Masuk Daftar
My Getplus

CIA dan Penyadapan MBAD

Kolonel Ahmad Yani merancang operasi militer di ruang makan rumah tetangga karena MBAD disadap PRRI. Ada peran perwira Amerika Serikat yang berseberangan dengan CIA.

Oleh: Hendri F. Isnaeni | 07 Jan 2021
Kolonel Ahmad Yani, komandan Operasi 17 Agustus, bersama Letkol Udara Wiriadinata sedang menyaksikan pendaratan pasukan TNI di Padang pada 17 April 1958. (Dispen AU/Sejarah TNI-AD 1945-1973).

Kolonel Ahmad Yani bertemu dengan Mayor George Benson ketika menjalani pendidikan di Fort Leavenworth, Kansas, Amerika Serikat, pada 1955. Tahun berikutnya, Benson ditempatkan di Jakarta sebagai pembantu Atase Militer pada Kedutaan Besar Amerika Serikat.

Hubungan Yani dan Benson pun semakin akrab. Bahkan, Benson membantu Yani ketika menyusun operasi militer menghadapi PRRI/Permesta. Dia berseberangan dengan CIA yang mendukung PRRI/Permesta karena menganggap pemerintahan Sukarno telah terpengaruh komunisme.

Mantan Wakil KSAD Letjen TNI (Purn.) Sayidiman Suryohadiprojo mengatakan, Benson mempunyai banyak kenalan perwira Indonesia, termasuk Kolonel Gatot Soebroto. Dia meyakinkan pimpinan Departemen Pertahanan (Pentagon) bahwa TNI AD tidak komunis melainkan nasionalis. Dia kemudian menyarankan agar pimpinan Departemen Luar Negeri meminta pendapat Dr. Guy Pauker, pakar tentang Asia Tenggara di RAND Corporation di Santa Monica, California, Amerika Serikat.

Advertising
Advertising

“Seperti kemudian oleh Guy Pauker diceritakan kepada saya, di lingkungan pimpinan Departemen Luar Negeri ada pandangan bahwa pengaruh komunis di Republik Indonesia makin kuat. Apalagi waktu itu pengaruh [Menteri Luar Negeri] John Foster Dulles yang amat konservatif kanan sedang kuat-kuatnya,” kata Sayidiman dalam otobiografinya, Mengabdi Negara sebagai Prajurit TNI.

Baca juga: Senjata CIA untuk PRRI

Pauker dipanggil ke Washington D.C. Di sana, dia meneguhkan pendapat Benson bahwa TNI tidak komunis bahkan senantiasa berhadapan dengan komunis. Pauker mampu meyakinkan pimpinan Departemen Luar Negeri untuk membatalkan intervensi kekuatan Angkatan Laut yang sudah bersiap di perairan Indonesia.

Menurut Sayidiman, andaikata pada waktu itu pemerintah Amerika Serikat tidak memperoleh saran Guy Pauker dan George Benson pada saat yang tepat, mungkin sekali keterlibatan Amerika Serikat lebih jauh lagi. “Meskipun begitu pihak PRRI/Permesta sudah berhasil memperoleh senjata dan perlengkapan dari pihak Amerika Serikat. CIA terus jalan untuk membantu mereka,” kata Sayidiman.

Pemerintah pusat pun menghadapi PRRI/Permesta dengan kekuatan bersenjata. Puncaknya adalah operasi gabungan bernama Operasi 17 Agustus yang dipimpin oleh Kolonel Ahmad Yani. Ketika merancang operasi militer, dia mendapat bantuan dari George Benson.

“Pada waktu bapak mempersiapkan operasi militer untuk pendaratan di Padang, Benson ikut membantu dengan mencurikan map Sumatra Barat dari Kedutaan Amerika karena AD tidak punya apa-apa. Maklum, peralatan sangat sederhana,” kata Amelia Yani, anak ketiga Ahmad Yani, dalam biografi ayahnya, Profil Seorang Prajurit TNI.

Baca juga: Ironi Operasi CIA di Indonesia

Menurut wartawan senior Julius Pour dalam biografi Benny Moerdani, Profil Prajurit Negarawan, Benson menyebutkan bahwa tentara pemerintah pusat menemui kesulitan untuk mencari peta militer wilayah Sumatra. Sehingga, menjelang tengah malam, Yani menelepon Benson untuk meminta bantuan. Benson segera datang membawa peta. Dia malahan ikut tinggal di sana ketika Yani bersama teman-temannya sedang merancang operasi penyerbuan untuk membebaskan Padang.

Yani merancang operasi itu di ruang makan rumah tetangganya, Letkol Rukminto Hendraningrat, karena tingkat kerahasiaan di Markas Besar Angkatan Darat (MBAD) sangat rawan. Sebelumnya, perintah operasi dari Yani telah disadap oleh pasukan pemberontak. Letkol Kaharuddin Nasution, komandan Operasi Tegas, yang membebaskan wilayah sekitar Pekanbaru, mengeluhkan kebocoran itu.

“Dia mengirim sebuah kawat ke Jakarta, untuk menunjukkan bagaimana perintah operasi Yani, sampai titik dan komanya, sudah lengkap berada di tangan para pemberontak,” tulis Julius Pour.

Setelah mempelajari keluhan Kaharuddin, Yani menjawab, “biar saja mereka tahu taktik kita. Tidak ada alternatif lain. Kita jalan terus dengan taktik yang sudah di tangan pemberontak.”

Menurut Julius Pour, selama pemberontakan Benson bersimpati kepada kebijakan yang diambil oleh pucuk pimpinan militer di Jakarta. Dia pun harus sering bertentangan pendapat dengan pihak CIA dan Pentagon. “Sehingga, agak sulit dipercaya, bahwa kebocoran rencana Operasi 17 Agustus berasal dari atase militer Amerika Serikat tersebut,” tulis Julius Pour.

Pendaratan Pasukan TNI

Sayidiman mengatakan kabarnya PRRI memperoleh seluruh rencana pendaratan yang dibuat oleh SUAD (Staf Umum Angkatan Darat) di Jakarta. “Rupanya di SUAD ada mata-mata yang menyampaikan rencana itu kepada agen CIA dan dari situ informasi disampaikan kepada pimpinan PRRI,” kata Sayidiman.

Mereka kemudian mempersiapkan pertahanan sesuai rencana itu. “Tapi dasar TNI! Tanpa disengaja pasukan pendarat bukannya mendarat di tempat yang direncanakan, melainkan langsung ke pelabuhan Teluk Bayur,” kata Sayidiman yang saat itu menjadi komandan Batalion 309 Divisi Siliwangi yang mendarat di Sibolga.

“Jadi justru karena cara bekerja di TNI belum setepat tentara Amerika Serikat,” lanjut Sayidiman, “maka dalam implementasi rencana yang telah ditetapkan terjadi perubahan yang bukan disengaja. Maka, gelombang pendaratan bukan menuju ke sasaran tetapi ke Teluk Bayur, yaitu pelabuhan Padang. Sehingga Padang dapat direbut tanpa banyak pertempuran. Satu pendadakan yang tak disengaja sama sekali.”

Baca juga: CIA Kecewa pada PRRI

Namun, menurut buku Sejarah TNI-AD 1945-1973 yang disusun dan diterbitkan oleh Dinas Sejarah TNI AD, sebelum melakukan pendaratan, TNI melakukan strategi gerakan tipuan. Sejak 16 April 1958, kapal-kapal TNI melakukan gerakan-gerakan di perairan Padang yang membingungkan lawan dan menimbulkan dugaan di mana TNI akan melakukan pendaratan: Tabing, Teluk Bayur, atau perairan pantai Padang?

Gerakan tipuan itu berhasil mengelabui lawan sehingga pendaratan pada 17 April 1958 berlangsung dengan lancar. Tempat pendaratan itu di daerah yang disebut Pantai Merah, terletak kurang lebih 1 km sebelah barat lapangan udara Tabing. Hari berikutnya, Teluk Bayur berhasil diduduki. Disusul lapangan udara Tabing direbut oleh pasukan yang diterjunkan dari udara.

Pasukan pemerintah pusat dengan mudah merebut kota-kota PRRI termasuk ibu kotanya, Bukittinggi. CIA kecewa karena PRRI tidak memberikan perlawanan. CIA pun menghentikan dukungannya dan pemerintah Amerika Serikat mengubah arah kebijakannya.

TAG

cia prri permesta ahmad yani

ARTIKEL TERKAIT

M Jusuf "Jalan-jalan" ke Manado Sukarno, Jones, dan Green Secuil Cerita Jenaka dari Cianjur Semasa Pendudukan Saudara Tua Gempa Merusak Keraton Bupati dan Masjid Agung Cianjur Ibu Kota Pindah dari Cianjur ke Bandung Gempa Besar bagi Bupati Cianjur Gempa Bumi Mengguncang Cianjur Duka Kuba di Laut Karibia CIA, Tan Malaka, dan Kampret Agen CIA dalam Operasi Habrink