Masuk Daftar
My Getplus

Konflik Keluarga dalam Perang Dunia I

Tepat seabad lalu Perang Dunia I berakhir. Perang dahsyat itu tak lain merupakan perseteruan tiga raja bersaudara.

Oleh: Randy Wirayudha | 09 Nov 2018
Tower of London dikelilingi 10 ribu lilin jelang Peringatan 100 Tahun berakhirnya Perang Dunia I. (hrp.org.uk).

SEJAK Minggu 4 November 2018 hingga 11 November 2018, Tower of London takkan gelap gulita di malam hari. Total 10 ribu lilin disulut para Beefeaters atau pengawal khusus Kerajaan Inggris untuk memperingati seabad gencatan senjata yang mengakhiri Perang Dunia I (PD I), 11 November 1918.

Great War atau PD I (28 Juli 1914-11 November 1918) memakan korban total 19 juta jiwa, militer maupun sipil. Terlepas dari adanya Perjanjian Versailles 28 Juni 1919, Gencatan Senjata Compiègne pada 11 November 1918 jadi upaya awal mengakhiri perang yang mengglobal sampai ke Pasifik itu.

Arsip Kementerian Pertahanan Prancis, La Convention d’Armistice du 11 Novembre 1918, menguraikan, negosiasi gencatan senjata terjadi pada jam 11 pagi (waktu Prancis) hari ke-11 dan bulan ke-11 di sebuah lokasi di Hutan Compiègne (60 km dari Paris), tepatnya di sebuah gerbong kereta pribadi Marsekal Ferdinand Jean Marie Foch, panglima Tertinggi Sekutu di Perang Dunia I.

Advertising
Advertising

Baca juga: Perang Dunia I dan Pandemi Flu Spanyol

Selain Foch sebagai “tuan rumah”, Sekutu juga diwakili Laksamana Rosslyn Wemyss (Inggris). Pihak Jerman diwakili Matthias Erzgeber, Count Alfred von Oberndorff, dan Jenderal Detlof von Winterfeldt. Sekutu menerima gencatan senjata dengan 34 syarat yang tentu merugikan Jerman sebagai pihak yang kalah.

Oleh karena itu, selain London, Paris juga akan menggelar hari H peringatan 100 tahun gencatan senjata, 11 November 2018. Dilansir time.com, 4 November 2018, peringatan terbesarnya di London juga akan dihadiri Kanselir Jerman Angela Merkel dan Presiden Jerman Frank-Walter Steinmeier, memenuhi undangan Ratu Elizabeth II.

Pohon keluarga yang mengaitkan tiga raja. (brookings.edu).

Perserteruan Satu Darah

PD I mengubah wajah dan politik dunia. Terutama, di Eropa yang saat itu masih didominasi tiga monarki dan Timur Tengah. Kini, hanya satu yang bertahan, Kerajaan Inggris dengan ratunya Elizabeth II.

Padahal, PD I sebetulnya merupakan konflik dari rivalitas tiga monarki adidaya saat itu: Kerajaan Inggris, Kekaisaran Jerman dan Kekaisaran Rusia. Uniknya, ketiga penguasa monarki yang berseteru itu masih satu darah! Raja Inggris George V, Kaiser Jerman Wilhelm II, dan Tsar Rusia Nikolai II, menurut sejarawan Margaret MacMillan dalam The Rhyme of History: Lessons of the Great War, tak lain adalah saudara sepupu.

Baca juga: Kolase Hidup Manusia dalam Perang Dunia

Ibunda Kaiser Wilhelm II, Putri Victoria Adelaide Mary Louisa, adalah kakak dari Raja Edward VII (ayah Raja George V). Sementara ibu Raja George V, yakni Ratu Alexandra/istri Raja Edward VII, adalah kakak dari Ratu Dagmar/istri Tsar Alexander III (ibu Tsar Nikolai II).

Kaiser Wilhelm II (kiri) & Tsar Nikolai II saling bertukar seragam kebesaran sebelum keduanya terlibat Perang Dunia I. (Bundesarchiv).

Tiga Saudara Dipisahkan Perang

Satu dari sekian pemicu Perang Dunia I adalah pembunuhan Franz Ferdinand, putra mahkota Kekaisaran Austria-Hungaria, oleh Gavrilo Princip dari Mlada Bosna (Milisi Pemuda Serbia-Bosnia) pada 28 Juni 1914. Pembunuhan itu membuat Austria-Hungaria menyerang Serbia. Lantaran Serbia disokong Tsar Nikolai II yang tengah menggencarkan propaganda Pan-Slavisme, Austria-Hungaria mencari dukungan kepada kepada Kaiser Wilhelm II.

Awalnya Kaiser tak ingin Perang Balkan antara Austria-Hungaria-Kesultanan Ottoman vs Serbia-Bulgaria-Yunani, meluas, meski sakit hati sohibnya, Franz Ferdinand telah dibunuh. Perihal ini sempat digambarkan dalam film bertema pengasingan Wilhelm II di Belanda semasa Perang Dunia II, The Exception (2016). “Aku sudah mengirim telegram ke Wien, meminta Austria berhenti sampai di Belgrade.”

Baca juga: Nasib Serdadu Hitam Paman Sam dalam Perang Dunia I

“Saya paham Anda berkewajiban memobilisasi militer, tapi saya berharap jaminan yang sama dari Anda dan bahwa mobilisasi militer Rusia bukan berarti perang dan kita harus terus bernegosiasi demi perdamaian. Bukti persahabatan kita harus tetap terjaga dengan pertolongan Tuhan, menghindari pertumpahan darah. Nicky (Nikolai II),” ujar Nikolai II dalam balasan telegramnya kepada Wilhelm II, dikutip Bernstein. Jawaban itu dianggap Jerman sebagai penolakan.

Hampir bersamaan dengan dikirimnya ultimatum kepada Rusia itu, Wilhelm II juga menuntut Prancis tidak ikut campur dengan mendukung Rusia jika Jerman mendeklarasikan perang pada Rusia. Tuntutan itu dilakukan Wilhelm II untuk mengantisipasi agar Jerman nantinya tak akan menghadapi dua front, di timur melawan Rusia dan di barat melawan Prancis-Inggris.

Raja George V (kiri) & Tsar Nikolai II bersekutu melawan sepupunya, Kaiser Wilhelm II pada Perang Dunia I. (Wikimedia Commons).

Namun, tingginya tensi persaingan senjata dan terutama Angkatan Laut (AL) antara Jerman dan Inggris akhirnya berkembang jadi deklarasi perang, 4 Agustus 1914. Pemantiknya, invasi Jerman atas Prancis dan Belgia yang merupakan bagian dari strategi Schlieffen-Plan. Inggris tak terima Belgia diinvasi karena netralitas Belgia terhadap peperangan apapun dijamin Inggris sejak 1839.

Benih kebencian mulai tumbuh di dada Raja George V. Sejak saat itu juga, George mengganti trahnya dari Dinasti Saxe-Coburg and Gotha menjadi Dinasti Windsor meski baru diresmikannya pada 17 Juli 1917 seiring runtuhnya monarki Jerman.

Baca juga: Alarm Perang Dunia Ketiga

“Inggris, Rusia, dan Prancis saling besekutu untuk mengadapi dukungan kita terhadap Austria – memanfaatkan konflik Austria-Serbia sebagai perang membinasakan Jerman dengan alasan Balance of Power di Eropa…George dan Nicky (Nikolai II) telah mengerjai saya. Jika nenek saya masih hidup (Ratu Victoria), dia takkan membiarkannya!,” sesal Wilhelm, dikutip Michael Balfour dalam The Kaiser and His Times. 

 

Alhasil, perang benar-benar meluas, di mana Amerika Serikat dan Jepang turut campur, hingga berakhir pada 1918. Dampaknya, monarki Jerman runtuh dan digantikan Republik Weimar. Wilhelm II lalu diasingkan ke Belanda.

Namun meski Jerman kalah, Nikolai II tak merasakan kemenangan itu. Kekaisaran Rusia lebih dulu gulung tikar setahun sebelumnya oleh Revolusi Bolshevik. Nikolai II dibui dan lantas dieksekusi bersamaan dengan sisa Dinasti Romanov, 17 Juli 1918, setelah permintaan suakanya ke Inggris ditolak Raja George V. Sang sepupu khawatir kehadiran Nikolai II di Inggris justru akan memicu lagi pemberontakan seperti peristiwa Easter Rising di Irlandia, April 1916.

Baca juga: Kisah Plakat Pelantikan Raja Inggris George VI

Nasib Wilhelm II lebih beruntung. Meski tak lagi punya kuasa sejak 28 November 1918 via pernyataan resmi turun takhtanya, dia tetap bisa hidup di pengasingannya dengan belas kasih Ratu Wilhelmina.

Oleh George V, Wilhelm II dicap penjahat perang. Namun permintaan Sekutu agar Wilhelm II diekstradisi ditolak Wilhelmina dengan alasan ingin mempertahankan persaudaraan Dinasti Hohenzollern dan Orange sejak 1646. Di masa Perang Dunia II, PM Inggris Winston Churchill sempat menawarkan suaka tapi ditolak Wilhelm II. Dia memilih tetap di Belanda sampai mangkat pada 4 Juni 1941.

TAG

perang dunia i

ARTIKEL TERKAIT

Jenderal Belanda Tewas di Lombok Letnan Rachmatsyah Rais Gugur saat Merebut Tank Belanda Dulu Tentara Kudeta di Medan Protes Sukarno soal Kemelut Surabaya Diabaikan Presiden Amerika Sebelum Jenderal Symonds Tewas di Surabaya Mahasiwa yang Menolak Militerisme Jadi Orang Sukses Pelatih Galak dari Lembah Tidar Pangeran Pakuningprang Dibuang Karena Narkoba Tamatnya Armada Jepang di Filipina (Bagian II – Habis) Melihat Tentara Hindia dari Keluarga Jan Halkema-Paikem