Masuk Daftar
My Getplus

Derita Pasukan Karbol AURI

Setelah peristiwa G30S, kalangan Angkatan Udara menjadi kambing hitam di mata kalangan Angkatan Darat. Imbasnya para taruna AAU pun ikut kena nista saat berlangsungnya pemakaman 7 Pahlawan Revolusi di Kalibata.

Oleh: Martin Sitompul | 07 Okt 2020
Suasana peringatan Hari ABRI 5 Oktober 1965 diwarnai dengan aksi iring-iringan panser yang mengusung jenazah pahlawan revolusi. Sumber: dipandjaitan.blogspot.com

“Pasukan Karbol” adalah sebutan bagi taruna Akademi Angkatan Udara (AAU). Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto pun pernah merasakan jadi pasukan karbol. Selain itu, Hadi yang jebolan AAU angkatan 1986 itu pernah menjadi Komandan Batalion Taruna AAU. Ketika melatih para pasukan karbol, Hadi sering kali unjuk kebolehan.  

“Misalnya, saat para karbol sedang berlatih menembak, Hadi menerbangkan pesawat lalu sengaja terbang rendah dan bermanuver ke arah mereka,” demikian dikisahkan Eddy Suprapto dalam biografi Anak Sersan Jadi Panglima: Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto.

Menurut Chappy Hakim dalam kumpulan tulisan Awas Ketabrak Pesawat Terbang panggilan “karbol” bermula pada awal 1960-an. Pelopornya ialah Letkol (AU) Saleh Basarah. Pada 1963, Basarah, Perwira Wing Pendidikan 001 yang merangkap anggota pelaksana proyek AAU sedang mengikuti pendidikan di Amerika Serikat tahun 1963.

Advertising
Advertising

Baca juga: 

Kebingungan Rombongan Perwira Angkatan Udara Sepulang dari China

Saat berkunjung ke markas US Air Force (USAF) di Washington, Basarah menyaksikan para kadet udara sering dipanggil “The Dollies”, “Dooly”, “Mister Dooly”, dan sebagainya. Panggilan itu diambil dari nama jenderal USAF: James Harold Doolitle, seorang penerbang andal yang serba bisa. Pada Perang Dunia II, Doolittle dianugrahi Medal of Honor atas keberaniannya memimpin serangan balasan ke Jepang, empat bulan setelah Pearl Harbour dihancurkan. Operasi militer udara itu dikenal dengan nama “Serangan Doolitle”.

Basarah kemudian mengadaptasikan tradisi di Amerika itu ke Angatan Udara (AURI). Dia memutuskan panggilan karbol untuk menyebut para taruna AAU. Nama “karbol” diambil dari julukan Marsekal Muda Abdulrachman Saleh, penerbang dan perintis AURI yang gugur ditembak pesawat Belanda.

“Mengharapkan semua lulusan Akademi Angkatan Udara dapat mencontoh keteladanan dan mampu mencapai kualitas seorang perwira seperti Abdulrachman Saleh, maka para taruna AAU dipanggil dengan nama ‘karbol’,” tulis Chappy Hakim.

Baca juga: 

Tragedi Dakota dalam Hari Bakti Angkatan Udara

Menurut Suprapto, tidak ada surat keputusan untuk itu. Saleh Basarah hanya mengumumkan secara lisan dalam apel pagi pataruna yang lazim disebut Apel Embun di Lapangan Belimbing. Tentu saja dengan sedikit penjelasan tentang sosok Abdul Rahman Saleh. Panggilan karbol langsung disetujui semua pihak.

Namun, pasukan karbol angkatan 1965 harus merasakan getirnya pengalaman pahit. Itu terjadi pada peringatan Hari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) 5 Oktober 1965. Pasukan karbol berjejer menyambut konvoi panser pengusung jenazah pahlawan revolusi yang akan dimakamkan di Makam Pahlawan Kalibata. Kehadiran dan tindakan mereka di sana sebagai tanda ikut berkabung.

“Pasukan karbol yang berdiri di pinggir jalan dalam sikap sempurna dan memberi hormat pada iring-iringan jenazah para jenderal korban G-30-S, mukanya diludahi oleh pasukan Angkatan Darat yang berada di atas panser,” kenang mantan panglima AURI Omar Dani dalam Pledoi Omar Dani: Tuhan, Pergunakanlah Hati, Pikiran, dan Tanganku yang disusun Benedicta A. Surodjo dan JMV. Suparno.

Menurut Omar Dani, AURI menjadi bulan-bulanan dan cemoohan banyak pihak karena dianggap terlibat dalam peristiwa Gerakan 30 September 1965. Rundungan tidak hanya mendera pasukan karbol. Mobil perwira AURI seperti Laksda Aburachmat dan Lettu (AU) Chusnul Chotimah ditabrak oleh jip-jip pasukan RPKAD (kini Kopassus). Para ibu AURI yang berbelanja di pasar luar kawasan Pangkalan Halim Perdanakusumah juga ikut diludahi.

Baca juga: 

Omar Dani, Panglima yang Dinista

Omar Dani sendiri menjadi pesakitan politik yang dijebloskan ke penjara selama hampir 30 tahun. Selama rezim Orde Baru berkuasa, sebagaimana diungkapkan sejarawan Asvi Warman Adam dalam kata pengantar Pledoi Omar Dani, hubungan antara Presiden Soeharto dengan Angkatan Udara sebagai suatu lembaga tidak pernah mesra. Dalam membangun industri kedirgantaraan, Soeharto lebih percaya kepada teknokrat B.J. Habibie ketimbang ahli dari Angkatan Udara.

Selain itu, di masa Orde Baru kepemimpinan militer selalu “dikuasai” oleh Angkatan Darat yang menjadi Panglima ABRI. Dominasi itu patah memasuki era reformasi. Pada 2006, Marsekal Djoko Suyanto menjadi sebagai Panglima TNI di masa kepresidenan Susilo Bambang Yudhoyono. Dan kini, Panglima TNI dijabat oleh Marsekal Hadi Tjahjanto yang juga perwira dari Angkatan Udara.  

TAG

g30s tni au pahlawanrevolusi

ARTIKEL TERKAIT

Melawan Sumber Bermasalah Eksil, Kisah Orang-orang yang Terasing dari Negeri Sendiri Hubungan Jarak Jauh Pierre Tendean Kopral Hargijono Tak Sengaja Menembak Ade Waktu Junta Suardi Diperiksa Mukidjan Bukan Tjakra Boengkoes, Tjakra Terakhir di Cipinang Setelah Rohayan Menembak Soeprapto Kolonel Junus Jamosir Digunjing Setelah G30S Junus Samosir, D.I. Panjaitan, dan G30S