Masuk Daftar
My Getplus

James Gavin, Jenderal Penerjun di Perang Dunia II

Tak hanya duduk di kantor mengawasi pasukannya, James Gavin juga ikut terjun. Dia termasuk jenderal termuda dalam sejarah Amerika Serikat.

Oleh: Petrik Matanasi | 27 Okt 2022
Letnan Jenderal James M. Gavin (1907–1990). (Wikimedia Commons).

MISI Boston merupakan salah satu misi penting dalam Operasi Pendaratan Normandia pada 6 Juni 1944. Tujuannya untuk mengamankan kota di belakang garis pertahanan tentara Jerman di Pantai Utah. Kota Sainte-Mère-Église akhirnya berhasil diduduki satuan-satuan penerjun Divisi 82.

Tiga bulan kemudian, Divisi 82 terlibat lagi dalam operasi penerjunan di Belanda. Operasi itu disusun dan dipimpin oleh Jenderal Bernard Law Montgemory, yang pernah mengalahkan pasukan Jerman di bawah Jenderal Erwin Rommel di El Alamein, Mesir.

Ketika operasi bersandi Market Garden itu digelar pada 17 September 1944, Divisi 82 dipimpin Mayor Jenderal James Maurice “Slim Jim” Gavin. Dalam operasi itu, Gavin tidak duduk di balik meja. Dia ikut terjun di Belanda.

Advertising
Advertising

“Gavin melompat dengan muatan amunisi dan perlengkapan yang sama dengan anak buahnya termasuk senapan Garand M1,” tulis William F. Buckingham dalam Arnhem The Complete Story of Operation Market Garden 17–25 September 1944. Gavin bersama 18 penerjuan keluar dari pesawat angkut Dakota C-47 tepat waktu.

Baca juga: Operasi Militer Amerika Terbodoh

“Kami sepertinya hampir menabrak tanah sekaligus. Penuh dengan amunisi, senjata, dan granat, saya melakukan pendaratan keras sementara parasut masih berosilasi. Seketika kami berada di bawah tembakan senjata ringan yang datang dari hutan terdekat. Saya mengeluarkan pistol kaliber 45 dari sarungnya dan meletakkannya di tanah di samping tangan saya,” kata Gavin seperti dicatat Buckingham. Setelah itu, Gavin memimpin pasukannya.

Beberapa kota kecil di Belanda, seperti Nijmagen dan Arnheim, didarati pasukan penerjun Sekutu. Operasi ini akhirnya tak berjalan dengan baik dan dianggap gagal.

Meski operasi Market Garden gagal, tetapi operasi ini dianggap penting dalam sejarah pasukan payung dunia. Gavin sendiri menjadi sangat terkenal dalam sejarah militer.

Baca juga: Marinir AS Bersimbah Darah di Operasi Swift

Gavin tidak berasal dari keluarga terpandang seperti John F. Kennedy. Sekolah dasarnya saja dilalui dengan banyak kesulitan. Dia suka bermain perang-perangan ketika tumbuh sebagai bocah miskin.

“Pada usia 17, dia sedikit mengubah usianya dan masuk Angkatan Darat pada 1 April 1924,” tulis Robert Debnam dalam Yank, The Army Weekly, 1 April 1945. Sejak remaja, Gavin sudah menjadi prajurit. Dengan bimbingan seorang perwira, dia didorong untuk mendalami pelajaran sekolah menengah. Hingga akhirnya dia diterima di Akademi Militer West Point.

Gavin harus belajar lebih keras untuk mengejar standar seperti tarun lain hingga akhirnya lulus pada 1929. Setelah lulus, dia sempat menjadi instruktur di West Point, namun posisi itu ditinggalkannya untuk ikut sekolah penerjun di Fort Benning. Dia kemudian ditempatkan di Komando Lintas Udara yang baru diorganisir.

Mayor Jenderal James Gavin, komandan Divisi 82 dalam operasi Market Garden, menerima Distinguished Service Order dari Marsekal Sir Bernard Montgomery di Mönchengladbach, 21 Maret 1945. (Wikimedia Commons).

Sejak lama Gavin tertarik dengan gagasan pasukan penerjun sebagai jembatan udara. Dia termasuk yang melawan gagasan bahwa pasukan penerjun hanya dibatasi pada satuan batalyon. Dia menilai organisasi itu lebih baik berkembang di tingkat resimen. Namun, pada akhirnya Amerika Serikat punya divisi penerjun dalam Perang Dunia II, yaitu Divisi 82 dan 101.

Pada September 1942, Gavin diberi komando resimen parasut pertama yang diorganisir dari awal. Kala itu usianya 35 tahun, kelahiran 22 Maret 1907. Perang Dunia II mau tak mau membuat Amerika harus menjadikannya Brigadir Jenderal.

Baca juga: Hiu Taklukkan Angkatan Laut Amerika Serikat

Brigadir Jenderal Gavin sudah memimpin anak buahnya dan ikut melompat pertama kali dari pesawat terbang termasuk di front Sicilia, Italia. Selama pertempuran, Gavin yang masih muda tidak tinggal diam.

“Orang-orang Divisi 82 melihat banyak ‘Slim Jim’ di pertarungan sengit dan membingungkan yang mengikuti terobosan Gerd Von Rundstedt. Selama rentetan artileri, dia berlari ke tempat terbuka, menerapkan tourniquet (alat pertolongan pertama untuk menghentikan aliran darah pada luka, red.) ke kaki sersan staf yang hancur, dan kemudian memberikan morfin kepada sersan itu,” tulis Debnam. Marsekal Karl Rudolf Gerd Von Rundstedt adalah panglima pasukan Jerman di wilayah Barat.

Baca juga: Persaingan Inggris-Amerika di Tepian Rhine

Selama kampanye di Sicilia, Divisi 82 yang belum dipimpin Gavin, menangkap 22.000 tahanan. Gavin dan anak buahnya melompat pula di Pantai Salerno, dekat muara Sungai Sele, Italia. Pengalaman di Front Eropa bagian Selatan itu meningkatkan reputasinya sebagai jenderal. Tak heran jika dia dilibatkan dalam Operasi Pendaratan Normandia.

Selesai perang, Letnan Jenderal Gavin terus berkarier di Angkatan Darat Amerika Serikat. Mantan Duta Besar Amerika untuk Prancis ini dikenal sebagai penentang politik rasial dalam militer Amerika. Seperti dicatat Tanya Lee Stone dalam Has No Color, The True Story of the Triple Nickles, Gavin pernah mengatakan: “Tentara kita telah menjadi tentara dua warna untuk waktu yang lama, sama seperti masyarakat kita.”

Sikap Gavin yang anti pemisahan warna kulit manusia itu membuatnya dianggap sebagai perwira Amerika paling buta warna. Gavin tutup usia pada 23 Februari 1990.*

TAG

perang dunia ii penerjun

ARTIKEL TERKAIT

Pejuang Tanah Karo Hendak Bebaskan Bung Karno Siapa Penembak Sisingamangaraja XII? Sejarah Prajurit Perang Tiga Abad tanpa Pertumpahan Darah Ibnu Sutowo dan Para Panglima Jawa di Sriwijaya Serdadu Ambon Gelisah di Bandung M Jusuf "Jalan-jalan" ke Manado Saat Brigjen Djasmin Dikata Pengkhianat Thomas Nussy versus Anak Cik Di Tiro Kopral Roeman Melawan Teungku Leman