Masuk Daftar
My Getplus

Amuk Ratu Adil di Oude Hospitaalweg

Detik-detik dikuasainya Markas Besar Divisi Siliwangi oleh pasukan APRA.

Oleh: Hendi Johari | 23 Jan 2020
Pasukan APRA saat menguasai Markas Besar Divisi Siliwangi (geheugen.delpher.nl/nl)

Kabut pagi masih tertinggal di Bandung, ketika sekelompok serdadu bersenjata lengkap memenuhi jalanan utama. Mereka yang datang dari arah Cimahi itu lantas menyebar dalam formasi tempur. Sebagian terlihat berlindung di balik pohon-pohon besar di pinggir jalan. Sebagian yang lain mengokang senjatanya di sela tembok-tembok gedung.

Satya Graha masih ingat dia baru saja keluar dari rumah saat seorang prajurit TNI berpangkat kopral ditembak mati di depan Hotel Preanger. Kendati di sekitarnya ada beberapa polisi, namun mereka sama sekali tak bertindak.

“Malah saya lihat mereka tertawa-tawa bersama serdadu-serdadu pembunuh itu,”kenang Satya, eks wartawan Soeloeh Indonesia.

Advertising
Advertising

Baca juga: Akhir Tragis Koran Marhaenis

Sementara itu di Oude Hospitaalweg (sekarang Jalan Lembong), para serdadu yang belakangan diketahui berasal dari Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) itu melakukan gerakan mengepung Markas Besar Divisi Siliwangi. Jarum jam menunjukan angka 9, kala mereka memulai tembakan pembuka dari arah parit-parit seberang jalan yang langsung berhadapan dengan markas Siliwangi.

“Kami jadi gugup dan berlarian ke sana ke mari di ruangan tamu,” ujar Letnan Kolonel R.Soetoko, Wakil Kepala Staf Divisi Siliwangi  dalam buku Tanpa Pamrih Kupertahankan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 (otobigrafi Kolonel Purnawirawan Mohamad Rivai).

Namun hadirnya para perwira yang sudah makan asam garam pertempuran (seperti Letnan Kolonel Abimanyu dan Mayor Mashudi) di ruangan itu menjadikan situasi cepat terkendali. Dengan cara berpindah-pindah tempat, mereka bisa melakukan perlawanan melalui jendela-jendela yang ada di gedung tersebut.

“Para pengawal berhasil opstelling (membangun kubu) sekitar markas sambil melepaskan tembakan-tembakan gencar ke arah gerombolan APRA,”kenang Soetoko.

Baca juga: Ranjau Siliwangi Usai Renville

Dengan sepucuk Sten di tangan, Soetoko sendiri menembak terus menerus secara mengitar. Hamburan peluru dari senjatanya membuat para penyerbu lintang pukang dan tak berani mengangkat kepala mereka di dalam parit itu.

Kendati sempat diimbangi, amuk para Ratu Adil itu akhirnya tak terbendung. Sebagai perwira yang jabatannya paling tinggi, Soetoko lantas memerintahkan para prajurit dan perwira yang sudah kehabisan peluru untuk meloloskan diri dengan cara melompati tembok belakang markas.

Kehabisan peluru, Soetoko lantas menggunakan sepucuk pistol untuk melakukan perlawanan. Dalam posisi ditembaki, tetiba dilihatnya Mayor Mashudi masuk ke ruangan dengan membawa hower Sten penuh berisi peluru. Tanpa banyak basa-basi, dia meminta hower tersebut dan memasangnya di Sten yang masih tergeletak di dekatnya. Perlawanan pun berlangsung kembali.

Sadar jumlah mereka yang hanya berlimabelas tidak seimbang dengan ratusan para penyerbu, Soetoko memutuskan untuk meninggalkan markas. Dalam pertempuran itu, telah gugur seorang prajurit Siliwangi sedangkan 14 lain-nya berhasil lolos.

Baca juga: Ratu Adil dari Istanbul

Begitu tak terdengar lagi tembakan dari kubu Siliwangi, pasukan APRA yang terdiri dari unit Korps Pasukan Khusus (KST), Polisi Belanda, KNIL dan Angkatan Darat Kerajaan Belanda (KL) langsung merangsek. Secara brutal, anak buah Kapten R.P.P. Westerling itu menembaki setiap ruangan.

“Mereka juga merampas uang yang ada, yakni gaji para prajurit TNI dari Divisi Siliwangi yang pertama kali akan dibayarkan,” tulis A.H. Nasution dalam Memenuhi Panggilan Tugas Jilid II: Kenangan Masa Gerilya.

Malang bagi Kepala Pendidikan Angkatan Darat Letnan Kolonel A.G. Lembong dan ajudannya Letnan Satu Leo Kailola. Mereka yang tidak mengetahui sama sekali Markas Besar Divisi Siliwangi sudah dikuasai musuh tanpa curiga memasuki halaman gedung tersebut.

Namun sebelum memasuki halaman markas, para prajurit APRA langsung memberondong mobil yang ditumpangi keduanya dengan ratusan peluru. Keduanya langsung tewas seketika dalam kondisi luka sangat parah. Bahkan tidak puas hanya dengan menghantam Lembong dan Kailola dengan siraman peluru, para prajurit APRA secara keji merusak wajah keduanya dengan klewang dan bayonet.

Baca juga: Kisah Perburuan Kapten Westerling

 

TAG

sejarah-militer apra

ARTIKEL TERKAIT

Strategi Napoleon di Balik Kabut Austerlitz Kapten Schmidt dan Gerombolan Bulenya Lawan Pemerintah Indonesia Petualangan Inspektur Frans Van Kleef, Polisi Nakal yang Ikut DI/TII Kisah Tragis Seorang Komandan APRA Jabatan Panglima APRA untuk Sultan Hamid II Mereka yang Diincar APRA Terpaksa Ganti Uang Negara yang Dipakai Foya-Foya Jika Pak Gatot Bilang Monyet Akibat Surplus Jenderal