Matahari masih bersinar ketika sekelompok orang Aceh membawa rotan dan melintas dekat bivak serdadu KNIL di Keumala Raja, Pidie, Aceh, pada 20 Juni 1907. Jumlah mereka sekitar 20 orang. Bivak kala itu sudah ditutup.
Salah seorang Aceh itu lalu mendatangi petugas bivak dan menyerahkan sebuah izin. Rekan-rekannya kemudian langsung membuang rotan mereka. Terlihatlah bahwa mereka sedang memegang klewang yang sedari tadi disembunyikan di dalam rotan.
Perlawanan rakyat Aceh terhadap militer Hindia Belanda masih berkobar di Keumala Raja. Belanda sudah mereka cap sebagai kafir. Para serdadu Koninklijk Nederlands-Indische Leger (KNIL) tentu menjadi sasaran orang-orang Aceh itu.
Orang-orang Aceh berklewang itu kemudian mendekati gerbang bivak dan memaksa masuk. Seorang penjaga gerbang bahkan telah mereka bunuh. Sersan KNIL Madenoes yang ada di dekat orang-orang Aceh itu tentu jadi sasaran mereka. Madenoes berusaha melawan namun akhirnya terluka. Madenoes akhirnya pingsan karena kehilangan banyak darah.
Komandan jaga bivak kala itu adalah Kopral Semodjojo (nomor stamboek 32827). Ketika dia melihat serangan di gerbang bivak, dia bergegas menuju ke sana. Bersamanya ada Fusilier (prajurit infanteri rendahan) Kasanmukmin alias Toemin (nomor stamboeknya 5202). Keduanya termasuk yang pertama tiba di sektiar gerbang untuk melawan orang-orang Aceh.
Semodjojo langsung memegang komando serdadu-serdadu lain. Kopral Jawa itu menyuruh para serdadunya untuk tenang dan tidak boleh menembak kecuali jarak orang-orang Aceh itu sudah sangat dekat dengan pagar.
Ketika serangan dimulai, Sersan Gerla sedang berada di depan kamarnya. Belum sempat melakukan persiapan, dia keburu diserang dua orang Aceh.
Ganden, seorang Sunda penabuh genderang pribumi alias Inlandsch Tamboer dengan nomor stamboeknya 57128, sedang ada dekat situ. Melihat Sersan Gerla diserang, Ganden segera maju untuk melindungi Sersan Gerla. Kedua orang Aceh yang menyerang Sersan Gerla berhasil dia lumpuhkan.
Usai membantu Sersan Gerla, Ganden melanjutkan untuk melawan para penyerang lain. Namun sewaktu melihat seorang prajurit infanteri terluka parah, dia langsung bergerak cepat untuk menolongnya. Orang yang Aceh yang hendak membunuh prajurit itu kemudian ditembak oleh Ganden.
Berkat Ganden, Sersan Gerla bisa berjalan ke gerbang depan dan memimpin perlawanan. Orang-orang Aceh yang menyerang bivak tersebut kemudian bisa dipukul mundur. Sebanyak 17 orang Aceh yang menyerang ditemukan tewas oleh para serdadu KNIL. Dalam serangan itu setidaknya 2 serdadu KNIL tewas, 5 luka berat, dan 2 luka ringan. KNIL juga setidaknya kehilangan 2 pucuk senjata api.
Akibat serangan itu, Sersan Gerla kemudian memutuskan untuk membawa pasukannya yang bermarkas di bivak itu untuk mundur. Dua serdadu KNIL yang tewas pun ditinggalkan. Barang-barang penting mereka bawa agar tidak jatuh ke tangan lawan.
Ganden yang berjuang keras kemudian mendapat apresiasi positif. Setahun setelah kejadian itu, tulis De Locomotief tanggal 10 Mei 1938, keluar Koninklijk Besluit tanggal 9 Mei 1908 No. 19 yang mengangkat Inlandsch Tamboer Ganden sebagai Ridder Militaire Willemsorde kelas 4.
Pada 1938, Ganden bukan lagi serdadu rendahan. Pangkatnya sudah sersan kelas satu. Dia tinggal di Magelang sebagai pensiunan KNIL.
Ganden, disebut dalam arsip Belanda tidak hanya menerima bintang Ridder Militaire Willemsorde kelas 4 saja, tapi juga medali perak Orde van Oranje-Nassau. Arsip tersebut menyebutkan Ganden adalah pria kelahiran Palimanan, Cirebon. Dia tutup usia pada 15 September 1961.