mengalami nasib sama seperti Hue,” tulis Otto Lehrack.

TAG

perang-vietnam

ARTIKEL TERKAIT

Medali Kehormatan Pahlawan Perang Vietnam yang Dipertanyakan Pontang-Panting di Operasi Hastings Ibu dan Kakek Jenifer Jill Pieter Sambo Om Ferdy Sambo Pejuang Tanah Karo Hendak Bebaskan Bung Karno Siapa Penembak Sisingamangaraja XII? Sejarah Prajurit Perang Tiga Abad tanpa Pertumpahan Darah Ibnu Sutowo dan Para Panglima Jawa di Sriwijaya Serdadu Ambon Gelisah di Bandung