Masuk Daftar
My Getplus

Hikayat Amat Boyan dan Pasukan Cap Kampak

Bersama komplotan bandit lainnya, Amat Boyan menebarkan keresahan di kota Medan. Petualangan sang residivis akhirnya tumpas di tangan barisan laskar yang merekrutnya.

Oleh: Martin Sitompul | 22 Des 2020
Ilustrasi Amat Boyan bersama Pasukan Cap Kampak. (Betaria Sarulina/Historia).

Amat Boyan, raja bandit kota Medan itu akhirnya babak belur. Petarung kelas jalanan ini dibikin bonyok oleh Sibarani, mantan petinju yang menjadi inspektur umum Markas Pengawal Pesindo. Sesuai kesepakatan, siapa yang kalah menjadi pengikut yang menang. Amat Boyan pun menjadi pion Pesindo.

Pada 1 Desember 1945, Ketua Pesindo Sarwono Sastro Sutardjo mendirikan unit pasukan khusus. Kelompok bersenjata ini diberi nama yang cukup sangar “Pasukan Cap Kampak”. Sudah pasti pembentukan pasukan itu, berhubungan dengan tumbuh suburnya barisan kelaskaran di kota Medan pasca kemerdekaan.

“Diantara anggotanya terdapatlah nama-nama Amat Boyan, Maliki, dan Jahja Aceh yang kemudian menjadi terkenal karena keburukannya, maupun karena perjuangannya,” tulis Biro Sejarah Prima dalam Medan Area Mengisi Proklamasi.

Advertising
Advertising

Residivis Bengis

Nama aslinya ialah Amat. Mengapa dia terkenal dengan panggilan Amat Boyan akan dijelaskan kemudian. Reputasi Amat sebagai seorang pelaku kriminal telah malang melintang sejak zaman pendudukan Jepang. Merampoki rumah-rumah orang Jepang adalah aksi yang membawanya meringkuk dalam penjara di Pematang Siantar

Seniman karikaturis Augustin Sibarani yang menghabiskan masa remajanya di kota Pematang Siantar mengisahkan sosok Amat Boyan sebagai seorang residivis yang licin. Di sudut-sudut lapo tuak, orang-orang membincangkan tentang dua orang kriminal kelas kakap bernama Amat Boyan dan Paulus yang melarikan diri dari penjara Pematang Siantar. Mereka meloloskan diri dengan cara mematahkan terali penjara, kemudian menghilang.

Baca juga: 

Lapo Tuak, Restonya Orang Batak

“Amat Boyan sangat tersohor dan dipercaya memiliki kekuatan gaib, begitu kata orang. Dia kurus kering, tapi tangannya kuat bagai besi,” tutur Augustin Sibarani dalam Karikatur dan Politik.

Meski jadi buronan dalam kota Pematang Siantar, Amat Boyan dapat kabur sampai ke muara Sungai Asahan. Dia bersembunyi di sebuah pulau kecil yang dikelilingi buaya. Polisi mengejarnya ke sana. Amat Boyan ternyata menghilang ke tempat lain.

Menurut Sibarani, kejagoan dan kebrutalan Amat Boyan (juga Paulus) kerap dipergunjingkan khalayak. Namun rumor yang beredar di masyarakat lebih sering dibesar-besarkan. Sebagian orang menyalahkan kealpaan para petugas penjara, terutama sang sipir. Kepala penjara pun dianggap lemah.

Baca juga: 

Jagoan PKI Anti Peluru

“Malah ada yang menyindir, bahwa ia sebenarnya telah disihir oleh si bandit Amat Boyan, yang mempunyai ilmu hitam dan dianggap bergaul dengan setan,” kata Sibarani.

Menebar Onar

Begitu berita proklamasi bergema di kota Medan, Amat Boyan ikut ambil bagian. Bukan memanggul senjata menghadang kedatangan Pasukan Sekutu, melainkan menyasar kaum berduit yang berjaya sedari zaman kolonial. Di ibu kota Sumatra Utara itu, Amat Boyan telah membentuk jaringan preman dan bandit untuk melakoni aksi kriminal.

Sejak November 1945, pencurian dan perampokan rumah dan toko-toko milik orang Tionghoa marak terjadi di Medan. Pelakunya adalah kelompok preman kampung yang mengambil kesempatan atas nama revolusi. Menurut sejarawan Nasrul Hamdani dalam Komunitas Cina di Medan dalam Lintasan Tiga Kekuasaan 1930-1960, para penyamun yang selalu meresahkan warga Tionghoa ini dipimpin oleh Amat, preman dari kampung Boyan. Dari kampung Boyan yang terletak di Jalan Amaliun itulah nama besar Amat Boyan terukir.

Baca juga: 

Duel Preman Medan Zaman Perang Kemerdekaan

Kiprah premanisme Amat Boyan kemudian mempertemukannya dengan barisan Laskar Pesindo yang tertarik merekrutnya. Setelah kemampuannya di ujicoba dalam duel tarung bebas satu lawan satu, Amat Boyan menjadi ujung tombak Pesindo. Sarwono, pemimpin Pesindo melibatkan Amat Boyan dalam kesatuan bersenjata bernama Pasukan Cap Kampak.

Menurut Anthony Reid dalam The Blood of the People: Revolution and the End of Traditional Rule in Northern Sumatra, Sarwono memakai penjahat terkenal seperti Amat Boyan untuk memperluas pengaruhnya. Tetapi Amat Boyan tetaplah Amat Boyan yang tidak berhenti berbuat ulah. Setelah diberi kesempatan, Amat Boyan seperti senjata makan tuan bagi Sarwono dan Markas Pengawal Pesindo.  

Akhir Petualangan

Dengan mengumpulkan Amat Boyan bersama konco-konconya sesama perampok, Sarwono semula bermaksud menjadikannya sebagai barisan penggempur. Namun dalam kenyataannya, Amat Boyan kembali menjalankan pekerjaan lamanya. Tindakannya dalam Pasukan Cap Kampak acap kali menyeleweng dari garis kebijakan Pesindo.

Baca juga: 

Alkisah Kompi Parang Berdarah

“Oleh Amat Boyan, pasukan ini dijadikan perkumpulan gangster, merampoki rumah-rumah orang Tionghoa, melakukan perkosaan, sehingga perbuatan Amat Boyan ini, kota Medan tidak aman,” tulis Iman Marah, pemimpin Pesindo Bukit Tinggi dalam risalah tidak berjudul yang disita Arsip Kejaksaan Agung Belanda (ARA), No.267 sebagaimana dikutip Anthony Reid.

Pasukan Cap Kampak menyikat apa saja yang mereka perlukan, terutama dari orang-orang Tionghoa yang berada dan sebagian kecil orang India. Benny Setiono dalam Tionghoa dalam Pusaran Politik menyebut Pasukan Cap Kampak pimpinan Amat Boyan sebagai kelompok kriminal paling berbahaya bagi komunitas Tionghoa di Medan. Perampokan, penggedoran, hingga pemerkosaan yang mereka lakukan menyebabkan orang-orang Tionghoa mengungsi.  

Petaka yang melanda kaum Tionghoa memicu mereka membentuk barisan pengawal bernama Pao An Tui. Keberadaan Pao An Tui sendiri menimbulkan ketegangan dengan pejuang Republik lantaran mereka berkolaborasi dengan Sekutu dan Belanda. Permusuhan antara Pao An Tui dengan Tentara Republik maupun laskar kerap kali berujung bentrokan. Semua itu pada dasarnya semakin memupuk kebencian terhadap orang Tionghoa.   

Baca juga: 

Teror Pao An Tui di Medan

Pada Februari 1946, Pasukan Cap Kampak jatuh sepenuhnya ke tangan Amat Boyan. Sarwono akhirnya kehilangan kontrol atas pasukan yang dibentuknya itu. Tidak hanya merugikan citra Pesindo, aksi Amat Boyan juga merusak nama baik pemerintah Indonesia.

Dalam sebuah rapat khusus di Kaban Jahe, Tanah Karo, Markas Pengawal Pesindo sepakat untuk mengakhiri aksi Amat Boyan. Biro Sejarah Prima mencatat, dalam minggu terakhir bulan April 1946, Pesindo bersama Tentara Republik menggempur pasukan Amat Boyan di dekat kota Brastagi. Dalam pertempuran, Amat Boyan mati terbunuh. Maka selesailah riwayat Amat Boyan dan Pasukan Cap Kampak-nya yang menimbulkan noda dalam revolusi di utara Sumatera. 

TAG

amat boyan lasykar medan

ARTIKEL TERKAIT

Brigjen M. Noor Nasution di Panggung Seni Hiburan Westerling Nyaris Tewas di Tangan Hendrik Sihite Menculik Pacar Westerling T.D. Pardede Bandit Medan Berjuang dalam Perang Kemerdekaan Kota Medan dari Sarang Preman hingga Begal Helvetia, Tanah Tuan Kebun Swiss di Medan Kisah Amat Boyan, Raja Bandit dari Medan Kisah Tarigan, Laskar Buronan Westerling di Medan Cerita di Balik Cadas Pangeran