Serangan Jepang terhadap pangkalan Angkatan Laut Amerika Serikat di Pearl Harbor, Hawaii, pada 7 Desember 1941, menyebabkan pecahnya Perang Pasifik. Kedua negara mengerahkan sebagian besar kekuatan militernya untuk saling mengalahkan.
Sebelum masuk ke perang darat, pertempuran laut dan udara mendominasi hingga akhir perang. Berbagai jenis kapal perang dan pesawat dikerahkan kedua belah pihak, mulai yang usang hingga keluaran terbaru. Pun para kombatan. Amerika Serikat tak hanya mengerahkan pasukan reguler tapi juga wajib militer. Ada yang sebagai marinir, ada juga yang pelaut.
Di antara ribuan pelaut itu, enam di antaranya kemudian menjadi presiden. Siapa saja keenam pelaut itu?
John F. Kennedy
Lantaran tulang belakangnya bermasalah, Kennedy gagal masuk sekolah Angkatan Darat pada 1940. Namun, upaya pemulihan berhasil membuatnya masuk Angkatan Laut dan bergabung dalam US Naval Reserve. Tak lama setelah masuk Naval Reserve Officer Training School, dia mendapat tugas pertamanya di Panama. Tugas selanjutnya sebagai komandan beberapa kapal patroli torpedo selama Perang Pasifik. Kapal patroli PT-109 yang dipimpinnya mengalami kerusakan ketika patroli malam di perairan Kepulauan Solomon.
Baca juga: Ketika Soebandrio Diancam John F. Kennedy
“Awak PT-109 tak bisa meyakinkan diri apakah sebentuk gelap di depan mata adalah kapal musuh, tipuan cahaya, atau kapal PT lain,” tulis Catherine Corley Anderson dalam John F. Kennedy. Destroyer Jepang, Amagiri, tiba-tiba berada di kanan PT-109 dan menabrak kapal cilik itu. PT-109 terbelah dan terbakar, dua orang meregang nyawa.
Kennedy terlempar dan punggungnya hampir patah. Dia dan sepuluh personel yang selamat berkerumun di haluan yang masih mengambang, lalu berenang ke pulau terdekat. Dia memotong tali pelampung yang dipakai McMahon yang terluka bakar parah, dan menggigitnya kuat-kuat. Dengan McMahon di punggungnya, dia berenang menuju pulau terdekat.
“Mengabaikan rasa sakit di punggungnya, Jack (Kennedy) akhirnya mencapai pantai berkarang,” lanjut Catherine. Sesampainya di pula terdekat, ternyata tak ada tanaman dan air. Dalam keadaan lapar dan haus, mereka berenang menuju Plum Pudding Island dan Ferguson Passage, juga tak ada apa-apa. Mereka mendapatkan pohon kelapa di Pulau Olasana, tapi tetap tak ada makanan.
Kennedy dan Barney Ross berenang ke Pulau Naru dan mendapat air hujan, sekotak besar permen, dan kano yang ditinggalkan pengintai lokal. Setelah semua kru berkumpul di Pulau Naru, dia membuat tulisan pada buah kelapa. Tanpa diketahuinya, para personel juga melakukan hal sama. Pesan buah kelapa itu sampai kepada Letnan Reginald Evans, penjaga pantai asal Australia. Evans mengirim anak buahnya menggunakan kano dengan membawa barang-barang kebutuhan dan pesan untuk Kennedy. Para kru PT-109 pun selamat.
Selesai mendapat perawatan dan pulih dari cedera punggung, Kennedy kembali ke medan tempur pada awal September 1943. Sebulan kemudian, pangkatnya naik menjadi letnan dan ditugaskan sebagai komandan kapal PT-59. Sempat menyelamatkan 87 Marinir yang terdampar di dua kapal yang ditahan Jepang, dia diperintahkan pulang lantaran cedera. Dia menjalani perawatan selama tahun 1944. Setelah pulih, dia dibebastugaskan pada akhir 1944.
Pada 12 Juni 1944, Kennedy dianugerahi Navy and Marine Corps Medal atas tindakan heroiknya pada 1-2 Agustus 1943 dan Purple Heart Medal atas cedera parah yang dideritanya. Usai perang, dia sempat menjadi koresponden khusus Hearst Newspapers. sebelum terjun ke dunia politik untuk memenuhi keinginan ayahnya.
Kennedy memulai kariernya sebagai anggota House of Representatives. Keberanian dan gagasan-gagasan cerdas membuat karier politikya melejit. Namun, kesehatannya sempat menghambat kariernya. Dalam masa penyembuhan tahun 1956, dia menerbitkan biografi Profiles in Courage yang memenangkan Pulitzer Prize kategori biografi. Dia kembali menapaki dunia politik setelah kesehatannya berangsur pulih. Dia berhasil mencapai puncak karier sebagai presiden meski singkat.
Lyndon B. Johnson
Meski telah diangkat menjadi Lieutenant Commander (setingkat mayor) dalam US Naval Reserve pada 21 Juni 1940, Johnson masih sebagai tetap politisi di Kongres. Kesehariannya dihabiskan dengan urusan politik. Namun, pemboman Pearl Harbor membuat pria kelahiran 27 Agustus 1908 itu, terjun ke dalam urusan teknis militer. Tugasnya memberi laporan kepada Markas Besar Operasi Angkatan Laut di Washington DC mengenai instruksi-instruksi yang perlu diambil dan pelatihan.
Baca juga:
Sebelum Pearl Harbor, Pesawat AL Jepang Pernah Tenggelamkan Kapal AL AS.
Kisah Penyintas Terlupakan di Perang Pasifik
Pada 1942, Presiden Franklin D. Roosevelt menunjuk Johnson sebagai satu dari tiga orang dalam tim survey South West Pacific Area (SWPA). Tim ini bertugas mengamati langsung keadaan Pasifik barat daya dan melaporkannya kepada presiden.
Setelah melapor kepada Jenderal Douglas MacArthur selaku Panglima SWPA, Johnson dan dua perwira Angkatan Darat, dibawa menuju markas 22nd Bomb Group yang bertugas membom pangkalan udara Jepang di Lae, New Guinea. Sebagai observer, dia berbekal kamera mengamati keadaan markas 22nd Bomb Group. Dia melaporkan hasil pengamatannya kepada presiden, panglima Angkatan Laut, dan Kongres, bahwa kondisi di lapangan amat menyedihkan: moril pasukan rendah, peralatan yang ada memprihatinkan, dan kualitas pesawat amat rendah dibanding pesawat Jepang.
Oleh karena itu, Johnson menyarankan agar SWPA mendapat prioritas utama untuk diperhatikan. SWPA butuh tambahan sekira lima batalion. Dia merangkum semua sarannya dalam “Twelve-Point Program” yang menekankan pada peningkatan kerjasama dan koordinasi antarberbagai komandan lapangan dan palagan satu dengan palagan lainnya.
Namun, tak mudah bagi Johnson untuk sampai pada tahapan itu. Risiko salalu mengiringi langkahnya. Pada 9 Juni 1942, Johnson ikut dalam misi serangan udara sebelas pembom B-26 ke New Guinea. Pesawat yang dipiloti teman sekamarnya dari Angkatan Darat, ditembak jatuh. Pesawat yang ditumpanginya juga tertembak oleh pesawat Zero hingga satu mesinnya mati. Namun, sang pilot berhasil membawa kembali pesawat itu ke pangkalan.
Keberanian Johnson menarik perhatian MacArthur. Atas rekomendasinya, Angkatan Darat menganugerahinya Silver Star. Saran Johnson juga mendapat respons positif dari Kongres yang menunjuknya untuk mengepalai Sub Komite Tinggi di Naval Affairs Committee. Tugasnya menginvestigasi problem-problem dan ketidakefisienan di Angkatan Laut.
Setelah bebas tugas dari militer pada 17 Juli 1942, Johnson kembali menjadi politisi. Kariernya terus merangkak hingga berhasil menjadi presiden.
Richard Nixon
Nixon melamar ke Angkatan Laut karena tak puas dengan pekerjaan menjawab pertanyaan korespondensi yang masuk ke kantornya. Pada 15 Juni 1942, dia memperoleh pangkat letnan muda di US Naval Reserve. Setelah menyelesaikan pelatihan indoktrinasi di NAS Quonset Point, Rhode Island, dia bertugas sebagai ajudan komandan Naval Reserve Aviation Base di Ottumwa, Iowa, Amerika Serikat. Tugas itu hingga Mei 1943.
Baca juga: Soeharto Ingin Bangun Pabrik Senjata Buatan Amerika
Nixon tetap tak menikmati pekerjaannya meski pangkatnya telah naik menjadi letnan. Dia meminta penugasan laut dan mendapatkan posisi sebagai perwira pengontrol penumpang laut di South Pacific Combat Air Transport Command yang bermarkas di Guadalcanal. Saban hari Nixon dan kesatuannya menyiapkan manifes dan rencana penerbangan pesawat C-47 dan mengawasi lalu lintas kargo pesawat tersebut selama peperangan.
Meski tak ikut memanggul senjata, peran Nixon dan kesatuannya amat strategis. Unit ini memastikan kelancaran suplai pertempuran pasukan Amerika Serikat. Nixon menjalankan perannya dengan baik hingga akhir, Juni 1944. Efisiensinya dalam pekerjaan membuatnya mendapat penghargaan Navy Letter of Commendation.
Baca juga: Bombshell yang Menumbangkan Pemred Cabul
Setelah bertugas di Fleet Air Wing dan Bureau of Aeronautics, Nixon bebas tugas pada 10 Maret 1946. Kiprahnya di Angkatan Laut masih berlanjut dengan menjadi perwira staf di beberapa tempat, termasuk pengacara untuk korpsnya. Sambil berjalan, dia terjun ke dunia politik.
Kemenangannya atas Jerry Voorhis dalam pemilihan anggota Kongres di California membuka jalan lebar bagi karier politiknya. Jalannya terus menanjak hingga menjadi wakil presiden dalam pemerintahan Presiden Dwight Eisenhower, veteran Pertempuran Normandy. Beberapa tahun kemudian, dia terpilih sebagai presiden. Namun, skandal Watergate memaksanya mengundurkan diri dan menutup karier politiknya.
Gerald Rudolph Ford
Ford mendengar berita penyerangan Pearl Harbor tak lama setelah membuka kantor hukum bersama temannya, Philip W. Buchen. Tak terima dengan serangan Jepang itu, dia pun mendaftar ke Angkatan Laut.
Setelah diterima di US Naval Reserve pada 13 April 1942, Ford bertugas sebagai instruktur V-5 di Annapolis, Maryland. Bersama 82 instruktur lain, dia mendapat pelatihan kemampuan dasar navigasi, pertolongan pertama, menembak, dan pelatihan militer lain. Berbekal kemampuan itu, dia mendaftarkan diri untuk tugas di laut.
Baca juga: Dari Helsinki ke Helsinki
Penugasan pertama Ford di galangan kapal New York Shipbuilding Corp. yang tengah membangun kapal induk USS Monterey (CVL-26). Dia ikut mengawasi pembuatan kapal itu sebelum diterjunkan ke Pasifik.
Ketika USS Monterey telah beroperasi sebagai bagian dari Armada ke-3 dan Armada ke-5, Ford menjadi asisten navigator dan perwira battery antiaircraft kapal itu. Dia yang hobi olahraga juga menjadi pelatih atletik di kapal itu.
Sebelum memasuki overhaul pada September-November 1944, USS Monterey terlibat banyak pertempuran laut di Pasifik. Kapal induk berbobot 11.000 ton itu ikut membebaskan Pulau Makin di Kepulauan Gilberts, melancarkan serangan udara terhadap Kavieng, mendukung pendaratan di Kwajalein, hingga terlibat Pertempuran Laut Filipina.
Hari-hari Ford dihabiskan di geladak kapal dengan risiko sewaktu-waktu terkena serangan Jepang atau keganasan alam. Pada 17-18 Desember 1944, USS Monterey dihantam topan laut Cobra. Pesawat-pesawat di lambung kapal saling berbenturan dan terbakar. USS Monterey mengalami kebakaran hebat.
Ford hampir menjadi korban. Kena hantaman badai, kapal miring 25 derajat. Dia tergelincir ke tepi deck. Beruntung baja setebal 2 inci ada yang terseret sehingga memperlambat laju Ford. Dia langsung berguling ke catwalk di bawah deck, lalu menceplungkan diri ke laut. Armada ke-3 kehilangan tiga destroyer dan lebih dari 700 personel akibat badai itu.
USS Monterey dipanggil pulang untuk overhaul karena tak layak operasi. Dalam persinggahannya di Ulithi sebelum mencapai tempat perbaikan di Washington, Ford mendapat penugasan baru sebagai pengajar di Athletic Department Pre-Flight School di Saint Mary’s College. Sempat menjadi instruktur di Naval Reserve Training Command di Naval Air Station, Illinois, dia lalu bebas tugas dari militer pada 23 Februari 1946.
Ford yang lahir pada 14 Juli 1913 mendapat beberapa penghargaan seperti Asiatic-Pacific Campaign Medal, The Philippine Liberation Medal, dan World War II Victory Medal. Dia terjun ke dunia politik sebagai anggota US House of Representatives. Pada 29 November 1963, Presiden Johnson menunjuknya menjadi anggota Komisi Warren yang menginvestigasi kematian Presiden John F. Kennedy. Dia juga dipercaya menjadi House Minority Leader sebelum akhirnya menjadi wakil presiden dalam pemerintahan Presiden Nixon. Skandal Watergate yang menimpa Nixon mengantarkan Ford menjadi presiden.
Jimmy Carter
Sejak kecil, pria bernama asli James Earl Carter Jr. bermimpi menjadi taruna Akademi Angkatan Laut di Annapolis. Latar belakang keluarganya dari kelas pekerja dan kehidupannya yang sulit pasca-Depresi 1930 kian membuatnya semangat untuk mewujudkan mimpi itu. Mahasiswa teknik di Georgia Istitute of Technology itu pun berhasil mewujudkannya pada 1943.
Carter kehilangan kesempatan bertempur di Perang Pasifik. Tugasnya setelah perang usai dimulai di kapal selam USS Pomfret. Dia beruntung menjadi satu dari sedikit perwira muda yang dipilih Laksamana Hyman G. Rickover yang dikenang sebagai Bapak Nuklir Angkatan Laut dalam program Fledgling Nuclear Power pada 1952.
Baca juga: Main Mata Iran dan Amerika dalam Iran/Contra
Meski singkat, penugasan itu amat berkesan bagi Carter. Ketika bertugas di Komisi Energi Atom di Washington DC, dia ditugaskan memimpin tim kecil untuk memadamkan reaktor Chalk River Laboratories milik Atomic Energy of Canada yang bermasalah pada 12 Desember 1952. Pengalaman itu amat membekas dan menentukan pandangannya mengenai nuklir di kemudian hari.
Setelah kematian ayahnya, Carter mengundurkan diri dari Angkatan Laut dan melanjutkan bisnis keluarga. “Aku meninggalkan Angkatan Laut pada bulan Oktober dengan perasaan bercampur antara rasa syukur dan bersalah,” kenang Carter dalam memoarnya, A Full Life: Reflections at Ninety.
Keputusan amat berat yang diambil Carter itu juga membuat istrinya tak lagi sehangat saat dia masih jadi perwira Angkatan Laut. Toh, nasi sudah menjadi bubur. “Salah satu peristiwa teraneh dan paling tak terduga dalam hidupku adalah kontemplasi lamban tapi tak terhindarkan dariku untuk mengundurkan diri dari Angkatan Laut dan pulang ke Plains untuk melanjutkan beberapa tanggung jawab ayah dan meniru aktivitasnya,” lanjutnya.
Dalam masa bertani itu, Carter melihat praktik rasialisme yang amat dibencinya kian parah. Mau tak mau, dia perlahan mulai berpolitik meski secara resmi terjun ke dunia politik baru pada 1962. Setelah menang pemilihan umum dan menjadi gubernur Georgia, dia melangkah ke tingkat nasional dan berhasil mengalahkan petahana Gerald Ford dalam pemilihan presiden tahun 1976.
George Herbert Walker Bush
Pria kelahiran 12 Juni 1924 ini masih berusia 17 tahun ketika Pearl Harbor diserang Jepang. Sebagai bukti ketidaksukaannya pada Jepang, dia lalu mendaftar masuk Angkatan Laut. Begitu lulus dari Phillips Academy pada 1942, dia diterima menjadi penerbang Angkatan Laut. Setelah mendapatkan pendidikan selama sepuluh bulan, dia ditempatkan di Pangkalan Udara Angkatan Laut Corpus Christi. Kala itu, dia menjadi penerbang termuda.
Sebagai salah satu pilot di Air Group 51 yang berpangkalan di kapal induk USS San Jacinto, Bush merasakan dahsyatnya Battle of the Philippine Sea. Dia merasakan kegembiraan ketika negerinya menang besar dalam pertempuran itu.
Baca juga:
Sang Pilot "Mengudara" untuk Selamanya
Presiden Martir Anti-Nuklir
Pengalaman pahit datang ketika Bush dan kesatuannya mengikuti penugasan berikut yaitu menyerang Kepulauan Bonin. Empat pesawat Grumman TBM Avenger, salah satunya dipiloti Bush, mendapat tugas menghancurkan instalasi militer Chichijima. Saat memulai operasi pada 2 September 1944, pesawat Bush tertembak senapan antipesawat, salah satu mesinnya terbakar.
Bush bersikeras menyelesaikan misi itu. Beberapa target penting behasil dilumpuhkan oleh bom yang dijatuhkan pesawatnya. Setelah beberapa mil, dia dan para awak lain memutuskan terjun payung. Salah seorang awak nahas, parasutnya tak mengembang. Bush dan awak lainnya diselamatkan tim penyelamat dari kapal selam USS Finback.
Bush terlibat lebih dari 50 misi. Misinya di Chichijima mendapat poin penting. Atas keberaniannya, dia mendapat Distinguished Flying Cross.
Usai perang, Bush menggeluti bisnis minyak. Dia kemudian terjun ke dunia politik sebagai anggota Kongres asal Partai Republik. Dia mewakili Houston di US House of Representatives pada 1966. Berturut-turut, Bush gonta-ganti jabatan mulai dari duta besar Amerika Serikat di PBB, ketua Komite Nasional Partai Republik, direktur CIA, dan wakil presiden dalam pemerintahan Ronald Reagan. Bush menduduki kursi presiden setelah menang dalam pemilihan tahun 1988.